tirto.id - Beberapa perwakilan sopir angkot Tanah Abang mendatangi Balai Kota untuk memberikan somasi kepada Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Abdul Rosyid, salah seorang sopir trayek M-08 (Tanah Abang-Kota), mengungkapkan, persoalan yang ingin disampaikan masih sama, yakni penutupan Jalan Jati Baru Raya, Tanah Abang.
Rosyid juga pernah mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SKPT) Polda Metro Jaya untuk mengadukan kebijakan penataan Tanah Abang. Namun, kata dia, laporannya justru tidak diterima oleh kepolisian.
Ia bahkan mengancam akan menggugat Pemprov ke Pengadilan Perdata jika tidak segera membuka kembali jalan tersebut. "Kalau keputusan itu tidak digubris, saya akan masuk ke pengadilan," ujarnya di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (7/3/2018).
Rosyid merupakan salah satu sopir angkot yang pernah berdialog dengan Wakil Gubernur Sandiaga Uno soal penataan kawasan Tanah Abang di Balai Kota.
Waktu itu, ia dan beberapa sopir lainnya merundingkan solusi terbaik agar para sopir angkot bisa kembali mengambil penumpang di Jati Baru, depan stasiun Tanah Abang.
Setelah perundingan itu, Rosyid memberikan keterangan pers kepada pewarta di Balai Kota bahwa para sopir angkot menerima tawaran Pemprov untuk bergabung ke program OK-Otrip.
Namun, pikirannya berubah lantaran program itu dinilai tidak menguntungkan para sopir angkot. Sistem OK-Otrip dengan target perjalanan 190 km per hari itu dianggap mustahil bagi angkot trayek Tanah Abang yang rata-rata memiliki rute pendek.
"Ritase saya 10 kilometer, kalau setengah hari 5 kali keliling cuma 50 km. Kalau pagi sampai sore paling 10 kali. Armada itu ada ada 260 unit di trayek saya, tapi untuk OK Otrip cuma 90. Sisanya kemana?" tuturnya kesal.
Ia memperhitungkan, dalam satu hari, jarak tempuh angkot M-08 yang dibawanya hanya mencapai 100 kilometer. Selain itu, pemilik angkot juga bisa merugi karena tarif yang ditawarkan Pemprov DKI per kilometernya hanya Rp3.459. Padahal dalam perhari mereka bisa mendapatkan Rp150 ribu per hari dari tiap sopir angkot. Sehingga mereka menilai setoran dari OK-Otrip yang mereka terima per bulan bisa lebih kecil.
"Saya kan trayeknya Tanah Abang-Kota. Pemerintah mengeluarkan program ini harusnya sudah klop, sudah tinggal kita terima bersih. Bukan yang banyak ganjalan di bawah. Makanya saya perjuangkan, saya bilang OK-Otrip ini tidak sesuai," katanya.
Hingga saat ini, ujarnya, program itu masih belum diujicobakan di Tanah Abang karena masih mengalami penolakan. "Kalau program sesuai dengan yang diinginkan anak-anak, kita enggak perlu tolak OK-OK-Otrip tuh. Udah diujicoba aja. Sekarang ada berjalan? Enggak kan," pungkasnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Alexander Haryanto