Menuju konten utama

Surpres Jokowi Dikirim ke DPR, KPK: Adab Negeri Ini Telah Hilang?

Jokowi mengirimkan surat presiden (surpres) kepada DPR RI untuk merevisi UU KPK pada Rabu, 11 September 2019.

Surpres Jokowi Dikirim ke DPR, KPK: Adab Negeri Ini Telah Hilang?
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo (dua kiri) didampingi Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Oce Madril (kiri) dan mahasiswa membawa poster di Kantor Pukat UGM, DI Yogyakarta, Rabu (11/9/2019). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/ama.

tirto.id - Presiden Joko Widodo resmi mengirim surat presiden (surpres) kepada DPR RI untuk melanjutkan pembahasan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menteri Sekretaris Negara, Pratikno mengatakan, surpres ini dikirim Rabu (11/9/2019). Pemerintah, kata dia, telah merevisi draf daftar isian masalah (DIM) RUU KPK yang diterima dari DPR RI.

"Surpres RUU KPK sudah diteken presiden dan sudah dikirim ke DPR ini tadi. Intinya bahwa nanti bapak presiden jelaskan detail seperti apa," kata Pratikno, seperti dilansir, Antara.

Revisi DIM, kata dia, agar tidak mengganggu independensi KPK. Namun, ia tak menjelaskan lebih lanjut mengenai DIM versi pemerintah.

Menurutnya, Jokowi berkomitmen menjadikan KPK independen dalam pemberantasan korupsi, sehingga punya kelebihan dibanding lembaga lainnya.

"Sepenuhnya presiden akan jelaskan lebih detail. Proses saya kira sudah diterima DPR," kata dia.

Surpres Jokowi nomor R-42/Pres/09/2019 yang menyetujui revisi UU KPK beredar di kalangan wartawan ditandatangani di Jakarta, yang isinya sebagai berikut:

"Merujuk surat ketua DPR RI nomor LG/14818/DPR RI/IX/2019 tanggal 6 September 2019 hal penyampaian Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ini kami sampaikan bahwa kami menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mewakili kami dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tersebut."

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif merespons surpres ini lewat cuitan di akun resminya:

"Yang dikhawatirkan oleh KPK RI akhirnya tiba juga. Surat Presiden tentang Persetujuan Revisi UU KPK telah dikirim ke DPR RI. KPK pun tidak diinformasikan pasal-pasal mana saja yang akan diubah. Apakah adab negeri ini telah hilang?

Dikonfirmasi terkait cuitan ini, Laode berpendapat, pimpinan KPK akan minta bertemu dengan pemerintah dan DPR. Mereka ingin meminta penjelasan terkait masalah ini.

"KPK juga menyesalkan sikap DPR dan pemerintah yang seakan-akan menyembunyikan sesuatu dalam membahas revisi UU KPK ini. Tidak ada sedikit transparansi dari DPR dan pemerintah," kata dia kepada Tirto.

"Ini preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia. DPR dan pemerintah berkonspirasi diam-diam untuk melucuti kewenangan suatu lembaga tanpa berkonsultasi atau sekurang-kurangnya memberitahu lembaga tertebut tentang hal-hal apa yang akan direvisi dari undang-undang mereka. Ini jelas bukan adab yang baik," imbuh dia.

Ia justru mengkhawatirkan cara seperti ini menimpa lembaga negara lain.

"Sebagai ilustrasi, mungkinkah DPR dan pemerintah akan melakukan hal seperti ini pada lembaga lain, seperti kepolisian atau kejaksaan atau lembaga-lembaga lain?" ungkapnya.

Sejak DPR RI mengusulkan revisi UU KPK, penolakan datang dari berbagai kalangan. Hari ini, 30 kampus yang memiliki Pusat Kajian Hukum dan Antikorupsi se-Indonesia berkirim surat kepada Jokowi untuk mengurungkan niat membahas revisi.

Ketua KPK, Agus Rahardjo pun masih menaruh harapan agar Jokowi tak berkirim surpres. Harapan kini pupus.

"Sebaiknya KPK itu singkatan dari Komisi Pencegahan Korupsi saja," kata dia menanggapi seandainya Jokowi setuju revisi.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Zakki Amali
Editor: Abdul Aziz