tirto.id - “Kemacetan lalu lintas membuatku gila. Saya akan membangun mesin membosankan (pembuat) terowongan dan dengan alat itu saya hanya akan mulai menggali…” ucap Elon Musk, pendiri Tesla dan SpaceX melalui akun Twitter pada 17 Desember 2016.
Beberapa saat setelah kicauan itu, Elon Musk melanjutkan dengan sebuah tweet yang terucap, “Mesin membosankan, nama perusahaan itu akan dipanggil ‘The Boring Company’.”
Kicauan yang dipublikasikan Elon Musk jelas bukan tanpa alasan. Musk, sebagaimana dikutip dari Bloomberg mengungkapkan, “Saya hanya akan mengatakan, 'buatlah terowongan'. Ini akan mengatasi kemacetan kota dan kita tidak akan terjebak dalam kemacetan lalu lintas yang merusak jiwa sepanjang waktu."
Apa yang diutarakan Musk merupakan sebuah jawaban atas permasalahan lalu lintas perkotaan di berbagai negara khususnya macet. Kemacetan tak bisa dihindari terutama di jam-jam sibuk. Musk ingin mengatasi permasalahan tersebut.
Meskipun nama perusahaan barunya terasa bagaikan lelucon, ia pada akhirnya benar-benar mewujudkan perusahaan itu menjadi nyata: The Boring Company. Merujuk pemberitaan Popular Mechanics, nama yang tidak membosankan untuk perusahaan membosankan itu ialah: America Tubes and Tunel Company.
Elon Musk, jelas bukanlah orang sembarangan. Tesla dan SpaceX merupakan dua perusahaan sensasional yang berada di bawah kendalinya. Pada 2016, Tesla memperoleh pendapatan senilai $7 miliar dari mobil listrik masa depannya. Angka itu memang masih kalah jauh dibandingkan pesaing-pesaing Tesla di dunia otomotif. Ford misalnya, pada 2016, memperoleh pendapatan hingga $151,8 miliar. Adapun BMW mengantongi $110,6 miliar pada tahun yang sama.
Meskipun kalah soal pendapatan, Tesla unggul dalam merek sebuah mobil listrik. Mengutip data yang dipaparkan Quartz, Tesla adalah merek otomotif elektrik yang paling sering dilirik media atau populer. Pada 2017, sebanyak 27,5 persen artikel tentang mobil listrik menyebut nama Tesla di dalamnya. Jauh lebih unggul dibandingkan Chevy (16,6 persen), Nissan (14,7 persen), BMW (12,2 persen), dan VW (11,8 persen).
- Baca juga: Mobil Listrik Tesla
Selain Tesla, Musk pun menakhodai SpaceX. Meskipun masih memiliki kendala keuangan yang sejurus dengan kesuksesan atau kegagalan menerbangkan roket, SpaceX merupakan perusahaan sensasional yang berhasil menghadirkan konsep roket yang bisa dipakai ulang. Maka, dengan fenomenalnya Tesla dan SpaceX, meskipun “membosankan,” The Boring Company memberikan pengharapan lebih bagi orang-orang yang mendamba Musk sukses mengatasi permasalahan transportasi.
Hyperloop
Di awal berdiri, The Boring Company menawarkan konsep semacam skateboard yang berada di terowongan yang akan “meluncurkan” mobil dengan kecepatan hingga 200 km per jam. Mengutip pemberitaan Wired, rencana awal The Boring Company telah membuat terowongan sepanjang sekitar 3,2 km dengan lebar sekitar 3 meter dan dibuat di kedalaman antara 6-7 meter.
Selepas kehebohan itu, pada 20 Juli lalu, Musk mengumumkan kemajuan baru bagi The Boring Company. Dalam cuitan Twitternya, Musk mengatakan, “baru saja memperoleh persetujuan lisan dari pemerintah perihal The Boring Company untuk membangun (terowongan) bawah tanah (sebagai sarana) Hyperloop NY-Phil-Balt-DC (New York - Philladelpia - Baltimore - Washington DC). NY-DC (ditempuh) dalam 29 menit.”
Memang, jika ditilik mendalam pembuatan terowongan yang dibikin melalui The Boring Company akan mengarah pada penciptaan Hyperloop. Namun, cuitan di Twitter tersebut sukses menghentak bagaimana ide Hyperloop kembali ke pelukan sang penciptanya. Pada 2013, Musk mengemukakan sebuah ide dan konsep bernama Hyperloop. Secara sederhana, Hyperloop menurut Musk adalah, “persilangan antara Concorde, railgun, dan permainan meja hoki.” Hyperloop merupakan sebuah tabung transportasi yang memungkinkan kereta bisa melesat dengan kecepatan tinggi.
