Menuju konten utama

Setya Novanto Mangkir dari Panggilan KPK karena Sakit

Setya Novanto tidak memenuhi panggilan KPK hari ini dengan alasan sakit.

Setya Novanto Mangkir dari Panggilan KPK karena Sakit
Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto memberikan keterangan pers sebelum memasuki ruang rapat utama gedung DPP Partai Golkar, Jakarta, Selasa (18/7). FOTO/Ahsan Ridhoi

tirto.id - Tersangka dugaan kasus korupsi e-KTP, Setya Novanto mangkir dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (11/9/2017). Ketua DPR RI ini tidak memenuhi panggilan komisi antirasuah dengan alasan sakit.

Hal tersebut diungkapkan Sekjen DPP Partai Golkar, Idrus Marham, di gedung KPK. “Saya barusan dari rumah sakit. Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dokter, kemarin setelah Pak Novanto berolahraga lalu kemudian gula daerah naik setelah diperiksa ternyata implikasi ginjal dan tadi malam diperiksa ternyata juga ada pengaruh dengan jantung,” kata Idrus.

Kedatangan Idrus ke kantor komisi antirasuah ini didampingi perwakilan dari Badan Advokasi Partai Golkar dan tim pengacara Setya Novanto untuk mengirimkan surat keterangan sakit dari Rumah Sakit Siloam Semanggi Jakarta.

“Kehadiran kami mengantarkan surat yang dilampirkan serta keterangan dokter dan tentu ada beberapa hal untuk menyampaikan pada KPK bahwa Setya Novanto untuk hadir pada saat ini tidak memungkinkan karena kondisi kesehatan,” kata dia.

Idrus menyatakan, Setya Novanto telah dirawat inap di Rumah Sakit Siloam Semanggi sejak Minggu (10/9/2017). “Kemarin masuk sampai hari ini berarti menginap,” ujarnya.

Dalam kasus e-KTP ini, KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (e-KTP) pada 2011-2012 di Kemendagri, pada 17 Juli 2017.

Ketua Umum DPP Partai Golkar itu disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) atas Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Setya Novanto pun juga telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang perdana praperadilan Novanto dijadwalkan akan dilaksanakan pada Selasa (12/9/2017).

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz