tirto.id - Artis Dian Sastrowardoyo menyatakan dirinya mendukung hadirnya undang-undang yang dapat melindungi dan berpihak ke korban kekerasan seksual. Dian menyatakan hal itu saat ditanya soal tanggapan dia tentang polemik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
“Saya mendukung adanya undang-undang yang memberi sanksi keras untuk pelaku kekerasan, dan berpihak kepada korban,” kata Dian saat dihubungi reporter Tirto pada Jumat (1/2/2019).
Dian menegaskan ia menolak kekerasan dalam bentuk apa pun. “Poin yang ingin saya sampaikan adalah saya antikekerasan, apa pun bentuknya, termasuk kekerasan seksual,” ujarnya.
Meskipun demikian, Dian mengaku belum mempelajari seluruh isi dari RUU PKS. Oleh karena itu, kata Dian, dirinya tidak tepat jika memberikan komentar terlalu jauh soal RUU PKS.
Sementara itu, Pengacara Publik LBH Masyarakat Naila Rizki Zakiyah mendesak agar RUU PKS dapat segera disahkan. “Karena sudah banyak korban yang menunggu,” ujar Naila.
Dia menjelaskan pengesahan RUU PKS penting tidak hanya untuk melindungi korban, tapi juga agar menumbuhkan budaya dan pengetahuan masyarakat soal batasan kekerasan seksual.
“Agar masyarakat makin bisa menilai apa saja yang termasuk kekerasan seksual,” ujar dia.
Naila mengingatkan tujuan awal perumusan RUU PKS adalah karena ada kekosongan hukum dalam penanganan kekerasan seksual. Hal tersebut membuat sejumlah bentuk kekerasan seksual tidak dapat dipidana.
“Ini berangkat dari pengalaman korban, kawan-kawan pendamping hukum, yang saat terjadi kekerasan seksual, mereka tidak bisa mendapatkan keadilan secara hukum, karena tidak ada hukum yang mengaturnya,” ujar Naila.
Dia menjelaskan pidana kekerasan seksual selama ini hanya diatur terjadi dalam dua jenis, yakni pemerkosaan dan pencabulan. Sementara proses hukum di kasus pemerkosaan memerlukan banyak bukti, termasuk adanya kekerasan atau petunjuk seperti jejak sperma di pakaian korban.
Sedangkan dalam RUU PKS, ada sembilan jenis bentuk kekerasan seksual yang diatur. Beberapa di antaranya belum diatur oleh undang-undang yang kini berlaku.
Sembilan bentuk kekerasan itu adalah Pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, pemaksaan aborsi, pemaksaan pemasangan alat kontrasepsi, pemerkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, dan penyiksaan seksual.
RUU PKS belakangan menjadi polemik setelah muncul petisi online yang menolaknya dengan dalih rancangan undang-undang itu melegalkan hubungan seks di luar pernikahan. Petisi yang diinisiasi oleh Maimon Herawati itu dinilai memuat pemahaman yang salah terhadap RUU PKS.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Addi M Idhom