tirto.id - Rakyat Thailand akan menggelar referendum pada Minggu (7/8/2016) untuk menyukseskan pemilihan umum (Pemilu) pada 2017 mendatang. Referendum tersebut berkaitan dengan konstitusi baru yang akan didukung junta militer sekaligus ujian pertama bagi popularitas junta yang dipimpin Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, sosok yang telah menekan aktivitas politik di Thailand sejak ia berhasil melakukan kudeta dan berkuasa di tahun 2014 silam.
Jajak-jajak pendapat memperlihatkan perolehan suara sedikit lebih banyak dari pendukung konstitusi baru tetapi sebagian besar pemilih masih belum menentukan pilihan. Tercatat 50 juta pemilih yang berhak memberikan suara dan Komisi Pemilihan menargetkan 80 persen di antara pemilih akan memberikan suara. Hasil-hasil awal diperkirakan diketahui pukul 20.000 waktu setempat.
Prayuth telah mengatakan ia tidak akan mengundurkan diri jika rakyat Thailand menolak konstitusi tersebut dan pemilihan umum akan berlangsung tahun depan bagaimanapun hasilnya.
"Kami perlu menyelenggarakan pemilihan umum pada 2017 karena itulah janji yang kita buat," kata dia menjelang pemungutan suara. "Tak ada konstitusi yang memuaskan rakyat 100 persen." Tentara telah menggulingkan pemerintahan-pemerintahan yang dipimpin keluarga Shinawatra dua kali dalam lebih satu dekade krisis politik di Thailand.
Para pengeritik mengatakan konstitusi itu adalah usaha militer untuk baik mengenai kegagalan mereka melarang mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra dan citranya yang populis dari perpolitikan Thailand setelah kudeta yang menglengserkannya pada 2006.
Sementara Thaksin tinggal di pengasingan, ia masih memiliki pengaruh kuat, khususnya dukungan dari pedesaan di bagian utara Thailand. Adik perempuannya Yingluck naik ke tampuk kekuasaan dengan meraih suara mayoritas pada 2011.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan