tirto.id - Pada Mei 2007, seorang desainer grafis Amerika Mike Winkelmann menggambar pamannya yang bernama Joe. Karya itu diberinya judul Uber Jay dan diunggahnya ke internet. Besoknya, Winkelmann membuat satu gambar lagi. Begitu juga keesokan harinya hingga kegiatan itu berjalan selama 13 tahun.
Proyek satu hari satu karya itu semula dimaksudkan sebagai portofolionya. Belakangan, dia juga mengunggah karya-karyanya itu ke akun instagram @beeple_crap. Ternyata banyak orang yang menyukai karya-karyanya. Pengikut instagramnya pun terus tumbuh sejak itu.
Hingga pandemi COVID-19 merebak dan membuat bisnisnya macet. Winkelmann pun mulai menjelajahi dunia keungan kripto dan blockchain. Dia pun kemudian mempelajari Non-Fungible Token (NFT) yang bisa diaplikasikan sebagai “sertifikat keaslian” sebuah karya digital.
Penjelajahan itu lantas memunculkan sebuah ide. “Dia membuat kolase dari semua gambar ‘sehari-hari’ yang dia hasilkan selama bertahun-tahun dan menyebutnya Everydays: The First 5000 Days,” tulis Editor Seni Will Gombertz di laman BBC.
Tak hanya itu, Winkelmann juga mengubah personanya dari seorang desainer menjadi Beeple si seniman. Dia lalu bermitra dengan balai lelang Christie’s untuk menjual karya kolase yang dilambari teknologi NFT itu. Kolase Beeple itu pun adalah karya seni digital murni pertama yang dilelang oleh Christie’s.
Yang mencengangkan, setelah melalui tahap lelang selama dua minggu, Everydays: The First 5000 Days akhirnya terjual dengan harga US$69 juta. Itu adalah harga yang fantastis untuk sebuah karya digital berformat Jpeg.
Publik tentu saja dibuat terkejut oleh hal itu. Beeple jadi buah bibir dan seni kripto jadi lebih populer lagi setelah itu. Beberapa pengamat pun melihat kemungkinan bahwa teknologi NFT akan jadi kelaziman baru dalam pasar karya seni digital di masa depan.
“Itu adalah momen eureka dan saya tahu ini akan menjadi sangat penting. Itu sangat monumental dan jadi bukti kuat ataspotensi NFT,” tutur spesialis seni kontemporer Christie’s Noah Davis sebagaimana dikutip The Verge.
Apa itu NFT?
Meski mengejutkan bagi publik awam, NFT sebenarnya bukan barang yang sangat baru. Bagi mereka yang sudah mengakrabkan diri dengan teknologi dan praktik blockchain, fenomena ini hanyalah perkembangan teknologi yang niscaya.
Teknologi NFT secara sederhana adalah kode digital unik dan tak dapat diubah yang eksis di blockchain. Ia dapat ditambah ke berbagai objek kripto mulai dari karya seni digital, domain website, hingga properti digital. Karena itulah, ia dapat berfungsi sebagai semacam bukti keaslian atau kepemilikan karya seni digital.
Pengamat NFT Andrew Steinwold dalam artikel “The History of Non-Fungible Tokens (NFTs)” menyebut, sejarah NFT bermula dari Colored Coins pada tahun 2012. Colored Coins adalah teknologi dalam blockchain yang berfungsi untuk mengautentikasi aset tertentu, seperti kupon, saham, akun langganan, token akses, atau benda koleksi digital.
Teknologi Colored Coins pada saat itu dirancang agar harga aset yang direpresentasikan bergantung pada konsensus bersama semua pemilik aset tersebut. Pertukarannya pun hanya dapat dilakukan dengan mata uang bitcoin juga membatasi pergerakan aset. Colored Coins membuka pintu untuk eksperimen lebih lanjut dan meletakkan banyak dasar untuk NFT.
Kemudian pada 2014, berdirilah sebuah platform keuangan peer-to-peer dan protokol internet open source berbasis blockchain yang diberi nama Counterparty. Di platform ini pertukaran aset dapat dilakukan dengan mata uang kripto lain, Bitcoin, BitCrystals, atau Ethereum.
Penggunaan NFT seperti yang kita ketahui saat ini disempurnakan saat "ahli teknologi kreatif" John Watkinson dan Matt Hall meluncurkan proyek Cryptopunks pada Juni 2017. Watkinson dan Hall membuat 10.000 avatar NFT yang masing-masingnya memiliki desain unik dan berbeda satu sama lain.
Watkinson dan Hall lantas membagikan avatar itu melalui blockchain Ethereum secara gratis. Orang-orang yang pertama kali mengklaim avatar itu lalu menjualnya lagi dan kemudian pasar Cryptopunks pun terbentuk.
Pasar Cryptopunks inilah yang jadi bukti eksisnya para kolektor benda digital yang unik dan langka. Penggunaan NFT jadi makin populer lagi pada Oktober 2017, kala diluncurkannya kucing digital CryptoKitties. Beberapa kucing virtual ini bahkan berharga di atas US$100 ribu.
Kelebihan NFT
Karena sifatnya yang unik dan tidak dapat diubah, NFT dapat jadi cara menghindari praktik pemalsuan karya seni digital. Suatu karya seni digital yang sudah dilambari NFT tidak bisa diduplikasi lagi sehingga pamor dan harganya pun terkerek naik.
Menurut Pandu Sastrowardoyo—kurator di platform NFT nirlaba Unique.one, teknologi blockchain menggunakan sistem tanda tangan digital otomatis untuk setiap transaksi melalui public key setiap pengguna. Public key itu bekerja laiknya username akun di marketplace NFT. Marketplace OpenSea, misalnya, membuat sistem verifikasi centang biru layaknya media sosial Twitter dan Instagram untuk seniman-seniman ternama.
Hal ini memungkinkan siapa saja yang memiliki public key untuk memverifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam sebuah transaksi. Sistem itu juga mempermudah proses autentifikasi karya seni digital karena seniman juga memiliki public key mereka sendiri.
Sistem itu membuat blockchain menjadi lebih dari sekadar teknologi. Ia juga menjadi suatu budaya dan komunitas yang lebih adil berkat adanya transparansi dan desentralisasi. Semangat desentralisasi ini lantas membuka peluang bagi seniman digital untuk memasarkan karyanya.
Tak hanya itu, blockchain dan NFT juga membuka peluang bagi seniman-seniman pendatang baru yang kesulitan masuk galeri seni konvensional. Sementara itu, para kolektor-kolektor baru pun punya jadi punya alternatif pasar selain galeri. Seniman pun dapat secara langsung menjual karya mereka ke kolektor tanpa perantara.
Seniman pendatang baru Alidestroy, misalnya, punya pengalaman bagus kala menjual karya seni kriptonya. “Saya melakukan menjual karya seni hanya dalam beberapa menit. Prosesnya sendiri disebut minting, di mana karya akan ditautkan ke token unik yang tidak dapat diubah (NFT)."
Menurut Chairman Asosiasi Blockchain Indonesia Oham Dunggio, perkembangan NFT kiwari juga sangat memudahkan proses transaksi. NFT memang identik dengan mata uang kripto Ethereum. Tapi, kini, transaksi juga bisa dilakukan dengan berbagai macam uang kripto.
“Sederhananya, ada Matic, xDai, Ethereum, dan bahkan nantinya akan ada NFT non-Ethereum. Saya percaya bahwa seniman harus diizinkan untuk berkarya dengan teknologi apapun yang mereka inginkan, juga bebas berpindah dari satu teknologi ke teknologi lainnya,” tutur Oham.
Masalah
Meski punya banyak kelebihan yang bisa dimanfaatkan para seniman, seni kripto dengan NFT nyatanya juga tak lepas dari beberapa kekurangan.
Menurut seniman Martin Lucas Ostachowski dalam esai "Crypto Art: A Decentralised View" (2019, PDF), mata uang kripto rentan mengalami fluktuasi nilai tukar yang signifikan dalam waktu singkat. Hal ini membuat orientasi harga karya seni kripto juga kacau. Kolektor baru mungkin lebih terbiasa, tapi kolektor senior yang tidak akrab dengan mata uang kripto akan merasa kesulitan menyesuaikan diri.
“Pertanyaannya, apakah seniman bersedia merevisi harga karyanya selama periode fluktuasi tinggi. Juga, mungkinkah platform mempertimbangkan untuk mengunci harga jual ke nilai mata uang konvensional,” tulis Ostachowski.
Membludaknya pilihan marketplace untuk karya seni kripto juga membuat seniman dan kolektor seni kebingungan menentukan mana tempat yang paling tepat bagi mereka. Untuk masalah ini Pandu Satrowardoyo punya solusi melalui situs DApp Radar.
DApp Radar adalah situs yang menghimpun informasi tentang semua marketplace yang ada dan berjalan di blockchain. Jadi, siapa pun yang tertarik dapat memeriksa validitas suatu marketpalce melalui situs tersebut. DApp Radar juga memeringkat marketplace itu berdasarkan performanya sehingga seniman dan kolektor lebih mudah menentukan pilihan.
Selain kedua masalah itu, pesatnya perkembangan pasar seni kripto juga membuat para seniman harus siap dengan persaingan yang lebih intens. Seperti yang diakui Alidestroy, “Persaingan di pasar NFT juga memunculkan pertanyaan sampai sejauh mana saya harus mendorong kreativitas saya dalam berkarya untuk memikat kolektor baru. Juga, bagaimana caranya menjadi berbeda dari seniman lainnya.”
Disrupsi
Pemilik galeri dan kurator asal Singapura Khai Hori mengamati bahwa teknologi NFT membawa disrupsi pada dunia seni, terutama terkait peran galeri. Dulu, galeri menjadi ruang alternatif dari museum. Kini, dengan adanya NFT, galeri menjadi terkesan tradisional.
“Kehadiran NFT memberikan goncangan bagi seniman dan juga galeri. Menurut saya, disruptor utama saat ini sebenarnya adalah balai-balai lelang yang mulai memasuki pasar penjualan primer dengan seniman ternama," tutur Khai Hori.
Khai Hori juga menjelaskan bahwa seniman yang memanfaatkan blockchain menjadi lebih sadar akan pergerakannya dan nilai ekonomi karyanya. Di satu sisi, teknologi blockchain membuat pasar seni menjadi lebih transparan bagi investor seni. Namun, ia tidak serta-merta mengembangkan ideologi dan pengetahuan seni.
Aspek nilai artistik seni kripto, misalnya, tetap bisa diukur dengan teori seni yang sudah mapan. Baik di pasar tradisional maupun digital, pasti selalu ada karya seni yang baik bersisian dengan karya seni yang buruk. Jadi, nilai karya seni kripto tidak lebih rendah dibanding karya seni tradisional.
Semakin banyaknya orang yang menggeluti blockchain dan seni kripto pasti akan memperkaya diskusi, kajian, dan kritik akan karya seni. Lantas, akan seberapa panjangkan umur praktik seni kripto?
Damanick Dantes dalam “NFT Frenzy Shows Signs of Cooling but Don’t Call It a Market Crash” menyebut bahwa baru-baru ini, harga token dan volume perdagangan seni kripto telah menurun. Namun, hal itu bukanlah tanda akan ambruknya pasar seni kripto.
Perlambatan itu lebih menggambarkan nilai karya yang sebelumnya mengalami inflasi kini bergerak ke arah nilai yang lebih masuk akal. Artinya, ada proses stabilisasi setelah mengalami puncak spekulatif. Lagi pula, meski terjadi perlambatan seperti itu, harga rata-rata NFT saat ini telah tumbuh 10 kali lipat dari harganya 6 bulan yang lalu.
Tingkat harga ini diperkirakan akan terus tumbuh dengan stabil karena semakin banyak orang terjun ke blockchain dan menggunakannya secara reguler. Oleh karena itu, teknologi NFT dengan segala tantangan yang masih harus dihadapinya akan bertahan dan menjadi bentuk evolusi pasar seni kiwari.
Penulis: Pia Diamandis
Editor: Fadrik Aziz Firdausi