Menuju konten utama

Setnov Minta Harta dan Hak Politiknya Tak Dirampas

Dalam pledoinya, Setya Novanto meminta majelis hakim untuk mencabut pemblokiran rekeningnya, karena ia masih harus membiayai keluarga serta anak-anak asuhnya di sebuah pesantren.

Setnov Minta Harta dan Hak Politiknya Tak Dirampas
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto (tengah) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3/2018). ANTARA FOTO/Reno Esnir

tirto.id - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP Setya Novanto (Setnov) meminta majelis hakim agar mencabut pemblokiran rekening serta harta keluarganya.

Permintaan itu disampaikan karena Setnov merasa tak ada kaitan antara rekening dan harta atas nama istri serta anak-anaknya dengan perkara dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Rekening anak dan istri Setnov diblokir atas permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk keperluan penyidikan.

"Terhadap seluruh aset-aset, tabungan, giro, deposito, kendaraan, properti yang diblokir baik atas nama saya sendiri, anak saya, istri saya, agar dapat dicabut pemblokirannya karena berdasarkan fakta persidangan tak ada fakta langsung dengan perkara ini," ujar Setnov dalam pleidoinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat, Jumat (13/4/2018).

Menurut Setnov, pemblokiran hartanya harus dibuka karena ia masih memiliki banyak tanggungan. Ia menyebut istri dan anak-anaknya masih perlu dibiayai.

Politikus Golkar itu juga mengungkit keberadaan anak-anak asuhnya di sebuah pesantren pada kawasan Sukabumi dan Sawangan, Depok. Keberadaan mereka menjadi dasar Setnov berani meminta pembukaan blokir rekening miliknya.

"Saya masih punya tanggungan istri dan dua anak yang masih duduk di bangku sekolah. Saya juga masih memiliki tanggungan anak-anak tidak mampu di Sukabumi dan Sawangan, Depok," ujarnya.

Tak hanya meminta penghilangan blokir atas hartanya, Setnov juga berharap Majelis Hakim mengesampingkan tuntutan Jaksa KPK ihwal pencabutan hak politik.

Dalam salah satu poin tuntutan, Jaksa KPK meminta majelis hakim mencabut hak politik Setnov selama 5 tahun pasca ia keluar dari bui.

"Pencabutan hak politik selama 5 tahun supaya dapat dipertimbangkan yang mulia, atau setidaknya dapat dikesampingkan. Selama persidangan saya bersikap kooperatif baik kepada JPU, maupun penyidik KPK untuk memperlancar persidangan," katanya.

Setnov dituntut hukuman penjara 16 tahun dan denda Rp1 miliar oleh Jaksa KPK. Selain meminta hukuman penjara belasan tahun, jaksa juga menuntut Setnov membayar uang pengganti senilai $7,435 juta.

Pembayaran uang pengganti kerugian itu dikurangi Rp5 miliar yang sudah diserahkan sang pesakitan ke KPK.

Setnov juga mendapat tuntutan tinggi karena dianggap terbukti terlibat korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun. Ia diduga menerima jatah uang korupsi $7,3 juta dan jam mewah merek Richard Mille 011.

Setnov harus membayar uang itu selambat-lambatnya sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Apabila Setnov tidak bisa membayar uang pengganti itu tepat waktu, Jaksa KPK akan merampas dan melelang hartanya.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yandri Daniel Damaledo