tirto.id - Mostesquieu adalah tokoh di balik konsep trias politica yang membagi kekuasaan negara menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Trias politica menjadi konsep pembagian kekuasaan negara yang digunakan banyak negara, terutama yang menganut demokrasi. Dalam konsep ini, kekuasaan dibagi menjadi legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Pencetus trias politica adalah Montesquieu. Dalam pandangannya, kekuasaan dipisahkan menjadi kekuasaan membentuk undang-undang (legislatif), kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif), serta kekuasaan mempertahankan dan mengadili pelanggaran atas undang-undang (yudikatif).
Menurut Miriam Budiardjo pada buku Dasar-dasar Ilmu Politik (2007), kekuasaan merupakan kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain agar melakukan tindakan-tindakan yang diinginkan atau diperintahkannya. Kekuasaan inilah yang kemudian perlu diatur agar tidak sampai menjadi mutlak atau absolut.
Kekuasaan absolut sangat berbahaya apabila berlangsung dalam jangka panjang. Sebab, seseorang atau pihak yang berkuasa cenderung menyisipkan niat jahat dalam kepemimpinannya.
Hal tersebut seperti yang disinyalir Lord Acton dalam menyikapi kekuasaan absolut. Acton mengatakan, "Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung menyalahgunakan, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan tak terbatas pasti menyalahgunakannya."
Dengan adanya pembagian kekuasaan seperti pada konsep konsep trias politica, maka kekuasaan absolut dapat dicegah. Pemerintah suatu negara tidak lantas bisa memaksakan kebijakannya sendiri pada rakyat, karena mereka turut diawasi pengampu kekuasaan lain.
Dalam melakukan pekerjaannya untuk negara, tiap pengampu kekuasaan saling berkoordinasi dengan lainnya dan sekaligus saling mengawasi.
Trias Politica di Indonesia
Pelaksanaan trias politica di zaman sekarang tidak diterapkan secara kaku. Pembagian kekuasaan mengalami modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara. Contohnya di Indonesia, kekuasaan negara dibagi untuk beberapa pihak berbeda.
Sebelum dilakukannya amandemen UUD 1945 pasca Reformasi 1998, kekuasaan negara di Indonesia diserahkan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden, Mahkamah Agung (MA), Dewan Pertimbangan Agung (DPA), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Setelah amandemen UUD 1945 disahkan, maka kekuasaan negara Indonesia dipisahkan menjadi empat fungsi yang dijalankan oleh 8 lembaga negara.
Menurut Christiani Junita Umboh dalam "Penerapan Konsep Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia"(2020) yang dimuat pada Jurnal Lex Administratum, pembagian kekuasaan setelah amandemen UUD 1945 sebagai berikut:
1. Fungsi legislatif diserahkan kepada MPR, DPR, dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
2. Fungsi eksekutif berada di tangan Presiden
3. Fungsi yudikatif diberikan pada MA, Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY)
4. Fungsi eksaminatif berada di tangan BPK
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Dipna Videlia Putsanra