Menuju konten utama

Sengkarut Parpol Guram Usai Pileg: Terjebak Konflik Internal

Kader tentu akan mencari kambing hitam atas kegagalan partai, maka pimpinan yang akan menjadi sasaran tembaknya.

Sengkarut Parpol Guram Usai Pileg: Terjebak Konflik Internal
Afriansyah di Kantor DPP PBB, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (19/6/2024). tirto.id/Fransiskus A Pratama

tirto.id - Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Peribahasa ini sekiranya cocok menggambarkan apa yang terjadi pada Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Kedua partai politik peserta Pemilu 2024 itu tidak hanya gagal lolos ke parlemen karena tersandung syarat parliamentary threshold 4 persen, tapi juga terjebak konflik internal.

PBB misalnya. Setelah Yusril Ihza Mahendra mundur dari kursi ketua umum partai, Pj Ketua Umum PBB, Fahmi Bachmid, mengganti sejumlah pengurus organisasi, salah satunya Afriansyah Noor yang didepak dari posisi sekjen. Pria yang juga wakil menteri ketenagakerjaan itu mengaku diganti mendadak oleh pengurus baru.

Di sisi lain, Fachmi menyebut pencopotan terhadap Afriansyah Noor dilakukan sebagai upaya penyegaran. Ia mengatakan, rotasi dilakukan sesuai AD/ART partai dan kebutuhan organisasi, termasuk menyikapi Pilkada 2024.

Reasoning-nya adalah kewenangan serta organization needs. Pertimbangan sesungguhnya sangat teknis saja, yaitu untuk kepentingan serta kebutuhan akselarasi konsolidasi internal partai dalam menghadapi beberapa agenda strategis nasional, termasuk pelaksanaan pilkada langsung 2024 ini,” kata Fahri saat dikonfirmasi Tirto.

Sontak, Afriansyah tak tinggal diam. Ia bahkan akan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Saya akan lawan, saya akan gunakan fasilitas saya sebagai WNI yang dizalimi, yang terzalimi untuk menuntut secara hukum. Ya langkah-langkah kami nanti akan kita diskusikan,” kata Afriansyah di Kantor DPP PBB, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (19/6/2024).

Konpers Sekjen Partai Bulan Bintang

Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB), Mohammad Masduki saat jumpa pers di Markas PBB, Pasar Minggu, Jaksel, Rabu (19/6/2024). (Tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama)

Selain PBB, PPP juga sempat mengalami gangguan. Beredar dorongan agar Muktamar PPP digelar 2024 dari jadwal semula 2025. Juru Bicara Plt Ketua Umum PPP Mardiono, Imam Priyono, mengatakan, PPP sudah satu suara dalam menghadapi Pilkada 2024. Semua diputuskan dalam Rapimnas IX PPP pada 6 Juni 2024.

“Alhamdulillah pada 6 Juni 2024 lalu, PPP telah melakukan Rapimnas IX dan salah satu hasilnya adalah ada kesepahaman bersama bahwa PPP saat ini sedang fokus menyongsong pilkada serentak, yang akan diikuti oleh banyak kader PPP maupun non kader yang mendaftar melalui PPP, sehingga dengan suara bulat para jajaran DPP PPP, ketua DPW seluruh Indonesia dan pimpinan majelis akan menggelar muktamar tahun 2025,” kata Imam kepada Tirto, Selasa (18/6/2024).

Muncul Ketidakpuasan Kader

Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, mengatakan, partai yang gagal lolos parlemen mengalami konflik internal tidak lepas dari ketidakpuasan kader lantaran partai mereka gagal melenggang ke Senayan.

“Karena tidak lolos parlemen itu, maka muncul ketidakpuasan dari anggota dan ketidakpuasan itu pasti, kan, [tertuju ke] pucuk pimpinan,” kata Kunto kepada reporter Tirto, Rabu (19/6/2024).

Kunto menilai, kegagalan partai masuk parlemen tentu dilihat kesalahan pendekatan yang dibawa pengurus parpol untuk memenangkan Pileg 2024. Menurut dia, kader tentu akan mencari kambing hitam atas kegagalan partai, maka pimpinan yang akan menjadi sasaran tembaknya.

Selain itu adalah masalah jabatan. Kunto mengatakan, dua partai yang kini gaduh adalah partai yang akan mendukung pemerintahan baru. Sebagai catatan, PBB adalah pendukung resmi pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang memenangkan Pilpres 2024, sementara PPP “balik kanan” mendukung Prabowo-Gibran usai Ganjar Pranowo-Mahfud MD gagal terpilih.

Kunto menilai, internal partai tidak ingin para pengurus parpol saat ini yang gagal membawa kemenangan malah mendapat jabatan di pemerintahan baru, baik wakil menteri maupun kepala lembaga.

“Paling tidak mereka tidak mau akhirnya yang di internal ini, pucuk-pucuk pimpinan yang dinilai gagal tadi itu justru mendapatkan keuntungan politik dengan mendapatkan jabatan ketika Prabowo nanti naik jadi presiden,” kata Kunto.

Kunto sebut permasalahan pilkada memang menjadi variabel. Akan tetapi, persoalan pilkada bukan menjadi poin utama internal partai non-parlemen ini. Sebagai catatan, meski PPP dan PBB tidak lolos ke Senayan, tapi kedua partai ini masih memiliki mesin di level DPRD yang cukup mumpuni. PBB masih memiliki kursi di beberapa daerah seperti DPRD Konawe Utara (7 kursi), DPRD Kota Ternate (2 kursi), bahkan tingkat provinsi seperti NTB (2 kursi).

PPP malah masih punya kekuatan besar di level DPRD provinsi maupun kabupaten kota. DPRD Jawa Tengah misalnya, PPP diprediksi dapat 6 kursi meski turun dari perolehan Pemilu 2019 yang mencapi 9 kursi. Di Jawa Timur, PPP masih dapat 4 kursi DPRD Jawa Timur. Di tingkat DPRD NTB, PPP masih dapat 7 kursi.

Kunto mengatakan, kursi ketum maupun sekjen memengaruhi keputusan partai, tetapi pengurus daerah lah yang rerata lebih baik dalam membawa kemenangan partai di daerah. Oleh karena itu, Kunto pesimistis melihat gunjang-ganjing partai akibat ingin mengambilalih kewenangan pilkada di daerah, apalagi setiap partai punya mekanisme berbeda dalam penentuan sikap pilkada.

“Ya kalau pun DPP-nya mau nunjuk siapa nih, kalau daerah enggak mau ngerjain, mau gimana coba?" kata Kunto mempertanyakan.

Kunto menilai, konflik partai wajar. Akan tetapi, kata Kunto, dinamika partai itu harus dikelola agar partai tetap membawa ideologinya dalam pemilu. Ketika pengurus sudah tidak lagi peduli terhadap ideologi partai maupun visi-misi partai, maka partai bisa saja bermasalah.

“Jadi masalahnya soal managing conflict, manage conflict,” kata Kunto.

PPP kecewa MK tolak gugatan PHPU Pileg 2024

Plt Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhamad Mardiono (tengah) didampingi Wakil Ketua Umum PPP Rusli Effendi (kanan) dan Sekjen PPP Arwani Thomafi (kiri) serta sejumlah pengurus Partai PPP memberikan keterangan terkait sikap Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024 di Kantor DPP PPP, Jakarta, Rabu (22/5/2024). ANTARA FOTO/Erlangga Bregas Prakoso/Spt.

Sementara itu, analis dari Pusat Riset Politik (PRP) BRIN, Aisah Putri Budiarti, menilai wajar perpecahan terjadi di internal partai. Ia mengatakan, konflik internal lazim terjadi di semua partai, tetapi konflik tersebut tidak begitu terlihat di partai dengan kontrol sentral figur seperti PDIP atau Gerindra.

Dalam konteks PPP, Aisah menilai, masalah soliditas partai sebelumnya membuat ruang untuk pengurus partai goyang. Hal ini tidak lepas keberadaan faksi-faksi partai yang saling tarik-menarik dan mencari alasan pihak yang membawa partai gagal lolos parlemen setelah 20 tahun selalu berada di parlemen dan menjadi salah satu partai tua di parlemen sejak berdiri tahun 1973.

“Ini masalahnya siapa, ini kemudian siapa yang harus bertanggung jawab? Nah, ini kan memberikan peluang faksi-faksi baru misalnya untuk juga naik gitu ke posisi pemimpin partai,” kata perempuan yang karib disapa Puput.

