Menuju konten utama

Strategi Polri Antisipasi Potensi Konflik di Pilkada Papua 2018

Strategi kepolisian menangani potensi konflik Pilkada Papua 2018 dengan menjalin kerja sama Polri dengan TNI dan aparatur sipil lain di sana.

Strategi Polri Antisipasi Potensi Konflik di Pilkada Papua 2018
Juru Bicara Divhumas Polri Kombespol Slamet Pribadi memberikan pemaparan diskusi terkait Pilkada Papua 2018 di Media Center KPU Pusat, Jakarta, Rabu (31/1/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Wilayah Papua mendapatkan perhatian khusus dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 terkait potensi konflik. Langkah ini menindaklanjuti pelaksanaan pada pilkada 2017 lalu yang menelan korban karena timbul kekerasan.

Humas Polri Kombes Polisi Slamet Pribadi mengatakan potensi konflik di daerah Papua didorong karena faktor demografis dan geografisnya. Hal itu membuat masyarakat Papua minim edukasi mengenai praktik politik, hak pemilihan, dan ketentuan memilih calon pemimpin. Akibatnya, konflik kekerasan rentan disulut dari situasi ini.

"Secara geografis dekat dengan Papua Nugini, dimana saudara-saudara kita yang berbeda pandang masuk ke Papua, dari Papua Nugini. Inilah potensi kerawanan," ujar Slamet di kantor KPU Pusat Jakarta pada Rabu (31/1/2018).

Strategi kepolisian dalam menangani potensi konflik ini yaitu dengan menjalin kerja sama Polri dengan TNI dan aparatur sipil lain yang ada di sana. Lalu, Polri dan TNI jalin kerja sama dengan stakeholder terkiat pelaku-pelaku politik yang ada di Papua.

"Semua bersinergi mengatasi persoalan keamanan yang ada dalam Pilkada," ucapnya.

Kerja sama Polri dengan TNI dikatakannya telah dijalin sedari masa kampanye dengan adanya pasukan khusus atau pasukan operasional. Hanya saja untuk adanya penambahan pasukan dari TNI, bisa sewaktu-waktu saat dibutuhkan.

"Pergerakan pasukan itu secara eskalasi yang dibutuhkan dan ada prosedur. Jangan sampai ada menimbulkan kengerian seperti mau perang," kata dia.

Dalam prosedur pergerakannya, Slamet menyampaikan, komando kepala Polri adalah menekankan adanya pencegahan dengan mengedepankan faktor kearifan lokal dari sosial masyarakat Papua sendiri.

"Pilkada ini gawe besar masyarakat. Tidak boleh dengan Pilkada malah merusak apa yang sudah kita bangun dan sedang bangun. Apa yang sudah kita pelihara jangan dirusak karena ini milik bersama. Ya sudah kalau berbeda pandangan berbeda visi dan misi. Jangan ada ujaran kebencian," terangnya.

Keamanan sosial menurutnya sangatlah penting dan syarat untuk kesejahteraan masyarakat. Karenanya, ia menekankan agar pelaku partai politik turun tangan memberikan edukasi kepada masyarakat Papua. Dengan begitu, kontestasi politik dapat dirayakan dengan damai dan aman, tanpa timbul korban lagi.

"Imbauan kepolisian untuk aktor-aktor politik, stakeholder yang berhubungan dengan pilkada mulai hari ini lakukan sosialisasi, diseminasi informasi, dan edukasi gimana sih bermain politik itu bagaimana Pilkada itu, gimana sih memilih calon itu. Mulai hari ini!" tegasnya.

Ia mengimbau agar jangan sampai ada lagi masyarakat menjadi korban. Sebab, Slamet memaparkan, ambisi menarik massa secara emosional untuk mendukung dapat menghalalkan segala cara untuk menang dan tidak bisa menerima kekalahan secara sportif.

"Pelaku politk sangat penting, aktor di sini sangat penting, KPU. TNI dan Polri jelas pegang teguh [menjaga keamanan situasi] karena mereka aparatur negara, pelaksana UU," ucapnya.

Namuan, ia tidak mau menyudutkan dengan mengklaim bahwa praktik politik di Papua adalah sumber konflik utama.

"Enggak bisa gitu. Semua hal itu jadi potensi kerawanan. Kita enggak bisa menyudutkan satu dua orang. Semuanya enggak boleh underestimate, semua harus bekerja sama untuk keamanan menjelang, saat, dan pasca-Pilkada," tandasnya.

Baca juga artikel terkait PILKADA PAPUA 2018 atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Politik
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yuliana Ratnasari