Menuju konten utama

Surya Anta dan Lima Mahasiswa Papua di Tahanan Mako Brimob Sakit

Suar menyebut kondisi Surya Anta dan mahasiswa lainnya yang sedang ditahan di Mako Brimob sakit dan belum ditangani secara intensif.

Surya Anta dan Lima Mahasiswa Papua di Tahanan Mako Brimob Sakit
Ilustrasi Surya Anta Ginting. tirto.id/Sabit

tirto.id - Surya Anta dan kelima mahasiswa Papua yang ditahan di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat disebut mengalami berbagai rasa sakit parah selama ditahan. Hal ini dituturkan pendamping rohaniawan Pendeta Suarbudaya Rahadian saat kunjungan ke Mako Brimob, Jumat (4/10/2019) sore.

Kunjungan sore itu, kata Suar, dirinya bersama dengan kuasa hukum Michael Himan, profesor dari usat Kajian Politik LIPI Adriana Elisabeth, dan beberapa kerabat lainnya.

Salah satu yang sakit, kata Suar, adalah Dano Tabuni. Menurut dia, terdapat benjolan besar di dahi Dano dan seharusnya diperiksa ke dokter spesialis.

“Jadi memang semestinya diperiksa ke dokter yang ngerti, seperti dokter onkologi, yang ngerti kaya gitu. Itu semacam jaringan sel yang tumbuh. Dan itu membengkak ketika Dano demam atau pusing. Di dahi, kaya benjol agak besar. Memang bukan memar atau karena pukulan, tapi itu harus segera ditangani,” kata Suar saat dihubungi, pada Jumat (4/10/2019) sore.

Tahanan lain yang sakit berat adalah Surya Anta. Suar mengatakan saat membesuk Surya, keadaannya terdapat peradangan di telinga bagian kanan yang membikin Surya sangat merasa kesakitan.

Suar mengatakan Surya sempat dikunjungi oleh dokter umum, namun tak dirawat dan diobati dengan intensif.

“Itu menimbulkan panas tinggi, demam, dan membutuhkan pelayanan medis yang serius minimal ahli THT. Susah nguyah makan juga. Meriang juga. Selama ini hanya dikasih obat penahan sakit, kasih antibiotik, tapi enggak membantu. Telinga kanan Surya itu sempat tuli sangking parahnya,” kata dia.

Tak hanya Dano dan Surya, dua tahanan lainnya yang dalam keadaan tidak sehat adalah Ambrosius Mulait dan Issay Wenda. Ambros mengalami sakit gigi dan Issay sakit asam lambung, kata Suar.

“Intinya kesehatan mereka melemah dan menurun. Kami pengennya mereka dirujuk ke rumah sakit. Kami mendesak diberi pelayanan medis profesional, kalau perlu bawa ke rumah sakit. Karena udara lagi panas-panasnya, dan masih di ruang isolasi,” kata Saur.

Saur menambahkan “intinya ruangan mereka juga belum dipindahkan. Dengan keadaan sehat saja sudah sulit, apalagi dalam keadaan sakit.”

“Pak Dwi Asih (Kasubdit Kamneg di Ditreskrimsus) sih sudah mengiyakan akan ada dokter, tapi dokternya umum, padahal dokter umum sudah merekomendasikan ke THT, bahkan dirawat. Tanggal 1 kemarin pun keluarga kandung Surya Anta--istri dan ibu--menjenguk dan sampai sekarang enggak ada perkembangan,” kata dia.

Awalnya polisi menangkap enam aktivis Papua yakni Carles Kossay, Dano Tabuni, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Wenebita Wasiangge, dan Surya Anta. Penangkapan terjadi pada 30-31 Agustus 2019 lalu setelah mereka mengibarkan bendera Bintang Kejora di depan Istana Negara dua hari sebelumnya, 28 Agustus.

Keenam orang itu dijerat Pasal 106 KUHP dan Pasal 110 KUHP.

Sebelumnya, Tim Advokasi Papua--dengan kuasa hukum Michael Himan dan Nelson Simamora--mengadukan ke Kompolnas terkait penahanan aktivis Papua meliputi dugaan pelanggaran menghalangi akses bantuan hukum; pelanggaran prosedur penangkapan tersangka dan saksi; pelanggaran perlakuan dan penempatan tahanan; pelanggaran prosedur penggeledahan; dan pembatasan akses pada berita acara pemeriksaan.

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Argo Yuwono mengakui, ada sejumlah pembatasan akses hukum, karena pasal disangkakan terkait kemanan negara.

Ia mengacu pada Pasal 115 ayat 2 KUHAP yang menyatakan penasihat hukum dapat hadir dengan cara melihat, tetapi tidak dapat mendengar pemeriksaan terhadap tersangka bila kejahatan menyangkut keamanan negara.

Baca juga artikel terkait MAHASISWA PAPUA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Hukum
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Abdul Aziz