tirto.id - Sosok ini menjadi salah satu orang di balik kesuksesan Joko Widodo (Jokowi) ketika melangkah dari Wali Kota Surakarta menuju ke Gubernur DKI Jakarta. Panel Barus, Ketua Badan Pemenangan Pilpres Projo, ini juga berperan besar dalam mendorong Jokowi menjadi orang nomor satu di Indonesia terutama terkait dukungan relawan Pro Jokowi (Projo).
"Projo lahir karena ada kebutuhan untuk mendorong lebih jauh Pak Jokowi dalam kepemimpinan nasional," kata Panel Baru saat wawancara khusus di Podcast Tirto 'For Your Pemilu' di kantor Tirto, 18 Agustus lalu.
Kepada Tirto, ia menceritakan kedekatannya dengan Jokowi hingga bagaimana dukungan di balik layar yang diberikan Projo. Pada kurun waktu 2011-2012, Panel Barus ini menggalang dukungan relawan untuk Jokowi maju di Pilkada DKI Jakarta.
Ketika itu, melihat sosok Jokowi dengan keunikan dan orisinalitas pribadinya, Panel menggerakkan simpul-simpul dukungan relawan. Bahkan bersama relawan dari Gardu Prabowo pada 2012, PDIP berkoalisi dengan Gerindra untuk membawa Jokowi maju merebut kursi DKI 1.
Hingga perkembangan terkini, relawan Projo juga memberikan sinyal arah dukungannya kepada Prabowo di kancah Pilpres 2024. Prabowo dinilai menjadi salah satu calon presiden yang layak untuk melanjutkan kepemimpinan Jokowi saat ini.
Jika ditarik ke belakang, barisan pendukung Jokowi dalam gerakan relawan Projo justru lahir pada 2013 menjelang awal 2014, ketika Jokowi akan maju di kancah kepemimpinan nasional. Panel Barus mengambil peran penting di sini.
Latar belakang Panel Barus yang aktif di dunia politik sejak duduk di bangku SMA turut andil dalam perjalanan hidupnya saat ini. Bahkan ia pernah menjadi anggota termuda PDI Perjuangan Jakarta Timur, kisaran tahun 1996.
Usai keluar dari parpol, Panel mulai aktif di gerakan mahasiswa. Ia pernah berkiprah di Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) dan membidani perhimpunan rakyat pekerja KASBI sebagai bendahara. Lalu masuk lagi ke dunia politik sekitar 2014 dengan Partai Nasdem, meski tidak berhasil lolos jadi caleg.
Perjalanan Panel Barus dan perannya dalam Projo akan diulas dalam wawancara dengan tim redaksi Podcast Tirto. Berikut ini petikan wawancara tim redaksi Tirto bersama Ketua Badan Pemenangan Pilpres Projo, Panel Barus:
Apa bedanya aktif di partai politik sama aktif di organisasi relawan yang ikut dalam salah satu nama yang aktif di politik?
Kalau Projo ini kan ormas politik. Alat perjuangan politik tertinggi yang kami pahami adalah partai politik. Nah, ormas politik itu satu tahap di bawahnya. Tapi kalau secara organisasi memang secara aturan Undang-Undang yang secara formal dia menjadi saluran politik dalam pemilu, ya partai politik.
Tapi bedanya ormas dengan partai, kalau ormas tidak konsen terhadap pencalegan, karena dia bukan partai politik. Namun, dia juga berperan aktif dalam memenangkan kepemimpinan nasional calon presiden, misalnya. Bisa, boleh, dan tidak ada salahnya.
Dilihat dari segi perbedaan antara partai politik dengan relawan. Pertama, karakteristik yang namanya relawan itu dia sporadis.
Kalau partai politik strukturnya memang didesain dibangun berdasarkan teritori negara harus 100 persen provinsi, terus 100 persen kota/kabupaten, 100 persen kecamatan harus ada dan seterusnya sampai ke bawah. Semakin tua semakin lama semakin kuat partai ID-nya biasanya strukturnya masif sampai ke akar ranting. Sampai ke RW kalau perlu. Tapi kan itu tidak mudah proses ke sana.
Nah, kalau relawan dia sporadis. Sporadis itu bisa muncul di mana saja. Dia bisa muncul di mana saja karena dia basis kemunculan dan kelahiran itu inisiatif. Jadi pernah saya sampaikan bahwa gugus-gugus relawan ini kadang-kadang dia lahir secara spontan, sporadis hanya berbasis satu gang. Satu gang jalan itu bisa bikin gugus jalan.
Fenomena ini terjadi di zaman Pak Jokowi dulu. Ada namanya relawan Jokowi Utan Kayu Utara. Saya masih ingat itu. Waktu saya dulu ngurus pusat informasi relawan Jokowi-JK di 2014. Ada yang kayak gitu basisnya satu RW punya kecintaan terhadap tokoh tertentu. Kemudian dia bikin gugus relawan, dia namai sendiri. Kemudian dia coba berjejaring dengan kelompok lain itu banyak.
Dan itu juga tidak tiba-tiba ada semua itu juga ada prosesnya ada waktunya. Tidak tiba-tiba struktur Projo lengkap di 34 provinsi masa itu misalnya. Itu ada interval waktunya, turun baru ke kabupaten/kota, terus turun ke PAC-nya kecamatannya itu pakai proses panjang.
Projo jangan dilihat hari ini. Karena kan dia lahir 2013, kalau 2013 ke 2023 sudah 10 tahun. Jadi panjang 10 tahun ini. Kalau kali 365 hari sudah 3.650 hari.
DPC/DPD Projo ini sudah tersebar di seluruh Indonesia?
Kalau kota/kabupatennya berdasarkan Rakernas 2022, 400 lebih kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota di Indonesia.
Kenapa kami melihat apa yang berkembang di media massa saat ini seakan-akan hanya dari atas ke bawah jarang kita melihat Projo mengkritik, Projo mengawal Pak Jokowi?
Kalau kita di Projo kita mendukung Pak Jokowi kita percaya bahwa ini pemimpin kita. Percaya Pak Jokowi faktanya dia presiden. Presiden Republik Indonesia kita harus dukung, orang kita yang mendorong.
Jadi setiap langkahnya kita harus dukung tetapi dalam penyelenggaraan negara kadang-kadang ada kebijakan yang belum tentu lahir itu semuanya dari Pak Jokowi. Ada beberapa kebijakan yang kita kritik secara terbuka.
Contohnya apa?
Vaksinasi. Kita kritik tentang vaksin yang di awal ada wacana ingin dikomersialisasi, ada rencana vaksin mau dijual kita kritik. Ini juga didengar oleh Pak Jokowi sehingga diputuskan bikin gratis. Ini kan komunikasi dengan cara publik, Projo dengan Jokowi, saya pikir tidak apa-apa yang penting kita tidak personal, kita ingatkan.
Kedua, ketika ada kebijakan tentang PCR wajib untuk penumpang pesawat, misalnya. Waktu itu saya itu teriak-teriak, saya pikir ini kurang pas kebijakan. Apa virus Corona hanya milik penumpang pesawat? Penumpang bus tidak, kereta tidak, kapal laut tidak. Ada yang kurang pas. Nah, kita sampaikan.
Terus pada saat harga PCR mahal sekali, kita juga kritik dan langsung dijawab itu sama Pak Jokowi waktu itu dipaksa PCR harus harganya dari Rp900 ribu jadi Rp300 ribu. Saya lupa tapi saya ingat itu periodenya waktu menjelang G20 di Italia.
Tapi kami dalam mengkritik itu juga tidak sekedar kritik, tidak berdasar. Urusan vaksinasi, Projo membuat satgas vaksinasi nasional. Saya langsung jadi ketua satgasnya untuk membantu pemerintah mendorong angka vaksinasi sebesar-besarnya, secepat-cepatnya menjawab pandemi. Karena ini adalah program pemerintah dan kita bantu kita laksanakan dimana-mana.
Saya keliling waktu itu terus kita juga sempat kerja sama dengan organisasi Gapki. Waktu itu kita juga adakan vaksinasi di kebun-kebun, di pelosok-pelosok yang kadang-kadang susah dijangkau. Kita lakukan itu, karena satu bukti bahwa Projo tidak hanya cuap-cuap saja tapi kita juga action di lapangan.
Antara Pak Jokowi dengan Projo sedekat apa? Apakah setiap minggu sering bertemu atau seringkali dipanggil mendadak oleh Pak Jokowi?
Itu kan kita sadar diri kita juga harus paham bahwa Projo ini kan lahir karena ada Pak Jokowi. Makanya namanya Projo. Makanya logonya muka Pak Jokowi. Kalau enggak ada Pak Jokowi, enggak ada Projo. Itu yang pertama.
Kedua, secara organisasi kita juga bilang ke teman-teman info Pak Jokowi itu faktanya adalah Ketua Dewan Pembina Projo dan itu ada di AD/ART, kami didaftarkan di Kemenkumham. Kami tanya dulu kalau beliau ada masalah, cocok ya udah jadi ya, kami satu organisasi. Jadi segala hal yang berkaitan dengan langkah Projo ya masa kita diskusi.
Seberapa sering?
Sering atau jarak itu basisnya kan kebutuhan aja. Kadang-kadang kebutuhannya muncul dari kita, kadang-kadang kebutuhannya muncul dari beliau. Jadi kalau memang waktunya ada, kadang kita dipanggil, kita berangkat, kita dipanggil diskusi satu setengah jam, dua jam, satu jam.
Diskusinya tidak ada batasan, cair, kita bicara langkah-langkah ke depan. Apa yang perlu dilakukan kita juga minta pendapat. Kita juga minta arahan begitu, ya seperti itu. Seperti kita mau Rakernas di Borobudur kita mau menjalankan musyawarah rakyat tempo hari itu ada diskusi, bukan tidak ada diskusi begitu.
Terus kita akan Rakernas di ujung nanti untuk memutuskan ke mana arah politik Projo di 2024. Kita juga sampaikan tidak ada yang kita tidak sampaikan dan tidak ada yang kita tidak diskusikan. Jadi kalau relasi bapak sama anak lah. Bos sama pasukan.
Ketika berbicara soal Konferda gimana pembahasan terakhir dengan Pak Jokowi? Seperti apa tanggapan beliau dengan konferda tiap daerah?
Tujuan Musra adalah memberikan ruang buat rakyat terlibat, prinsip demokrasi keterlibatan rakyat. Lalu apa yang kita dapat dari Musra? Kita dapat memotret merekam suara rakyat.
Musra ini dijalankan bukan hanya oleh Projo, tetapi dengan 18 gugus relawan yang lain. Dan ini sudah berakhir pada 14 Mei 2023 di Istora Senayan selesai sudah.
Sekarang kita Projo menjalankan Konferda ini adalah mekanisme internal Projo. Jadi ini kegiatan yang dilakukan oleh Projo saja, berbeda dengan kerja sama 18 gugus relawan Jokowi. Kalau ini kan Konferda adalah acara Projo sendiri.
Tujuan dari Konferda ini apa? Tujuannya adalah kita ingin melihat suara-suara internal Projo di daerah. Kalau tadi Musra mau merekam suara rakyat di provinsi, kalau Konferda ini kita ingin merekam suara Projo di daerah-daerah mengenai Pemilu 2024.
Yang terlibat di setiap Konferda itu organisasi pengurus DPC dan DPD. Dari Konferda ini ada dua aspek yang kita dapat yang kita bahas. Pertama, aspek organisasi. Outputnya adalah konsolidasi organisasi dan penataan kepengurusan wilayah.
Kedua, aspek politik. Di setiap Konferda itu kita membahas tiga hal. Pertama, kita bahas agenda perjuangan rakyat yang harus menjadi ruh dalam Pilpres 2024 nanti. Kita tidak mau pemilu itu hanya sekedar peralihan kekuasaan dari A ke B tapi tidak ada nikmat, nilai-nilai yang pro rakyat yang kita perjuangkan di sana.
Jadi kita sebisa mungkin mendorong kepemimpinan nasional yang lahir ke depan pasca Pak Jokowi juga harus mau menjalankan agenda-agenda program-program prioritas. Itu basisnya adalah hasil rekaman di Musra juga. Kita menamakannya ada 7 agenda kebangsaan dan 11 program prioritas harapan rakyat.
Kedua, yang kita bahas tentang tantangan zaman ke depannya. Menurut Projo, ada empat tantangan zaman yang krusial yakni ketidakpastian global, lompatan atau momentum, persatuan nasional dan kepemimpinan ke depan yang mau menjalankan pembangunan untuk rakyat.
Seperti pondasinya yang sudah dibangun oleh Pak Jokowi hari ini. Kita tahu ada pembangunan di mana-mana, dan ini hal dasar yang harus dijaga kalau ini tidak ada, kita akan mundur lagi.
Baru terakhir setelah agenda beres baru kita bahas mengenai simulasi. Nama-nama siapa kira kira yang mau jalani agenda rakyat, siapa kira-kira mampu menjawab tantangan tadi.
Ganjar atau Prabowo?
Nah, ini kan kita sudah hampir ke-12 provinsi. Jadi saya sampaikan di sini di Sulawesi Selatan Prabowo-Airlangga. Lalu kedua di Sulawesi Utara Prabowo-Airlangga. Lalu ketiga di Jawa Barat ada Prabowo-Airlangga. Di Riau Prabowo-Airlangga. Menurut teman-teman di DPD sudah bicara Prabowo-Airlangga.
Lalu yang kelima, Prabowo-Mahfud MD di NTB. Lalu abis itu ada lagi di Bali, Prabowo-Ganjar. Lalu ada juga di Sumatera Barat waktu itu Prabowo-Airlangga juga. Lalu ada lagi di Banten, Prabowo-Gibran, di Papua Prabowo-Gibran, dan Kalimantan kemarin Prabowo-Gibran.
Jadi Prabowo-Airlangga ya kalau tidak salah empat, Prabowo-Gibran sudah tiga, Prabowo-Mahfud satu, Prabowo-Ganjar satu. Jadi totalnya sembilan ya. Besok di Kendari yang ke-10 lalu abis itu ada di Bengkulu.
Projo di Jawa Timur ada Ganjar jadi capres yang diidolakan DPD Projo Jawa Timur?
Iya. Jadi saya sampaikan di sini saya selaku Ketua Bapilpres Projo ini kan yang urusin proses Konferda ini. Saya sampaikan bahwa belum ada Konferda di Jawa Timur. Tapi kita melihat memang ada deklarasi di Jawa Barat, di Jawa Timur gitu ya yang dilakukan oleh beberapa pengurus Projo untuk mendukung Pak Ganjar.
Saya pikir dinamika demokrasi dalam organisasi jangan dibunuh, biarin saja. Itu kan bagus. Kalau kita bilang kita ini demokratis ya saya pikir itu warna dalam demokrasi, jangan dibunuh itu kan dinamika.
Tapi perlu saya jelaskan bahwa deklarasi di Jawa Barat itu yang mengatasnamakan Projo itu murni bukan orang Projo. Harus saya sampaikan bahwa itu bukan orang Projo, hanya mengatasnamakan Projo. Mungkin sangking cintanya mereka sama Projo.
Kalau kita ngomong organisasi kan, kita kan tahu siapa pengurus. Di Jawa Timur, memang ada sebagian beberapa DPC Kota/Kabupaten. Di Jawa Timur itu ada 38 kota/kabupaten. Ada pengurus provinsinya ada pengurus kita kabupaten sebanyak 38 pengurus.
Saya lihat saya pantau yang waktu itu deklarasi mendukung menyatakan sikap mendukung itu yang benar-benar Projo ada cuma dua atau tiga kabupaten dari 38.
Selebihnya bukan. Dari 38 kota/kabupaten dan saya perlu sampaikan belum ada Konferda. Nanti ada Konferda ada forumnya. Jadi silakan bertarung secara demokratis di forum Konferda itu, jangan bikin ring tinju sendiri.
Tapi ini tandanya Projo takut dibilang tidak solid ini? Karena tidak ada tindakan tegas. Tapi kesannya Projo tidak solid di akar rumputnya dan berani deklarasi mengatasnamakan Projo lalu bikin deklarasi?
Memang Projo beberapa ada Projo iya, tapi kalau di Jawa Barat, saya bilang bukan Projo. Kalau di Jawa Timur ada deklarasi Pak Ganjar atas nama Projo saya lihat memang ada Projo.
Tapi juga saya perlu jelaskan dari 38 kota/kabupaten yang benar-benar orang Projo cuma tiga sampai tiga. Saya bisa tunjuk itu kabupaten/kotanya mana saja. Saya bisa tunjuk juga. Saya tahu kan pengurus Projo yang ada SK-nya atau tidak kan saya tahu.
Tunjuk sekarang biar tidak penasaran?
Jombang, ada Nganjuk. Dua itulah. Ada Ngawi juga satu.
Apakah ada komunikasi dengan DPP Pusat?
Ada dalam grup kami. Ada dalam grup Projo Indonesia. Jadi bebas juga mereka berkampanye mempromosikan orang yang dia suka tidak ada masalah. Yang penting persaudaraan tidak boleh berantakan gara-gara itu. Tidak apa-apa, biasa.
Tadi disebut Konferda fokusnya pada empat poin. Tapi yang paling banyak dipilih adalah Pak Prabowo. Ini artinya apa?
Ini tanda-tanda alam kemungkinan bisa jadi Pak Prabowo ke depan. Bisa jadi.
Tapi kenapa kesannya Projo malu-malu milih Prabowo masih nunggu apa?
Kalau kita mau buru-buru, berarti Konferdanya tidak usah diadain. Karena kita kan organisasi nasional. Saya sampaikan bahwa Konferda ini akan kita gelar minimal di 30 provinsi. Karena basis kita ada di 30 provinsi. Sekarang jumlah provinsi ada 38. Sekarang kita coba konsolidasi supaya strukturnya bisa bertambah sampai ke-38 karena ada pemekaran provinsi dari 34 ke 38. Dan secara jadwal yang saya sudah terima di 30-an ini yang siap untuk konsolidasinya.
Kalau masalah pengennya teman-teman ingin buru-buru kan organisasi yang besar ini kan tidak bisa kita putuskan sendiri. Kita harus tanya satu-satu maunya apa suara daerah dan pengurus daerah. Kita cuma kasih panduan saja apa yang harus didiskusikan di Konferda.
Kemudian terakhir coba dibahas kira-kira menurut teman-teman di Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, siapa yang layak mampu menjawab tantangan-tantangan itu. Sehingga keluarl ah suara-suara itu tidak harus kita setel-setel. Dan mereka juga kan makhluk politik juga jadi tidak bisa underestimate juga kita ke teman-teman daerah gitu. Jam terbangnya juga tinggi-tinggi.
Tapi apakah teman-teman Projo ini akan menunggu arahan dari Pak Jokowi juga atau bagaimana?
Iya pasti. Kita kan bilang Konferda ini untuk apa? Konferda ini untuk melihat suara aspirasi pandangan daerah calon ke depan yang layak melanjutkan pemerintahan Bapak [Jokowi].
Puncak Konferda ini sampai kapan?
Sampai dengan akhir September. Nanti ditutup dengan Rakernas, insyaallah. Kalau menurut saya pribadi, tapi ini kan harus diputuskan organisasi. Kalau saya bermimpi Rakernas VI Projo besok itu kita laksanakan di Trowulan, Mojokerto bekas kerajaan Majapahit. Kalau saya sih berpikir di situ, cuma nanti kita kalkulasi lagi, kita lihat lagi kita tinjau lagi mungkin tidak kita gelar di situ.
Apakah ada jaminan misal di Trowulan di Mojokerto jadi, apakah nanti Pak Jokowi mengumumkan nama capres atau cawapres yang akan Jokowi dukung?
Kalau kami kan menjalankan karena kita bahas di situ yang mengumumkan pasti kami, Projo. Siapa nama yang akan kita dukung.
Tidak ada kaitannya dengan Pak Jokowi?
Pak Jokowi kita akan undang hadir memberikan arahan. Tapi kalau urusan dukungan Pilpres ya itu nanti Projo yang umumkan itu. Masalah arahan beliau apa, kan tidak harus dilaksanakan di tempat secara terbuka dalam pidato.
Tapi apakah bisa diartikan bahwa pilihan Projo itu adalah pilihan Jokowi juga?
Pastilah. Pasti.
Lalu kenapa Pak Jokowi itu malu-malu?
Saya perlu garis bawahi, tidak mungkin kita bicara ini dengan Pak Jokowi, tidak mungkin. Dan tidak mungkin kita beda dengan Pak Jokowi. Namanya Projo. Kalau mau liat tanda, lihat sikapnya Projo saja.
Apakah bisa kita baca kedekatan Projo dengan Prabowo untuk dukungan setelah Pak Jokowi selesai masa jabatannya?
Iya yang pasti kita dekat sama semua, buktinya relawan Pak Prabowo datang, relawan Pak Sandi datang, teman-teman DPP PSI datang. Dan kita kan sering bersilaturahmi ke mana pun. Jadi karena kita ingin menghadapi momentum pemilu ini dengan sebaik-baiknya, saya pikir semua harus komunikasi. Supaya pemilu sebagai sebuah mekanisme politik untuk melahirkan kepemimpinan nasional itu bisa berjalan dengan baik.
Dan kita berharap sekali bahwa Pemilu 2024 ke depan benar-benar menghasilkan pelanjut Jokowi yang dicintai rakyat supaya pemerintahan ke depan kuat dan mau melanjutkan apa yang sudah dikerjain Pak Jokowi. Itu keinginan utama dari Projo dalam memaknai momentum Pemilu 2024. Karena pemilu satu satunya mekanisme yang sah melakukan peralihan kekuasaan dari satu ke yang berikutnya.
Projo menilai Pak Prabowo apakah layak melanjutkan jenjang berikutnya menjadi presiden?
Layak. Sangat layak.
Kalau misal layak, tinggal dukungan saja diberikan dari Projo kepada Prabowo?
Kita tidak ingin mendahului suara teman-teman Projo yang lagi berproses juga. Teman-teman partai politik juga kan lagi berjalan prosesnya.
Semua komponen bangsa saya pikir punya hak untuk bergerak, untuk terlibat dalam memaknai momentum Pemilu 2024. Karena semua tujuannya sama, ingin pemilu besok hasilkan kepemimpinan yang dicintai rakyat itu.
Indikator layak itu apa sih? Empat itu tadi atau ada faktor X lain, atau karena Pak Jokowi sebenernya sudah memberi restu ke Prabowo?
Saya pikir semua yang muncul hari ini oke-oke saja, layak-layak saja. Kita mau ngomong enggak layak yang didukung sama partai politik itu ya gimana? Kan yang muncul sampai hari ini ada tiga. Itu menu yang tersaji.
Kalau ditanya saya, layak atau tidak tiga-tiganya, ya pasti layak lah. Kan partai politik juga punya mekanisme dalam menyaring ini. Tinggal kita menyajikan menu itu, bekerja meyakinkan pasar rakyat sebanyak-banyaknya untuk memilih mana yang terbaik. Gitu saja.
Kita flashback ke 2014-2019 ketika saat itu Prabowo menjadi rival pemilu dari Jokowi. Ini kan dulu berlawanan sekarang jadi dukungan? Bagaimana perasaan teman-teman yang dulu sempat menjadi rival politik sekarang harus mendukung Pak Prabowo?
Kita jangan baperan lah yang pasti kita tahu bahwa pemilu adalah medium adalah mekanisme yang sah untuk mencari pemimpin rasional ke depan berikutnya, begitu juga di masa lalu. Jadi ya itu hanya mekanisme kita berjuang di Pemilu itu.
Masalah menang kalah itu kan biasa juga jadi kalau kita memaknai ya bahwa Pemilu tadi adalah mekanisme yang sah untuk peralihan kekuasaan. Saya pikir tidak perlu ada yang baper-baper.
Pak Prabowo pernah menjadi rival Pak Jokowi di 2014, 2019 buat kita juga biasa-biasa saja. Kita mungkin waktu mendukung, kalau mau jujur sesama suporter, saya sebagai gaya pendukung Jokowi 2014.
Mungkin ada suporter Pak Prabowo di 2014. Mungkin di hati kecil saya, Pak Prabowo oke juga ya urusan ininya sebenarnya. Mungkin pendukungnya Prabowo dalam hati kecilnya, Jokowi oke juga. Cuma kadang-kadang kita tidak jujur karena lagi sama-sama mendukung calon.
Jadi sebenarnya prinsipnya inilah yang ada yang terbaik hari ini yang disajikan ini karena mekanismenya melalui partai politik dan diatur oleh undang-undang.
Masalah kalah permasalahan itu biasa orang berjuang berhasil gagal itu biasa. Lihat ada pemimpin yang menurut saya cukup oke bertempur, Khofifah bertarung berkali-kali kalah lawan Pak Karwo, akhirnya menang juga.
Kita harus berpikir Khofifah punya itikad yang kuat untuk memajukan Jawa Timur bukan karena yang lain, dia kalah, maju lagi, dia kalah, maju lagi. Itikad yang kuat dari beliau itu, beliau punya itikad yang kuat untuk memajukan Jawa Timur. Pak Prabowo kalah lawan Jokowi, bertarung lagi kalah. Jadi bisa jadi besok beliau yang melanjutkan Pak Jokowi kan bisa aja terjadi.
Presiden Jokowi sudah mau pensiun sudah mencapai tanda pensiunnya Projo bagaimana nasib ke depan? Apakah juga mau pensiun mengikuti Pak Jokowi atau jadi partai politik?
Kalau pertanyaannya bisa atau tidak bisa saja apapun bisa. Kesempatan terbuka apa saja bisa. Mau jadi partai politik, mau semua tetap menjadi ormas politik, mau kemudian merger dengan partai politik bisa-bisa saja. Cuma bagaimana takdirnya ke depan kita lihat kemudian karena ada mekanisme.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Maya Saputri