Menuju konten utama

Sinopsis 12 Years A Slave: Catatan Hitam Rasialisme di Amerika

Sinopsis 12 Years A Slave: film ini menceritakan kisah nyata perbudakan dari Solomon Northup di Amerika pada abad 18.

Sinopsis 12 Years A Slave: Catatan Hitam Rasialisme di Amerika
ilustrasi perbudakan global [foto/globalslaveryindex.org]

tirto.id - Kendati dirilis pada 2013 lalu, film 12 Years A Slave dirilis masih layak ditonton. Film ini punya latar belakang sejarah dan sosiologi perbudakan di perkebunan Amerika pada sekitar 1841.

Pasca penayangannya film ini berhasil mendapatkan berbagai penghargaan dalam berbagai kategori, salah satunya dalam ajang bergengsi Academy Awards pada tahun 2014. Pada ajang tersebut, film garapan sutradara Steve Mcqueen ini berhasil membawa 3 penghargaan dan masuk ke dalam 9 nominasi.

Selain itu, dalam review situs imdb film ini mendapatkan rating 8,3 dari 10. Kemudian dalam situs rottentomatoes film ini mendapatkan rating 90% dari penonton.

Sinopsis 12 Years A Slave

Film ini menceritakan kisah nyata dari Solomon Northup (Chiwetel Ejiofor) seorang kulit hitam yang harus menjalani perbudakan selama 12 tahun. Sebenarnya Solomon Northup, merupakan masyarakat merdeka yang terpaksa menjadi budak akibat terjebak oleh tawaran kerja.

Semenjak dijebak, Solomon yang berubah nama menjadi Platts harus menjalani hidup dengan penuh kesulitan dan siksaan dari majikannya. Siksaan tersebut tidak hanya secara fisik melainkan juga dalam bentuk ketidakadilan kelas sosial.

Bentuk penyiksaan yang dilakukan terhadap Solomon dan teman-temannya sebagai budak digambarkan dengan nyata dan jelas dalam keseluruhan film ini. Sehingga dapat membuat penonton merasakan kepedihan yang diterima oleh kaum-kaum budak tersebut.

Isu yang diangkat dalam film ini erat kaitannya dengan rasialisme yang dalam hal ini tergambarkan oleh perbedaan kelas warna kulit putih dan hitam (negro).

Dalam film ini tidak hanya memperlihatkan kekejaman yang dirasakan oleh Solomon Northup saja, melainkan juga yang dirasakan orang kulit hitam lain yang harus merasakan kekejaman yang sama. Salah satunya seperti yang dirasakan oleh Patsey (Lupita Nyong’o). Patsey adalah budak sekaligus menjadi pemuas seks majikannya. Hal tersebut diketahui oleh istri majikan, sehingga berdampak pada kekejaman yang harus ditanggung secara lebih oleh Patsey sebagai budak.

Secara keseluruhan film ini menceritakan tentang bagaimana proses kekejaman yang harus dihadapi oleh kaum budak kulit hitam pada masa itu. Selain itu, juga diceritakan bagaimana proses perjuangan Solomon Northup untuk bisa bertahan hidup dan juga berjuang untuk dapat keluar dari perbudakan.

Hingga pada akhirnya, Solomon mendapat kesempatan untuk bertemu dengan Samuel Bass, yang diperankan oleh Bradd Pitt, seorang abolisionis dari Kanada yang membantu dirinya untuk berkomunikasi dengan dunia luar.

Setelah penantian panjang pada akhirnya Solomon Northup dijemput oleh kerabatnya dengan bukti kemerdekaannya dan dirinya juga dapat kembali bertemu dengan keluarga yang telah lama ditinggalkan.

Baca juga artikel terkait SINOPSIS FILM atau tulisan lainnya dari Muhammad Ibnu Azzulfa

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Muhammad Ibnu Azzulfa
Penulis: Muhammad Ibnu Azzulfa
Editor: Agung DH