Menuju konten utama

"Suporter Ditonjok, Ditendang, dan Dipukul Pakai Bambu"

Saksi mata melihat bagaimana brutalnya anggota TNI mengeroyok suporter Persita di kompleks Lapangan Stadion Mini Persikabo.

Kericuhan antarsuporter terjadi pada akhir laga 16 besar Liga 2 2017 antara Persita Tangerang dan PSMS Medan di Stadion Mini Persikabo, Cibinong. FOTO/Istimewa

tirto.id - Seorang lelaki dengan kaus dan celana training berwarna cokelat, lengkap dengan topi dan penutup wajah (buff) hitam berlari mengambil sesuatu dari lapangan. Ia kemudian melemparkan benda yang diambilnya itu--kemungkinan besar batu--ke tribun stadion yang disesaki oleh kerumunan orang yang kebanyakan mengenakan pakaian berwarna ungu sebanyak dua kali. Setelah itu, pria berbadan tegak ini mundur perlahan sembari menggerak-gerakkan tangan, seperti menantang kerumunan tersebut untuk maju.

Adegan lain, empat orang dengan atribut yang sama seperti laki-laki pelempar batu, berpakaian serba cokelat dan berbadan tegap, mengeroyok satu orang berbaju ungu yang telah tersungkur di aspal. Pukulan menggunakan bambu diarahkan bertubi-tubi ke pria malang tersebut. Malah salah satu bambu terlihat reot, menandakan pukulan yang dilakukan sangat keras. Beruntung korban berhasil lolos setelah sebelumnya mendapat satu tendangan di rusuk bagian kiri.

Di video yang sama, beberapa suporter perempuan melarikan diri melalui pojok stadion yang pagarnya telah dijebol. Mereka mendapat bantuan dari dua orang laki-laki yang dari seragamnya diketahui merupakan anggota Satpol PP.

Demikian cuplikan adegan di beberapa video yang tersebar baru-baru ini. Keduanya direkam di kompleks Lapangan Stadion Mini Persikabo, 11 Oktober kemarin, pasca pertandingan PSMS Medan kontra Persita Tangerang yang berakhir dengan skor 1-0. Para pelaku pengeroyokan ini diketahui merupakan tentara dari Divif 1 Kostrad Cilodong.

Baca juga: Sipil Versus Militer di Sepakbola

Tentara-tentara ini bisa hadir di tribun penonton sekaligus menjadi suporter PSMS bukan tanpa sebab. Keduanya direkatkan secara struktural melalui tokoh bernama Edy Rahmayadi, kini menjabat sebagai Ketua Umum PSSI, pembina PSMS Medan sejak 2015. Edy juga merupakan Ketua Umum PS TNI, klub sepak bola profesional milik Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang didirikan juga pada 2015 untuk menyambut Piala Jenderal Sudirman.

Kebringasan tentara ini memakan belasan korban. Suporter Persita bernama Banu Rusman, pelajar STM PGRI Serpong, usia 17 tahun asal Serpong, Tangerang Selatan, harus meregang nyawa setelah mengalami pendarahan otak.

Tirto menghubungi beberapa suporter Persita yang ada di lokasi untuk tahu bagaimana sebenarnya pengeroyokan ini bermula.

Dimas Nur Setianto, Koordinator Wilayah Tangerang Selatan Viola Wayang Persita, mengatakan bahwa semua bermula ketika istirahat babak pertama, tentara yang ada di tribun suporter PSMS mengejek persita dengan chant "ungu itu janda". Ejekan terus dilontarkan hingga pertandingan selesai.

Setelah wasit meniup peluit panjang tanda pertandingan selesai, beberapa suporter Persita (Ultras Casual) masuk ke lapangan untuk memprotes manajemen. Hasil akhir 0-1 membuat tim kesayangan mereka gagal lolos ke babak perempat final Liga 2.

"Lalu di tribun selatan ada kejadian lempar-lemparan. Nah di situ tentara mulai ngamuk membabi buta. Suporter ditonjok, ditendang, dan dipukul pakai bambu. Sampai-sampai pintu stadion mereka suruh ditutup agar kami tidak bisa keluar lapangan. Yang lolos ke luar lapangan pun ditonjok," ujar Dimas kepada Tirto, Kamis (12/10) malam.

Dimas tidak bisa memastikan siapa yang melakukan pelemparan terlebih dulu. Tapi yang jelas, provokasi pertama kali dilakukan tentara dengan menyanyikan "ungu janda".

Baca juga: Sepakbola di Balik Topi Baja

Hal serupa dikatakan oleh suporter Persita lain, Fajar Noviyanto. Menurutnya, beberapa suporter Persita turun menuju ke arah bangku pemain Persita dengan membawa spanduk yang tulisannya tidak begitu terlihat.

"Waktu saya melihat ke arah tribun timur sudah terjadi saling lempar batu antara suporter PSMS dan Persita. Suporter PSMS hampir semua keluar dari tribun mengejar, memukuli, dan melempar batu ke suporter Persita yang ada di dalam lapangan maupun yang masih di atas tribun," kata Fajar.

Polisi tidak bertindak sama sekali ketika kerusuhan dan pengeroyokan terjadi. Mereka hanya diam dan melihat, sama sekali tidak melerai, atau misalnya menembaki gas air mata sebagaimana mereka biasa membubarkan aksi massa.

"Padahal saya lihat sendiri polisi sudah siap. Waktu akhir babak pertama, sekitar 10 polisi duduk di samping saya persis. Beberapa bawa gas air mata. Waktu di bawah (ketika kejadian) mereka bawa tameng dan helm. Lengkap seperti mau jaga orang demo," ujar Fajar.

Baca juga: Revolusi RI: Saat Jagoan dan Preman Menjadi Tentara

Tapi Dimas dan Fajar masih sedikit beruntung ketimbang Dani, suporter Persita yang lain. Dani kena pukul dan tendangan dua kali saat menyelamatkan diri keluar stadion. Dani terkena bogem mentah bagian kuping kanan, dan tendangan di tulang kering kaki kanan serta punggung. Memarpun tidak terhindarkan. Pelaku ada dua orang, dan Dani memastikan bahwa keduanya adalah tentara.

"Bisa saya pastikan yang melakukan pemukulan ke saya itu aparat TNI dari ciri-cirinya. Mereka berseragam olahraga Kostrad dan mengenakan sepatu running, bercukuran cepak, dan dari perawakannya sepertinya tentara baru," kata Dani.

Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) berjanji mendalami kasus tewasnya suporter Persita Tangerang diduga akibat terlibat keributan dengan pendukung PSMS Medan dalam laga Liga 2 yang digelar di Stadion Mini Persikabo, Bogor, Rabu (11/10).

"PSSI akan mendalami kasus yang sangat serius ini. Komisi Disiplin segera bersidang untuk membuat keputusan yang tepat terkait peristiwa itu," ujar Wakil Ketua Umum PSSI Joko Driyono kepada Antara di Jakarta, Kamis.

Baca juga artikel terkait KERUSUHAN SUPORTER atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Olahraga
Reporter: Rio Apinino
Penulis: Rio Apinino
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti