Menuju konten utama

Tes PCR India Murah, Kemenkes: Mereka Produksi Bahan Baku Sendiri

Kemenkes menjelaskan faktor penyebab tarif tes COVID-19 metode PCR Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan dengan India.

Tes PCR India Murah, Kemenkes: Mereka Produksi Bahan Baku Sendiri
Penumpang pesawat menjalani tes COVID-19 berbasis 'Polymerase Chain Reaction' (PCR) setibanya di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Kamis (1/7/2021). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf.

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkap faktor penyebab mengapa tarif tes COVID-19 metode polymerase chain reaction (PCR) Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan dengan India.

Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan faktor perbedaan tarif tes PCR itu karena ketersediaan bahan baku. "[India bisa murah] karena semua bahan baku India dari produksi sendiri," katanya saat dihubungi, Jumat (13/8/2021) malam.

Sedangkan tes PCR di Indonesia bahan bakunya tak semuanya diproduksi sendiri alias masih harus mengimpor dari negara lain. Sehingga menjadikan selisih harga yang cukup jauh dibandingkan India.

"[Kalau di Indonesia] sebagian besar impor tapi ada yang sudah buatan Indonesia. Tapi sebagian bahan bakunya masih impor," ujar Nadia.

Saat ini tarif tes PCR tertinggi adalah Rp900 ribu. Nadia mengatakan penentuan harga itu sudah berdasarkan masukan banyak pihak dan telah tertuang dalam Surat Edaran HK.02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time PCR.

"Sudah ada surat edaran tentang batas atas harga pemeriksaan PCR maupun antigen dan ini sudah dikonsulkan dengan banyak pihak," katanya.

Harga PCR di Indonesia itu jauh lebih mahal jika dibandingkan di India. Dilansir dari India Today harga tes PCR di India jauh lebih murah setelah pemerintah menurunkan harga tes untuk mendeteksi COVID-19. Harga tes PCR di India turun dari 800 rupee atau sekitar Rp150 ribu menjadi 500 rupee atau Rp96 ribu berdasarkan kurs hari ini.

Hasil survei akses dan layanan kesehatan di enam kabupaten kota di era pandemi COVID-19 yang dilakukan oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) menunjukkan bahwa mereka enggan melakukan tes COVID-19 lantaran biaya yang tinggi.

Survei dilakukan terhadap 540 responden perempuan di Semarang, Surabaya, Malang, Padang, Makassar dan Kabupaten Tangerang bekerja sama dengan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI). Setiap daerah terdiri dari 90 responden, salah satu temuannya menunjukkan bahwa mereka enggan melakukan tes COVID-19.

“Mayoritas responden itu tidak melakukan tes mandiri baik untuk dirinya maupun bagi keluarganya,” kata peneliti dari Lembaga Demografi FEB UI Primaldhi saat memaparkan hasil penelitian melalui daring, Jumat (13/8/2021).

Epidemiolog asal Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan harusnya testing bagian dari tracing atau pencarian kasus COVID-19 digratiskan oleh pemerintah. Kecuali bagi mereka yang hendak bepergian bisa menggunakan tes COVID-19 secara mandiri dan berbayar.

Kalau pun pemerintah tidak dapat menekan harga tes PCR, maka menurutnya tak bisa jadi alasan untuk tidak dapat meningkatkan kapasitas testing. Sebab, menurutnya, pemerintah dapat menggunakan metode testing antigen yang lebih murah.

“Kalau PCR enggak bisa diturunkan harganya ya pakai rapid tes antigen saja digratiskan, karena sudah banyak yang harganya 5 dolar AS ke bawah dan akurasinya tinggi. Keberhasilan negara-negara dalam meningkatkan kapasitas testing itu kuncinya,” kata Dicky.

Baca juga artikel terkait TES PCR atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri