Menuju konten utama

Sudah Banyak Korban, tapi Penanganan Judol Kok Masih Stagnan

Dalam penanganan judol, pemerintah terkesan terlalu fokus pada masalah di hilir. Gembong judol malah tak tersentuh.

Sudah Banyak Korban, tapi Penanganan Judol Kok Masih Stagnan
Kabid Humas Polda Banten Kombes Pol Didik Hariyanto (tengah) dibantu staf memperlihatkan barang bukti print akun judi online saat konferensi pers di Mapolda Banten, Serang, Banten, Rabu (27/9/2023). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/nym.

tirto.id - Api yang berkobar dalam sebuah rumah di Kompleks Asrama Polres Mojokerto, Sabtu (8/6/2024) pagi, menjadi bukti bahwa pemerintah belum berhasil memberantas jerat laknat judi online (judol). Rumah itu ditempati dua orang anggota polisi yang juga pasangan suami-istri, Briptu RDW (27) dan Briptu FN (28), serta tiga anak mereka yang masih balita.

Sabtu pagi itu, api membakar 96 persen tubuh Briptu RDW. Pemantiknya adalah sang istri sendiri, Briptu FN. Lantaran kesal memuncak akibat ulah RDW yang keranjingan judol, FN menyiram bensin dan menyulut api ke tubuh RDW.

Sempat dilarikan ke rumah sakit, tapi nahas nyawa RDW tak terselamatkan. FN sendiri sudah ditetapkan menjadi tersangka dan ditangani Polda Jawa Timur.

Kapolres Mojokerto, AKBP Daniel S. Marunduri, saat dikonfirmasiTirto, Senin (10/6/2024), menyatakan bahwatragedi itu bermula saat FN mengecek saldo ATM milik RDW. FN mendapati uang masuk dari gaji ke-13 senilai Rp2,8 juta cuma tersisa Rp800 ribu.

Hal ini lantas memantik pertikaian di antara keduanya. FN menyebut RDW menghabiskan uang kebutuhan keluarga untuk melayani tabiatnya bermain judol.

Peristiwa nahas tersebutmenjadi bukti kesekian bahwa jerat judol bisa lebih mematikan. Kasus-kasus tragis yang dipicu lilitan judol belakangan memang marak bermunculan. Tak tanggung-tanggung, nyawa manusia sendiri yang akhirnya harus dipertaruhkan.

Pada April 2024, Letnan Satu Dokter Eko Damara (30), dokter di Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan Mobile RI-PNG Yonif 7 Marinir, mengakhiri hidupnya karena terjerat utang yang diduga akibat aktivitas judol. Utang Eko disebut mencapai Rp819 juta dan terdapat jejak aplikasi judol di ponsel miliknya.

Kejadian serupa juga diduga menimpa prajurit Kostrad berinisial PSG pada Mei 2024. PSG ditemukan meninggal di kamar observasi Rumah Sakit Lapangan Yonkes 1/YKH/1 Kostrad, Desa Cimandala, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor. Prajurit tersebut diduga bunuh diri karena terlilit utang akibat bermain judol.

Masih di bulan Mei 2024, kejadian miris akibat judi online juga membuat gempar Berau, Kalimantan Timur. Pasalnya, seorang ibu berinisial M (52) menghabisi nyawa anak sendiri lantaran kesal kerap dimintai uang untuk bermain judol. Korban berinisial EJ (29) disebut merupakan pemuda pengangguran yang sering memaksa ibunya memberikan uang.

Kemenangan Adalah Jebakan

Kriminolog dari Universitas Indonesia (UI), Yogo Tri Hendiarto, menyatakan bahwa judol terus eksis dan menjebak masyarakat karena ia terorganisasi.

Cara kerja judol memang menjebak korban dengan iming-iming kemenangan di awal bermain. Lantas lama-kelamaan mereka akan dibuat kalah. Namun, karena ingin merasakan sensasi kemenangan di awal, korban akan terus bermain sampai menang.

Judol punya risiko mengikat korban potensial menjadi adiksi sehingga berbagai cara dilakukan, sampai uang belanja keluarga disikat untuk modal judi. Konstruksi pikirnya, mereka pakai sedikit-sedikit sehingga tidak rugi, tahunya dilakukan berulang,” kata Yogo kepada reporter Tirto, Selasa (11/6/2024).

Judol menjebak masyarakat dengan daya pikat bisa memberikan keuntungan cepat. Ia yang memberi ilusi keuntungan besar dengan risiko kecil. Padahal, bahaya serius mengintai para pemain judol.

Dari judol, barulah ke pinjol [pinjaman online] lalu dikejar-kejar orang. Dikejar lintah darat dan sebagainya hingga akhirnya depresi dan bunuh diri,” ujar Yogo.

Dalam kasus istri bakar suami di Mojokerto, Yogo menyarankan agar aparat penegak hukum dan media tidak serta-merta melihat hal ini dari satu sisi. Dia menduga bahwa kejadian tersebut tidak semata-mata terjadi karena judol, tapi terdapat faktor lain.

Bisa jadi ada variabel lain, yang pastinya menyebabkan akumulasi kejadian itu. Misalnya, ada masalah domestik, seperti KDRT, atau pembagian peran yang tidak adil antara suami dan istri, atau isu romansa dan lain-lain. Jadi, jangan semata viktimisasi perempuan hanya karena disebut suami judol,” jelas Yogo.

Di sisi lain, Yogo mempertanyakan kinerja dan keseriusan pemerintah dalam memberantas judol. Pemerintah dinilai belum berani menyentuh aktor utama di balik bisnis judol sehingga hal semacam itu berulang terjadi.

Buktinya, kasus artis-artis yang sempat dipanggil karena promosi judi online seakan menguap begitu saja,” tutur Yogo.

Sementara itu, psikolog klinis Veronica Adesla mengungkap bahwa permainan judol memang berdampak pada kesehatan mental. Pasalnya, judol bisa menimbulkan adiksi yang ditandai dengan gelisah, gagal mengendalikan diri, menambah angka taruhan judi, hingga sering berbohong.

Berbohong untuk menutupi kegiatan berjudi. Mempertaruhkan atau kehilangan hubungan dekat, pekerjaan, ataupun sekolah atau kesempatan kerja karena berjudi,” kata Vero, sapaan akrabnya, kepada reporter Tirto, Selasa (11/6/2024).

Individu yang mengalami kecanduan judol akan memiliki kesulitan mengendalikan kecanduan mereka dan terus melakukannya, meski mengakibatkan masalah yang signifikan dalam hidup. Masalah itu antara lain terlibat dalam pinjol, kehilangan keluarga, terlibat dalam kasus hukum, dan sebagainya.

Salah satu dampak dari judi online adalah perubahan kepribadian, seperti lebih mudah marah, pendiam, menarik diri, tidak jujur, berbohong, bersikap defensif, banyak alasan, atau terkesan menutupi sesuatu,” ujar Vero.

Berdasarkan data NCBI National Library of Medicine(2019), kata Vero, sebesar 78 persen pelaku judol mengalami perburukan kesehatan fisik. Mereka mengalami masalah kesehatan jantung, takikardia, angina, masalah tekanan darah, hingga berat badan turun. Selain itu, kesehatan mental dan kesejahteraan diri juga memburuk yang ditandai dengan stres emosional.

Pemikiran bunuh diri dialami lebih dari 50 persen responden dan percobaan bunuh diri ada sebanyak 17 persen,” tutur dia.

Gambaran tersebut tentu sinyal buruk dan, mirisnya, hal-hal semacam itu makin sering terjadi di sekitar kita. Dampak judol yang kian mengancam kehidupan masyarakat jelas bukan perkara remeh.

Masalahnya, hasil survei Tirtobersama Jakpat pada November 2023 lalu menunjukkan ada sekitar 32 persen responden yang mengaku pernah setidaknya sekali mencoba judol. Itu berarti hampir 1 dari 3 orang pernah mencoba bermain judol.

Sementara itu, temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merekam adanya dana mencapai Rp190 triliun dalam 156 juta transaksi antara 2017-2022 yang terindikasi masuk dalam perputaran uang judol. Dalam periode lima tahun tersebut, terdapat tren kenaikan dua kali lipat setiap tahunnya.

Penanganan Belum Efektif

Persoalan judol juga menjadi topik panas di DPR, terlebih dengan adanya kasus istri membakar suami akibat lilitan judi. Anggota Komisi I DPR, Nurul Arifin, mempertanyakan efektivitas langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam memberantas judol.

Pasalnya, transaksi judol di awal 2024 mencapai nominal yang menghebohkan, yaitu sebesar Rp100 triliun. Hal itu disampaikan Nurul dalam rapat kerja Komisi I DPR RI dengan Kemenkominfo, Senin (10/6/2024).

Rapat yang lalu tanggal 19 Maret, Bapak (Menkominfo Budi Arie Setiadi) mengatakan bahwa Kominfo sudah memblokir 800 ribu judi online.Namun, perputaran pada 2023 itu sebesar Rp327 triliun. Transaksi (judi) online kembali terjadi antara bulan Januari sampai Maret 2024 telah mencapai 100 triliun (rupiah). Berarti sudah efektif belum?” cecar Nurul.

Menkominfo, Budi Arie Setiadi, menyatakan turut berduka atas peristiwa nahas yang terjadi akhir-akhir ini karena judol, seperti kasus bunuh diri dan istri membakar suami.

Saya baca beritanya. Siapa yang melakukan, istrinya ya. Ternyata perempuan itu lebih kejam dari lelaki ya. Ini tanpa gender stereotype loh. Yang ibu, yang istrinya membunuh suaminya polisi, walaupun sekitar tiga minggu lalu Letkol TNI bunuh diri karena utang judi online Rp900 juta,” kata Budi.

Budi mengakui bahwa permasalahan judol tidak bisadiselesaikan hanya oleh kementeriannya saja karena sistemnya berbasis internet yang sifatnya lintas negara.

Presiden Joko Widodo, kata Budi, sudah membentuk Satgas Judi Online yang diketuai Menkopolhukam, Hadi Tjahjanto. Budi sendiri menjabat sebagai ketua bidang pencegahan, sedangkan Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo, sebagai ketua bidang penindakan. Budi mengatakan bahwa pihaknya hanya bertugas mencegah dan men-take down situs judol saja.

"Tapi, yang lain-lain mesti ditangani institusi lain, OJK, BI, karena sistem pembayaran dan sebagainya. Ini lintas sektoral termasuk luar negeri,” tutur Budi.

Direktur SAFEnet, Nenden Sekar Arum, menyayangkan respons Budi yang justru dinilai tidak menyelesaikan masalah judol. Alih-alih menjelaskan secara jelas strategi pemerintah, Budi malah memberikan komentar bernada misoginis pada perempuan yang terdampak efek jahat judol.

Seolah-olah perempuan menjadi salah saat mereka merespons situasi yang sebenarnya berbahaya bagi kehidupan mereka. Karena, dampak judol itu bukan cuma dari ekonomi ya, tapi bisa berlanjut. Namun, ketika perempuan merespons hal tersebut, malah disalahkan,” kata Nenden kepada reporter Tirto, Selasa (11/6/2024).

Nenden mengakui bahwa pemerintah memang telah bergerak menangani judol, salah satunya dengan pembentukan satgas. Kendati demikian, pemerintah masih saja berfokus melakukan pemberantasan masalah di hilir sehingga tidak menyentuh akar masalah di hulu.

Belum kelihatan upaya efektif pemerintah mencari langsung sumber atau gembong utama dari judi online. Jadi, baru fokus di hilir, tapi hulunya belum digarap dengan serius,” ujar dia.

Menurut Nenden, jika cuma memblokir situs judol semata, tentu akan lahir ratusan laman baru yang menawarkan aktivitas haram ini. Dalam menangani persoalan ini, pemerintah agaknya juga belum melihat dampak judol pada kehidupan sosial secara holistik dan komprehensif. Termasuk, adanya konflik relasi sosial dalam keluarga atau masyarakat.

Kita belum melihat cara dan strategi yang berhasil dari pemerintah dalam menangani judi online,” tegas Nenden.

Baca juga artikel terkait JUDI ONLINE atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Hukum
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Fadrik Aziz Firdausi