Menuju konten utama
Hyperloop

Kereta yang Katanya akan Lebih Cepat dari Pesawat Terbang

Lupakan sejenak kekaguman terhadap teknologi kereta Jepang yang cepat itu. Elon Musk sedang mengembangkan teknologi kereta yang kecepatannya diyakini bisa melampaui kecepatan pesawat penumpang. Wuzzz...

Kereta yang Katanya akan Lebih Cepat dari Pesawat Terbang
Konsep angkutan masa depan hyperloop. YOUTUBE

tirto.id - Di kancah dunia arsitektur, Dubai, Emirat Arab ibarat surga para arsitek dunia untuk menelurkan ide-ide gila dan paling konyol di kota kaya di teluk itu. Hutan beton yang megah, superjangkung, unik, hingga yang paling ekstrem lahir di Dubai. Itu semua adalah akibat logis keterbukaan dan sokongan dana tak terbatas .

Tapi dengan segala pembangunan paling ini-paling itu, rupanya Dubai masih merasa kurang juga. Belakangan, kota pusat kegemerlapan di jazirah Arab ini pun bersiap menjadi yang pertama mencicipi teknologi terbaru kereta masa depan yang dikenal dengan hyperloop. Pengusaha Elon Musk ada di belakang proyek ini.

Sebuah lintasan pipa tabung sepanjang 102 mil akan dibangun antara Dubai-Abu Dhabi sebagai jalur khusus hyperloop yang diklaim akan mengalahkan kecepatan pesawat penumpang. Dengan hyperloop, perjalanan yang butuh waktu hingga satu jam hanya akan ditempuh dalam 12 menit.

Elon Musk dan kota hedon ini seolah botol ketemu tutupnya. Dubai punya uang, sedangkan Elon Musk punya ide cemerlang yang sudah ada embrionya sejak 2013. Hyperloop di Dubai rencananya akan beroperasi pada 2021 atau kurang dua tahun dari target peluncuran manusia ke Mars yang juga digagas Elon Musk.

“Dubai akan menjadi prioritas kami, jadi kami akan melakukan apapun untuk mewujudkannya,” kata CEO Hyperloop One Rob Lloyd seperti dikutip laman CNN.

Pada 8 November 2016, Hyperloop One meneken perjanjian dengan otoritas Roads and Transport Authority (RTA) Dubai. Sebagai yang pertama, tentu Dubai tak mau jadi “kelinci percobaan” dari ide gila Elon Musk. Hyperloop masih dalam tahap pengembangan, termasuk proses uji coba pada 1 Mei 2016 di Gurun Nevada AS yang bisa dibilang sukses.

Kereta kapsul aluminium berteknologi hyperloop itu mampu melesat 100 mil per jam di lintasan 1,9 mil. Tapi, percobaan yang sukses di Nevada itu masih menggunakan kereta kapsul tanpa selongsong tabung. Hyperloop One masih butuh waktu menyelesaikan desain kapsul, teknologi pengereman, hingga proses uji prototipe.

Jika melihat konsep idealnya, hyperloop adalah moda transportasi yang bisa mencapai kecepatan 1.300 km/jam. Ia adalah kereta kapsul yang meluncur dalam sebuah tabung bertekanan rendah yang digerakkan oleh motor induksi linier dan kompresor udara atau electric propulsion. Cikal bakal teknologi ini sudah muncul sejak abad ke-19 dari seorang penemu Amerika, Alfred Beach.

Kemampuan kereta masa depan ini jelas bakal meninggalkan capaian rekor kereta cepat konvensional yang selama ini dikembangkan di Cina maupun Jepang. Rekor kereta cepat konvensional masih dipegang oleh kereta cepat Shinkanken dengan teknologi maglev berkecepatan hingga 581 km per jam.

Sebagai teknologi yang baru terlahir kembali, Elon Musk dan timnya tak sendirian. Sang rival Hyperloop Transportation Technologies (HTT) juga sudah siap dengan teknologinya. Keduanya sama-sama mengejar teknologi era masa depan untuk mengangkangi teknologi transportasi konvensional.

Pada situsweb resminya, hyperloop-one.com, mereka sempat membuat simulasi waktu tempuh perjalanan dengan lima moda termasuk dengan hyperloop antara Kota Melbourne dan Sydney. Hasilnya memang cukup mengejutkan. Kedua kota berjarak 714 km itu hanya ditempuh 41 menit dengan hyperloop. Kereta cepat masih butuh waktu 2 jam 47 menit, sedangkan kereta konvensional 3 jam 40 menit. Bahkan, pesawat terbang dengan proses boarding hingga selesai landing pun membutuhkan waktu 5 jam 15 menit. Mobil tentu butuh waktu lebih lama lagi: bisa mencapai 8 jam 39 menit.

Di atas kertas, hyperloop memang punya banyak keunggulan dari sisi kecepatan dari berbagai moda. Ia diyakini menawarkan teknologi yang lebih murah. Dalam proposal yang diajukan oleh Elon Musk untuk rute San Francisco-Los Angeles, proyeknya ditaksir hanya memakan biaya $6 miliar—atau hanya 10 persen dari rencana kereta cepat konvensional yang akan dibangun menghubungkan kedua kota—dengan waktu tempuh hanya 30 menit.

Pada 2013, The Economist pernah memuat tulisan berjudul "The Hyperloop: Don't Get Too Hyper," sindiran buat Elon Musk yang dianggap terlalu ambisius dengan proposalnya. Tapi mau bagaimana lagi. Ambisi Elon Musk ini jika terwujud bisa menguntungkan bagi umat manusia lain, wajar jika banyak yang mendukung.

Bayangkan jika kita, yang sehari-hari dirundung kesialan rutin bernama kemacetan, di masa depan bisa berpindah dari tempat satu ke tempat lain dalam waktu singkat.

Infografik Hyperloop Kereta Kapsul Kilat

Bagaimana dengan kenyamanan hyperloop? Seorang peneliti Matematika bernama Alon Levy termasuk yang sejak awal menolak gagasan Elon Musk. Levy menganggap hyperloop akan lebih buruk dari menumpangi roller coaster selama satu jam. Perut penumpang akan dibuat terguncang hingga muntah karena tekanan g-force pada kecepatan konstan apalagi saat menikung.

“Ini bukan transportasi, ini perjalanan yang bikin muntah,” kata Levy seperti dikutip news.com.au Oktober lalu.

Selain kenyamanan, Hyperloop juga masih menyisakan berbagai pertanyaan besar seperti soal keamanan penumpang, juga penggunaan energi yang lebih efisien. Sebagai sebuah teknologi baru, sangat wajar hyperloop menuai pro dan kontra, dan ini menjadi tugas Elon Musk untuk menjawab respons mereka yang nyinyir.

“Bila hyperloop ini sukses di suatu tempat, dan orang-orang melihat nyata hyperloop bekerja, saya pikir ini akan cepat menyebar ke penjuru dunia,” kata Elon Musk.

Jadi, sebelum benar-benar mampu mengirim manusia ke Mars, Elon Musk harus mampu membuktikan mengirim para penumpang hyperloop Dubai-Abu Dhabi dengan nyaman dan selamat. Supaya tak dianggap sekadar ambisius dan sesumbar, Musk harus mewujudkan slogan perusahaannya, Hyperloop One: “Be anywhere, move everything, connect everyone.”

Baca juga artikel terkait HYPERLOOP atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Teknologi
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Maulida Sri Handayani