PPP memang berkali-kali mengalami gejolak internal dan yang paling ramai saat Suryadharma Ali –saat itu ketum PPP-- tersandung kasus korupsi dan terpaksa turun. Puncaknya, PPP pecah menjadi dua kubu, yakni PPP di bawah komando Romahurmuzy sebagai hasil Muktamar Surabaya dan Djan Faridz sebagai hasil Muktamar Jakarta. Situasi mulai membaik setelah kedua partai islah dan menunjuk Suharso Monoarfa sebagai ketua umum dari kedua faksi.

Akan tetapi, gejolak kembali muncul di internal partai. Suharso ditendang dari kursi ketua umum dengan alasan kegaduhan pernyataan dia pada Agustsu 2022 soal amplop untuk kiai adalah benih dari tindak pidana korupsi. Pernyataan Suharso lantas menimbulkan kegaduhan dan keresahan kader-kader. Tiga pimpinan Majelis Pertimbangan PPP pun mendesak pengunduran diri Suharso. Suharso akhirnya diberhentikan pada September 2022.

Upaya mencari kesalahan inilah yang kemudian berimbas pada upaya menggoyang soliditas kepemimpinan partai. Hal itu yang berujung permintaan muktamar dipercepat setelah Mardiono gagal membawa PPP lolos ke Senayan.

Selain itu, Puput tidak memungkiri bahwa kegaduhan yang berujung dorongan muktamar berkaitan dengan pilkada. Sebab, kata dia, pilkada adalah momen lobi politik di internal untuk menentukan kader yang maju dan diusung partai, apalagi PPP masih memiliki kekuatan di level daerah meski tidak lolos parlemen nasional.

“Nah ini (penentuan tokoh yang diusung di pilkada) kan ditentukan oleh siapa kemudian yang memegang posisi pimpinan dan juga siapa megang atau menguasai DPP di level nasional, karena kalau kita lihat pilkada bagaimana pun keputusannya pasti, meskipun pertimbangan besarnya juga di level lokal, tapi DPP juga punya kuasa terkait dengan ini. Jadi ada tarik-menarik juga terkait dengan pilkada," kata Puput.

Ketum PPP Mardiono

Plt. Ketua Umum PPP Mardiono mengucapkan selamat atas kemenangan dan terpilihnya Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka atas ketetapan hasil Pemilu Presiden. tirto.id/Irfan Amin

Hal serupa juga terjadi di PBB. Akan tetapi, berbeda dengan PPP, PBB sudah beberapa kali gagal lolos parlemen. Sikap Yusril yang mundur dari kursi ketua umum memicu pergantian kepemimpinan. Para tokoh internal partai pun berupaya memanfaatkan momentum itu untuk mendapat panggung politik.

“Jadi ketika kemudian Pak Yusril menyatakan mundur dari politik, tentunya ada perputaran tokoh-tokoh baru di internal PBB dan menurut saya ya situasinya jadi mirip seperti PPP pada akhirnya ketika menjelang pilkada, ini semua faksi-faksi di dalam tentunya sedang mencari ruang baru untuk kursi-kursi strategis di DPP ataupun pengurus-pengurus di level lanjut di bawahnya," kata Puput.

Oleh karena itu, Puput menilai wajar partai non-parlemen ini bergejolak. Hasil pileg yang dinilai tidak membuat mereka lolos parlemen ditambah dengan momen jelang pilkada membuat internal bergejolak. Kader-kader pun berupaya mendapatkan kekuasaan di internal partai, apalagi tiap partai tentu memiliki faksi berbeda-beda.

“Itu semua pasti saling berkorelasi, enggak kemudian bergerak sendiri-sendiri," kata Puput.

Dalam kacamata Puput, idealnya partai tidak langsung serta-merta membahas soal suksesi kepemimpinan atau evaluasi di tengah proses pemilu yang tengah berjalan. Ia beralasan, partai masih berproses dalam mencari kandidat yang diusung dalam pilkada, sementara evaluasi harus dilakukan secara mendalam agar tidak ada kesalahan diagnosa.

“Itu kan sebenarnya dua hal yang berat, tapi karena kepentingan politik dalam tanda kutip kepentingan politik jangka pendek menuju pilkada, maka ya itu ada upaya menyegarkan itu, pasti terprediksi bisa terjadi," kata Puput.

Baca juga artikel terkait PEMILU 2024 atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz