Menuju konten utama
Pemilu Serentak 2024

Taktik Parpol Menuju 2024: Mengejar Efek Ekor Jas dari Kandidasi

Kunto menilai setiap partai pasti mencari efek ekor jas dari figur yang akan diusung sebagai capres.

Taktik Parpol Menuju 2024: Mengejar Efek Ekor Jas dari Kandidasi
Ilustrasi parpol. ANTARA/Mohammad Ayudha

tirto.id - Sejumlah partai politik mulai memanaskan mesin politiknya. Setelah muncul Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang digawangi Golkar, PPP, dan PAN, parpol lain kini juga melakukan hal yang sama: menjajaki mitra koalisi. Selain itu, juga melakukan konsolidasi internal dengan agenda rapat kerja nasional atau rakernas.

Selama Juni 2022 misal, tercatat sudah tiga partai yang melakukan konsolidasi internal lewat rakernas, yaitu Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan PDI Perjuangan. Namun, dari tiga parpol yang menggelar rakernas ini, baru Nasdem yang secara terang-terangan menentukan nama bakal calon presiden yang akan diusung pada Pilpres 2024.

Dalam rakernas yang berakhir pada Jumat, 15 Juni 2022, Nasdem mengumumkan tiga nama bakal calon yang akan diusung, yaitu: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh kemudian akan memilih satu nama serta akan ditawarkan ke partai lain untuk bangun koalisi.

“Insyaallah kita akan tetapkan 1, waktu dan tempatnya kita cari hari baik. Bulan baik. Bagi kita tidak ada satupun hal yang amat membuat kita terdesak. Karena apa? Saya nyatakan apa pun keputusan kita, kita ingin mencalonkan yang terbaik untuk kepentingan bangsa ini,” kata Paloh dalam pidatonya di penutupan rakernas.

PKS juga telah menyelesaikan rakernas mereka selama dua hari yang berakhir pada Selasa (21/6/2022). Bedanya, dalam rakernas tersebut, PKS tidak langsung mengumumkan nama kandidat bakal capres yang akan diusung dalam pemilu serentak mendatang.

“Nama-nama itu sementara belum kami ungkap ke publik,” kata Juru Bicara PKS, Al Muzammil Yusuf di Jakarta, Selasa (21/6/2022).

Alasannya, kata Al Muzammil, PKS fokus pada upaya dialog awal dengan partai politik lain untuk memenuhi ambang batas pencalonan presiden, yakni 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara nasional.

Sementara Presiden PKS, Ahmad Syaikhu memaparkan, ada 6 kriteria bakal calon presiden yang akan didukung partainya. Kriteria itu merupakan aspirasi dan usulan DPW PKS se-Indonesia dan akan diusulkan ke Majelis Syuro PKS.

Enam kriteria itu yakni harus berintegritas dan memiliki rekam jejak yang baik, berjiwa nasionalis, dan religius, serta mendapatkan dukungan rakyat yang tinggi. Selain itu, memiliki pengalaman dan kemampuan untuk memimpin dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, serta berkomitmen untuk menyatukan seluruh komponen anak bangsa dan melayani rakyat.

Meski tidak menyebut nama, toh PKS memberi sinyal nama-nama bakal calon presiden yang ingin didukung dalam rakernas. Wakil Ketua Majelis Dewan Syuro PKS, Sohibul Iman mengakui bahwa banyak kader partai ingin mendukung Anies sebagai bakal calon presiden 2024.

“Hasil survei, banyak pemilih PKS cenderung kepada Anies Baswedan,” kata Sohibul.

Namun, mantan Presiden PKS ini tidak memungkiri ada nama lain di luar Anies, yakni Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, hingga Ganjar Pranowo. Akan tetapi, hasil survei itu belum dapat dipastikan sebagai bakal calon yang akan diusung. Ia mengaku partai akan membuat forum rapat pimpinan nasional secara khusus untuk membahas poin tersebut. Terbaru, PKS membangun komunikasi dengan Partai Nasdem di Nasdem Tower, Rabu (22/6/2022).

Parpol lain yang sudah melakukan rakernas adalah PDIP. Dalam rakernas, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menegaskan tidak boleh ada kader PDIP yang bermannuver dan mengganggu wewenangnya untuk menentukan capres-cawapres sesuai amanat Kongres PDIP 2019 di Bali.

“Siapa yang berbuat manuver, keluar! Karena apa? Tidak ada di dalam PDI Perjuangan itu yang namanya main dua kaki, main tiga kaki melakukan manuver. Kenapa? Karena saya diberi oleh kalian sebuah hak yang namanya hak prerogatif, hanya ketua umum yang menentukan siapa yang akan menjadi calon presiden dari PDI Perjuangan. Ingat loh,” kata Mega dalam pidato pembukaan Rakernas II PDIP di Jakarta Selatan, Selasa (21/6/2022).

Mega pun tidak ragu-ragu untuk memecat kader partai bila ketahuan bermain-main. Ia menegaskan, langkah pemecatan dilakukan demi kepentingan dan kesolidan partai.

“Lebih baik keluar deh, daripada saya pecati loh kamu. Saya pecati loh. (...) semua orang biar tahu inilah organisasi dari sebuah partai yang namanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, yang mengikuti aturan partainya, dan solid bersama dengan rakyat," tegas Mega.

Sementara itu, Ketua DPP Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PDIP, Bambang Wuryanto kembali menegaskan bahwa Komisi Pemenangan Pemilu PDIP tidak membahas banyak soal capres-cawapres karena hal itu wewenang ketua umum.

“Kewenangan itu ada di Ibu Ketua Umum, kan, gitu bos. Jadi sudah clear, capres dan cawapres tidak ada dalam pembahasan komisi pemenangan pemilu dalam rakernas ini,” kata pria yang akrab disapa Bambang Pacul di sela-sela rakernas, Rabu (22/6/2022).

Bambang Pacul mengaku mendapat perintah dari Megawati untuk membahas soal pemenangan, tapi tidak membahas soal capres-cawapres. Mereka membahas soal strategi pemenangan dan konsolidasi akar rumpt untuk pemenangan pemilu.

Sedangkan PKB meski tidak melakukan rakernas, tapi tetap bergerak mencari mitra koalisi. Terbaru adalah manuver Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar yang bersilaturahmi ke kediaman Prabowo Subianto. Pertemuan PKB dan Gerindra ini menarik karena sebelumnya PKB berencana koalisi dengan PKS lewat nama “Koalisi Semut Merah.”

Partai Mulai Persiapan Strategi Pemilu 2024

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago menilai, momen rakernas adalah momentum partai untuk persiapan memasuki Pemilu 2024. Kondisi ini dilakukan parpol agar mereka tidak ketinggalan 'sekoci' saat poros-poros koalisi terbentuk.

“Jadi ada kemungkinan gerakan (...) partai politik menjelang pilpres ini terasa sekali aroma untuk bagaimana mereka segera untuk mempersiapkan membangun partai politik, mendesain peta politik, apakah itu partai koalisinya, apakah itu kandidasinya, itu sudah mereka detail, sudah mereka rancang secara terang dan jauh-jauh hari mereka sudah tidak mau ada ketinggalan,” kata Pangi kepada reporter Tirto.

Pangi juga menilai bahwa rakernas adalah mekanisme yang dilakukan tiap partai dalam menentukan manuver mereka dalam mengahadapi 2024. Manuver-manuver tersebut bisa membawa implikasi politik di Pemilu 2024. Sebagai contoh, partai yang berani mengumumkan kandidasi akan mengunci langkah partai lain dari sisi akseptabilitas atau elektabilitas yang mungkin tidak dirasakan partai lainnya.

Hal itu terjadi ketika Partai Nasdem mengumumkan tiga bakal calon capres mereka ke publik. Langkah Nasdem membuat partai besutan Surya Paloh itu menjadi menarik karena 'dikunjungi' partai-partai lain. Pangi sebut, hal ini membuat situasi turunan bahwa kutub Pemilu 2024 ada dua, yakni PDIP dengan Nasdem.

Pangi juga tidak memungkiri bahwa strategi-strategi yang diterapkan partai juga mengkalkulasikan kepentingan pemenangan pemilu legislatif. Ia beralasan, partai bisa saja secara asal membangun koalisi, tetapi pembentukan koalisi yang ideal adalah perlu mengkalkulasi apakah nama yang diusung layak dan membawa efek positif bagi partai.

“Kenapa? Karena calon presiden itu nanti akan punya efek terhadap elektabilitas partainya itu yang disebut efek ekor jas itu,” kata Pangi.

Pangi menilai, jika kandidat yang dipilih tepat, maka partai yang mengusungnya juga kecipratan elektabilitas. “Ada kemungkinan mereka mendapatkan keberkahan elektoral lebih besar sehingga ada kemungkinan mereka adalah pemenang pilpres sekaligus pemenang pileg," kata Pangi.

Situasi ini, kata Pangi, krusial bagi partai-partai yang sudah lama tidak berkuasa seperti Demokrat dan PKS. Mereka tentu tidak membangun koalisi sekadar kesamaan platform seperti ideologis dan chemistry, tapi juga membawa efek kemenangan besar dalam Pemilu 2024.

“Jadi mereka itu tidak hanya sekadar membangun koalisi, tapi juga berbicara tentang bagaimana memenangkan kontestasi ini. Maka nanti ketika Anies diusung, maka yang merasa paling dekat dengan Anies itu akan mendapatkan keberkahan elektoral dari Anies nanti,” kata Pangi.

Dosen Komunikasi Politik Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo pun memandang bahwa aksi partai politik beberapa waktu terakhir lewat pertemuan antar-ketua umum maupun rakernas adalah upaya untuk berstrategi dalam menghadapi pemilu. Ia melihat partai-partai mulai menghitung kandidat capres-cawapres yang maju dan kalkulasi pertarungan politik.

“Jadi ini pengondisian untuk bisa mendesain berapa calon presiden yang akan bertarung dan kira-kira siapa saja yang akan bertarung supaya nggak meleset,” kata Kunto saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (22/6/2022).

Kunto menambahkan, “Jadi ada yang masih menyembunyikan karena mereka merasa punya kartu truf atau seperti PKS atau PDIP yang merasa kartunya belum begitu kuat sehingga mereka menunggu main di bawah meja dulu. Jadi menurut saya ini bagian dari taktik menuju 2024.”

Kunto mengakui bahwa tiap partai pasti mencari efek ekor jas dari pencapresan. Sebagai contoh, Gerindra tengah membangun upaya untuk mendapat efek tersebut. Akan tetapi, tidak semua partai bisa mendapatkannya. Ia mencontohkan PKS yang sulit mendapat efek karena minim kader dengan ketokohan yang kuat.

Di sisi lain, ada pula partai yang memanfaatkan dengan upaya deklarasi bacalon seperti Nasdem. Aksi Nasdem, dalam kacamata Kunto, membawa efek positif karena Nasdem bisa mendapatkan efek berupa asosiasi logika publik terhadap ketiga bakal capres yang diumumkan di rakernas.

Semua langkah mencari efek elektoral, kata Kunto, tidak lepas dari upaya partai untuk mendapatkan benefit sebesar-besarnya dengan biaya politik kecil dalam Pemilu 2024. Kondisi ini semakin menguntungkan karena sudah tidak ada petahana. Ia mengingatkan bahwa publik Indonesia mayoritas lebih memilih tokoh dalam pemilu daripada partai. Kalau pun ada yang memilih partai, pemilih tersebut adalah loyalis partai.

Dengan demikian, kata Kunto, partai-partai akan bersiasat untuk mencari keuntungan secara maksimal. Mereka akan melihat kartu yakni kandidat maupun kekuatan internal partai demi memenangkan pemilu. Parpol pun bersiasat selayaknya bermain kartu dalam satu permainan demi memenangkan gim di 2024.

“Jadi ini kayak main kartu saja, mumpung enggak ada petahana, mumpung yang biasanya menang sudah enggak ada, semua orang berusaha mengoptimalkan kartu yang dia punya dengan berstrategi kapan membuka kartunya itu," kata Kunto.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz