tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memberikan tanggapan terkait permohonan praperadilan yang diajukan Irfan Kurnia Saleh, tersangka korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU tahun 2016-2017.
Irfan Kurnia Saleh merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dari unsur swasta pada kasus tersebut.
"Pada agenda kali ini, KPK akan menegaskan kewenangan KPK bersama TNI untuk menangani kasus korupsi yang melibatkan pihak sipil dan militer," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Jakarta, Senin (6/11/2017).
Menurut Febri, kerjasama KPK dan TNI merupakan salah satu strategi penting untuk memaksimalkan upaya pemberantasan korupsi, baik penindakan ataupun pencegahan di sektor militer.
"Jika korupsi terjadi, apalagi terkait pengadaan peralatan yang sifatnya vital di TNI tentu hal ini berisiko tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga berisiko lebih besar terhadap upaya mewujudkan keamanan dan juga rasa keadilan di tubuh TNI," kata Febri.
Oleh karena itu, kata dia, KPK mengharapkan proses praperadilan tersebut dapat memperkuat kerjasama KPK dan TNI dalam memerangi korupsi.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin hakim tunggal Kusno menggelar sidang lanjutan Irfan Kurnia Saleh dengan agenda jawaban dari pihak termohon dalam hal ini KPK.
Sebelumnya, dalam pembacaan permohonan pada Jumat (3/11/2017), tim kuasa hukum Irfan menyatakan penetapan kliennya itu sebagai tersangka tidak sah karena tidak pernah dilakukan pemeriksaan sebagai calon tersangka dan/atau ditetapkan sebagai tersangka sebelum dilakukan proses penyidikan oleh KPK.
Selain itu, Irfan Kurnia Saleh juga mempermasalahkan bahwa penetapan tersangka kliennya itu tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karena belum ada penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kemudian, tidak adanya Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Pertahanan dalam penyidikan perkara koneksitas terhadap Irfan Kurnia Saleh.
Sebelumnya, POM TNI menetapkan lima tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut Agusta Westland (AW)-101 di TNI Angkutan Udara Tahun 2016-2017.
Lima tersangka itu, yakni anggota TNI AU atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol administrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB selaku Asisten Perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.
KPK juga menetapkan satu orang tersangka dari unsur swasta dalam penyidikan kasus tersebut, yakni Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh.
Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU Tahun 2016-2017.
Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar.
Irfan Kurnia Saleh disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, pada April 2016, TNI AU mengadakan pengadaan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus, artinya proses lelang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang.
Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri juga diduga sebagai pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikuti proses pemilihan dengan menyertakan kedua perusahaan tersebut.
KPK menduga sebelum proses lelang dilakukan, tersangka Irfan Kurnia Saleh sudah melakukan perikatan kontrak dengan Agusta Westland sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak sekitar Rp514 miliar.
Pada bulan Juli 2016 dilakukan penunjukan pengumuman, yaitu PT Diratama Jaya Mandiri dan dilanjutkan dengan kontrak antara TNI AU dengan PT DJM dengan nilai kontrak Rp738 miliar. Pengiriman helikopter dilakukan sekitar bulan Februari 2017.
PT Diratama Jaya Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa peralatan militer non-senjata yang juga memegang lisensi dari Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisnis di bawah Peraturan Kontrol Ekspor peralatan militer dari AS dan Lisensi (Big Trade Business Licence "SIUP").
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri