tirto.id - Presiden Joko Widodo mengeluh harga bahan pokok masih tinggi di tengah pandemi COVID-19. Ia bilang, kondisi di lapangan kerap berbeda dengan yang dilaporkan para menterinya.
Ia menyoroti pergerakan harga gula yang masih bertengger di kisaran Rp19 ribu per kg atau jauh di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp12.500 per kg, serta kenaikan harga daging sapi, cabai rawit, cabai merah, bawang merah, bawang putih hingga pekan kedua April 2020.
Parahnya lagi, harga beras naik 0,4 persen di tengah turunnya harga gabah hingga 5 persen. Lantaran itulah, ia menuding ada oknum yang bermain di tengah rantai distribusi petani dan konsumen tersebut.
“Saya enggak tahu ini dari Kementerian Perdagangan apa sudah melihat lapangan bahwa ini belum bergerak,” kata Jokowi, Selasa (21/4/2020) seperti dikutip dari Antara.
Menanggapi keluhan itu, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengaku telah melakukan sejumlah langkah untuk menahan laju kenaikan harga bahan pangan. Beberapa di antaranya, kata dia, memperlonggar ketentuan importasi gula, daging, hingga bawang putih dan bombai.
Hanya saja, ada bottle neck pada jalur distribusi sehingga kelangkaan tetap terjadi di sejumlah pasar. “Proses [pengiriman] ke distributor agak terlambat,” ucap Agus dalam keterangan resmi, Sabtu pekan lalu (18/4/2020).
Khusus harga daging, kendalanya adalah pembatasan ekspor dari sejumlah negara asal karena adanya wabah. “Kalau negara tersebut memang lockdown, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Ini menyangkut masalah safety,” ucap Agus.
Merujuk Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), harga gula hingga pekan ketiga April 2020 berada di kisaran Rp18.400 per kg atau mengalami tren kenaikan sejak awal Maret 2020 yang berada di harga Rp15.400 per kg.
Adapun harga beras masih konsisten di angka Rp11.950 per kg hingga pekan ketiga April 2020 atau lebih tinggi dari HET beras di Jawa-Sumatra yang berada di kisaran Rp9.450 per kg.
Harga daging sapi konsisten tinggi di angka Rp117-118 ribu per kg. Harga bawang putih juga sama tetap tinggi di angka Rp41 ribu per kg dan hanya turun sedikit dari posisi akhir Maret 2020 Rp45.100 per kg, padahal HET-nya berada di kisaran Rp32 ribu per kg.
Pemerintah Dinilai Lamban
Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh tak kaget dengan fenomena tingginya harga beras akhir-akhir ini. Ia bilang permintaan beras sedang tinggi-tingginya, terlepas saat ini sedang panen raya.
Di sisi lain, pengadaan pangan seperti beras saat ini harus berhadapan dengan peningkatan biaya tenaga kerja dan pengangkutan.
Pemerintah daerah dan lembaga sosial bahkan berebut pasokan beras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam rangka Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). “Jadi ini [karena] banyak permintaan. Pada saat pasokan tinggi harga justru meningkat,” ucap Tri, seperti dikutip dari Antara.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah menilai persoalan tingginya harga pangan seperti gula, daging sapi, bawang putih-bombai justru disebabkan pemerintah sendiri.
Ia bilang tak dapat dipungkiri ada banyak tarik ulur perizinan impor maupun koordinasi antara Kemendag-Kementan yang menyebabkan bahan pokok terlambat masuk ke Indonesia. Meski pemerintah akhirnya membuat banyak kemudahan di Maret 2020 lalu, itu tidak banyak berefek. Nasi sudah menjadi bubur karena birokrasi lembaga pemerintahan keras kepala.
“Kalau itu karena impornya telat. Jadi sudah terlanjur,” ucap Rusli saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (22/4/2020).
Buktinya, pengajuan izin impor gula, bawang putih, dan daging sapi yang dilakukan Bulog sejak November 2019 dan Januari 2020 baru diteken Kemendag Maret 2020. Praktis saat impor mau dilakukan, banyak negara sudah menutup pintu ekspor dan pasokan dalam negeri tak tertolong.
Yang masih bisa diperbaiki saat ini, kata Rusli, adalah distribusi agar jangan sampai menimbulkan kenaikan harga lagi. Hal ini berlaku buat pasokan beras dan pangan lainnya yang berasal dari impor.
Ia mengatakan pemerintah harus menjamin pasokan pangan bisa sampai ke tangan konsumen, terlepas adanya PSBB dan toko-toko di pasar tutup. “Baik sengaja atau tidak disengaja. Ini jadi tugas satgas pangan,” imbuhnya.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) Abdullah Mansurijuga menyayangkan telatnya izin Kemendag dan rekomendasi Kementan untuk impor pangan. Menurutnya, mereka sudah sepatutnya menyiapkan dari jauh-jauh hari.
Mansuri bilang mereka beruntung saat ini permintaan belum terlalu tinggi apalagi ditekan PSBB. Namun, jika keduanya tak segera berbenah dan mencari solusi, ia khawatir lonjakan harga jelang puasa dan lebaran tidak terkontrol karena telat diantisipasi.
Sementara untuk pasokan beras, menurutnya situasi jauh lebih baik karena kenaikan harga bisa lebih mudah diantisipasi karena produksi dalam negeri seharusnya cukup. Hanya saja itu tergantung dari bagaimana kedua lembaga memastikan kelancaran distribusi.
“Ini sindiran ke menterinya. Mendag dan Mentan memang harus mengevaluasi diri. Ini teguran agar Menteri lebih serius menanggapi persoalan pangan,” tutur Mansuri saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (22/4/2020).
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana