tirto.id - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo berharap kepada Presiden Joko Widodo tak mengirimkan surat presiden (surpres) kepada DPR RI, sehingga pembahasan revisi UU KPK tak berlanjut.
“Saya masih sangat berharap Bapak Presiden tidak mengirimkan surpres. Ini mudah-mudahanan Pak Presiden mendengarkan keluhan dari semua pihak,” kata dia di kantor Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta, Rabu (11/9/2019).
Menurut dia, Jokowi sudah pernah menjanjikan baik dalam kampanye Pilpres 2014 maupun 2019, untuk memperkuat KPK.
“Itu yang akan kita minta. Oleh karena itu, KPK juga mengirim surat agar Pak Presiden tak kirim supres,” kata dia.
Menurut Agus, bila revisi ini berlanjut, sebaiknya nama lembaga diubah dari ‘pemberantas’ jadi Komisi Pencegahan Korupsi.
“Seandainya revisi ini berjalan, saya belum tahu apa yang akan dilakukan. Kami akan bicarakan dulu dengan teman-teman di internal dan masyarakat yang selama ini mendukung,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan Jokowi, keberadaan KPK merupakan amanat Reformasi 1999 untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Bila revisi ini disetujui pemerintah, kata dia, maka Indonesia kembali ke era sebelum reformasi.
Alasan penolakan revisi UU KPK, kata Agus, dari sisi waktu tidak memungkinkan untuk mendapatkan UU yang baik. Masa waktu anggota DPR RI periode 2014-2019 tersisa kurang dari sebulan. Selain itu, prosesnya melanggar peraturan pembuatan perundang-undangan.
“Revisi semestinya memperkuat. Mestinya kami ditanya [sebelum revisi]. Tiba-tiba muncul tanpa ada berita. Kami terkejut. Ini tanpa ditanya sudah keluar [revisinya] apalagi anggota DPR yang baru dilantik 1 Oktober mendatang,” ujar Agus.
Diketahui, usai DPR RI menyetujui revisi UU KPK, kini pembahasannya menanti surat presiden. Saat ini Jokowi belum mengeluarkan surpres untuk pembahasan revisi.
Penulis: Zakki Amali
Editor: Irwan Syambudi