Penumpang yang akan menggunakan Hyperloop, akan masuk ke dalam suatu kapsul seukuran mobil. Tabung akan menyedot kapsul yang berisi penumpang memanfaatkan listrik, magnet, dan tekanan udara. Cara kerja Hyperloop, secara sederhana, mirip dengan vacum cleaner atau penyedot debu. Diperkirakan, Hyperloop bisa membawa penumpangnya hingga kecepatan 1.223 km per jam.
Baca juga: Hyperloop: Kereta yang Katanya Lebih Cepat dari Pesawat
Alih-alih membuat idenya menjadi nyata, Musk malahan melempar ide tersebut ke publik. Belakangan, ada dua perusahaan yang amat gencar mencoba mewujudkan mimpi dari Musk tersebut. Mereka adalah Hyperloop Transportation Technologies dan Hyperloop Technologies yang kemudian berganti nama menjadi Hyperloop One. Hyperloop Transportation Technologies belakangan membuka “cabang” di Indonesia dengan nama Hyperloop Transtek Indonesia.
Persetujuan dari pemerintah soal Hyperloop bagi The Boring Company jelas bikin perusahaan yang telah lebih dahulu menggarap ide Musk tersebut kebakaran jenggot. Dirk Ahlborn, CEO Hyperloop Transportation Technologies, sebagaimana dikutip dari Wired mengungkapkan, “kamu setidaknya ingin mendengarkan Musk berkata, ‘Baiklah, bagaimana kita bisa membuat (Hyperloop) bersama?’ Atau ‘Bagaimana saya bisa membantu (membangun Hyperloop)?’ Daripada berkata, ‘Hei, saya akan membuat (Hyperloop sendirian). Terima kasih (Hyperloop One dan Hyperloop Transportation Technologies) telah membuat (Hyperloop) ini dikenal di seluruh dunia dan membuat orang-orang percaya terhadap ini.’”
Dalam sebuah wawancara bersama Fortune, Josh Giegel co-founder Hyperloop One, ketika ditanya perihal Musk akan merealisasikan ide Hyperloop secara sendiri, dengan nada bercanda mengungkapkan, “saya sedang berada di lokasi pengujian hingga jam 3.30 dinihari dan saya menerima panggilan pada jam 8 pagi, jadi saya tidak tahu dia (Elon Musk) berkata apapun (tentang Hyperloop).”
Dari cuitan tertanggal 20 Juli itu jelas terlihat bahwa Musk ingin mengambil alih kembali ide yang telah menjadi santapan publik itu. Juru bicara The Boring Company, sebagaimana dimuat Wired mengungkapkan, “ia mengatakan ketika itu (saat Musk mengemukakan konsep Hyperloop) bahwa ia akan mengkomersialkan Hyperloop jika dalam beberapa tahun perusahaan lain (yang mengusung konsep Hyperloop) tidak berkembang cukup cepat (untuk terealisasi).”
Sayangnya, meskipun Musk terlihat sungguh-sungguh ingin merealisasikan Hyperloop melalui tangannya sendiri, perusahaan yang sudah duluan mencoba mengembangkan ide tersebut justru menghasilkan kenyataan yang berkebalikan dengan keyakinan Musk. Mengutip Wired, Hyperloop One merupakan perusahaan yang memiliki progres terdepan soal mewujudkan Hyperloop. Hyperloop One, sukses melakukan uji coba di gurun Nevada beberapa saat lalu. Sayangnya, uji coba itu hanya menghasilkan kereta yang melaju dengan kecepatan 112 km per jam. Jauh dari konsep Hyperloop itu sendiri.
Selain itu, masalah lain dari mewujudkan Hyperloop menjadi kenyataan ialah soal biaya. Kereta cepat yang dioperasikan oleh Amtrak di Amerika Serikat, menelan biaya pembuatan hingga $123 miliar. Hyperloop, jelas membutuhkan biaya yang tak kalah mahal dengan kereta cepat konvensional saat ini.
Meskipun Hyperloop merupakan ide yang lahir dari Musk, mewujudkan ide tersebut tak sebatas bisa direalisasikan melalui perusahaan yang berada di bawah kendali Musk. Perusahaan-perusahaan yang lebih dahulu jemput ide Musk, meskipun dirasakan oleh sang "Iron Man" itu kurang cepat perkembangannya, tidak bisa begitu saja disepelekan. Musk harus menggandeng perusahaan-perusahaan tersebut untuk bersama-sama membangun Hyperloop daripada mengejar mimpi sendirian.
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra