Menuju konten utama
Hari Kusta 2023

Tema Hari Kusta Sedunia 2023, Prevalensi di Indonesia, & Sejarah

Tema Hari Kusta Sedunia 2023, prevalensi di Indonesia berdasarkan data terbaru, & sejarah di balik peringatan tersebut.

Tema Hari Kusta Sedunia 2023, Prevalensi di Indonesia, & Sejarah
Ilustrasi Hari Kusta Sedunia. (FOTO/iStockphoto)

tirto.id - Hari Kusta Sedunia 2023 diperingati pada Minggu, 29 Januari. Sejarah pemilihan hari tersebut berakar dari jejak kematian Mahatma Gandhi pada 1948. Tema World Leprosy Day tahun ini adalah "Act Now: End Leprosy". Prevalensi kusta di Indonesia masih cukup tinggi, bahkan menjadi negara penyumpang kasus terbanyak ketiga di dunia.

Peringatan Hari Kusta Sedunia diselenggarakan oleh organisasi-organisasi yang beranggotakan penyintas kusta, serta lembaga non-profit lain yang berfokus pada penyakit terkait.

Kusta menjadi penyakit yang sangat ditakuti saat ini karena dapat menimbulkan kecacatan fisik. Di samping itu, gejalanya juga kerap dianggap menjijikkan untuk sebagian orang.

Oleh karenanya, agenda tahunan ini memiliki arti penting untuk tidak lagi melakukan diskriminasi kepada para pasien penyakit kusta. Sebaliknya, pasien kusta justru memerlukan dukungan dan perhatian dari seluruh lapisan masyarakat agar segera sembuh.

Indonesia tidak terlepas dari masalah penyakit tersebut. Bahkan, setidaknya ada enam provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta. Prevalensi kusta di keenam provinsi tersebut masih di atas 1 per 10.000 penduduk.

Keenam provinsi tersebut yakni Papua Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Gorontalo. Di tingkat kabupaten/kota, total masih ada 101 kabupaten/kota yang belum eliminasi kusta.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 24 Januari 2022, Indonesia masih menjadi penyumbang kasus kusta nomor 3 di dunia setelah India dan Brazil. Di tahun 2021 ada 7.146 penderita kusta baru, dengan proporsi anak sebesar 11 persen.

Sejarah Hari Kusta Sedunia

Menelusuri jejak kemunculan kusta, penyakit ini diperkirakan sudah menghinggapi penduduk di India pada awal 600 sebelum masehi. Situs Medindia menyebut, penyakit kuno ini juga menyerang penduduk di China dan Mesir.

Kusta di Mesir muncul sejak tahun 4000 sebelum masehi. Kemungkinan bibit penyakitnya menyebar melalui Sungai Nil serta kebiasaan makan yang tidak higienis.

Kusta makin menyebarkan penularannya sampai Eropa. Pada abad ke-13, Inggris Raya terjangkit. Saking banyaknya jumlah penderitanya, kusta telah memenuhi persyaratan untuk disebut pandemi pada masa itu.

Di berbagai wilayah pada masa lampau, penderita kusta menjadi bulan-bulanan warganya. Mereka disuruh mengenakan pakaian khusus dan mesti membawa genta kayu sebagai peringatan bahwa penderita kusta sedang lewat. Singkatnya, penderita kusta tidak dimanusiakan pada masa itu.

Penderita kusta tidak boleh berada di tempat umum seperti pabrik, rumah ibadah, rumah kue, dan sebagainya. Mereka harus berjarak dengan orang yang sehat, bahkan saat makan bersama keluarga sendiri. Larangan lainnya yaitu tidak boleh berada di sumber air hingga melewati jalan sempit.

Untungnya, di balik semua diskriminasi itu terdapat tokoh penting dari India yang masih berbelas kasih terhadap penderita kusta. Dia adalah Mahatma Gandhi.

Sikap kemanusiaan yang dilakukan Gandhi telah mengetuk hati aktivis kemanusiaan Prancis bernama Raoul Follereau untuk menjadikan hari Minggu di pekan terakhir bulan Januari setiap tahunnya, untuk dijadikan peringatan Hari Kusta Sedunia. Peringatan ini bertepatan dengan hari kematian Gandhi pada 30 Januari 198 sebagai bentuk gerakan meniadakan diskriminasi untuk penderita kusta.

Penyakit Kusta dan Gejalanya

Kusta disebut pula penyakit Hansen atau lepra. Menyitat laman Perhimpunan Radiografer Indonesia (PARI), kusta merupakan penyakit menular menahun, dengan alur penularan yang tidak mudah. Pemicunya adalah bakteri Mycobacterium Leprae. Bakteri ini menyerang saraf tepi, kulit, dan jaringan tubuh lain.

Penyakit ini menular saat terjadi kontak terus-menerus dalam jangka panjang dengan pasien kusta tipe basah yang belum memperoleh pengobatan. Gejala khasnya adalah bercak putih seperti panu, luka terbuka, atau luka bakar yang diikuti sensasi kurang peka pada saraf yang terserang. Bercak tersebut tidak gatal dan tidak sakit, sering bersisik, serta muncul kemerahan akibat peradangan kulit.

Menurut laman RSUD Wates, pasien kusta dapat pula mendapatkan kecacatan dari sakitnya ini. Cacat yang mungkin terjadi yaitu kelopak mata tidak bisa menutup hingga kebutaan Bisa pula, pasien kusta mendapati telapak tangan mati rasa, jari kiting, jari memendek atau putus-putus.

Stigma yang berkembang di masyarakat, kusta disebabkan penyakit keturunan, kutukan, hingga balasan atas dosa. Inilah yang membuat pasien kusta dikucilkan dari masyarakat dan tidak memperoleh pengobatan yang tepat. Padahal, penyakit kusta dapat disembuhkan sehingga pasien tidak perlu sampai mendapatkan kecacatan.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Ilham Choirul Anwar

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Ilham Choirul Anwar
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Muhammad Fadli Nasrudin Alkof