Menuju konten utama

Pengangguran Tinggi di Indonesia Buka Jalan untuk Kejahatan

Pengangguran yang disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan merupakan salah satu faktor utama memicu meningkatnya angka kriminalitas.

Pengangguran Tinggi di Indonesia Buka Jalan untuk Kejahatan
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan ( kiri) bersama Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat ( kanan) memberikan keterangan saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (11/3/2022). ANTARA FOTO/Reno Esnir/nym.

tirto.id - Pengangguran yang timbul akibat tidak tersedianya lapangan pekerjaan menjadi salah satu faktor utama penyumbang meningkatnya angka kriminalitas. Banyak kasus kriminalitas di negeri ini berakar pada masalah ekonomi.

Ketika individu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka karena ketiadaan pekerjaan, mereka sering kali merasa terdesak dan terpaksa mencari jalan keluar melalui cara-cara yang melanggar hukum. Persoalan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat ini sering kali berhubungan erat dengan masalah ketenagakerjaan.

Kurangnya kesempatan kerja membuat banyak orang tidak memiliki sumber pendapatan yang stabil. Ketidakstabilan ekonomi ini menciptakan tekanan besar yang pada gilirannya dapat mendorong mereka untuk melakukan tindakan kriminal sebagai upaya terakhir.

Sebab itu, untuk mengatasi masalah pengangguran melalui penciptaan lapangan pekerjaan yang memadai merupakan langkah penting untuk menekan angka kriminalitas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Pemerintah dan sektor swasta perlu berkolaborasi untuk mengembangkan program pelatihan keterampilan. Langkah tersebut untuk mendukung usaha kecil dan menengah serta menarik investasi yang dapat menciptakan lebih banyak peluang kerja.

“Kalau kesempatan ada dan lingkungan mendorong, hampir pasti perbuatan menyimpang yang serius seperti kejahatan akan terjadi,” kata Kriminolog dari Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, kepada Tirto, Jumat (14/6/2024).

Sepanjang 2023, Kepolisian RI (Polri) mencatat terdapat 288.472 kejahatan terjadi di Indonesia. Jumlah Tersebut mengalami kenaikan 4,33 persen dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 276.507 kasus. Trennya cenderung naik sejak 2016. Namun, angkanya sempat mengalami penurunan hingga 12,92 persen pada 2019.

KASUS PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN

Petugas berpakaian sipil menggiring tersangka kasus pencurian dengan pemberatan, KDN (32), saat gelar perkara di Polrestabes Semarang, Jateng, Rabu (7/12). Polisi meringkus tersangka yang sering melakukan aksi kejahatan dengan modus menyamar sebagai petugas servis pendingin udara itu bersama berbagai barang bukti hasil kejahatan dengan nilai kerugian para korbannya mencapai ratusan juta rupiah di sejumlah lokasi. ANTARA FOTO/R. Rekotomo/kye/16.

Sementara dalam waktu 15 hari, sejak 1 sampai 15 Maret 2024, Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Polres jajaran juga berhasil mengungkap 352 kasus dan menangkap 409 orang. Dari 352 kasus tersebut terdiri dari 71 kasus target operasi (TO) dan 281 non(TO).

Lalu, 114 kasus pencurian dengan pemberatan, 59 kasus pencurian dengan kekerasan, dan 182 kasus pencurian kendaraan bermotor.

Dalam Operasi Kewilayahan Pekat Jaya 2024 Ditreskrimum dan Sat Reskrim Jajaran juga berhasil mengungkapkan beberapa kasus yang meresahkan yaitu, 13 kasus judi, 132 botol minuman keras, 3 kasus pemerasan, 21 kasus undang-undang darurat. Kemudian, 3 kasus pembunuhan, 6 kasus penganiayaan berat, 24 kasus pencurian, serta 23 kasus lainnya.

“Kriminalitasitu terjadi pada angka pengangguran yang tingkat pendidikannya rendah. Apalagi Pengangguran itu adalah anak-anak muda itu kaitannya dengan kriminalitas. Jelas itu,” ujar Pengamat Ketenagakerjaan Universitas Gadjah Mada (UGM), Tadjudin Nur Effendi, saat merespon korelasi antara pengangguran terhadap kriminalitas, kepada Tirto, Jumat.

Bursa kerja di Jakarta

Sejumlah pencari kerja antre untuk masuk ke dalam area Pameran Bursa Kerja di Thamrin City, Jakarta, Selasa (28/5/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/rwa.

Jika melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran RI tercatat sebanyak 7,20 juta orang per Februari 2024. Hal ini setara dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,82 persen.

Jumlah orang yang menganggur ini tercatat lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yaitu 7,99 juta orang.

Apabila dilihat berdasarkan pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh angkatan kerja,jumlah pengangguran terbanyak datang dari Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Cukup mengenaskan mengingat justru angkatan kerja yang memiliki pendidikan cukup tinggi.

Tingkat pengangguran terbuka tamatan SMK masih merupakan yang paling tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya sebesar 8,62 persen. Kemudian, posisi kedua yaitu TPT tamatan SMA sebesar 6,73 persen. Sementara itu, TPT yang paling rendah adalah pendidikan SD ke bawah mencapai 2,38 persen.

“Apalagi pengangguran itu tingkat pendidikan rendah itu sangat dekat dengan kriminal. Kriminal bisa kemudian berkaitan dengan narkoba, perjudian, tipu menipu dan seterusnya,” jelas Tadjudin.

Pengangguran & Kriminalitas Berkorelasi

Pakar hukum pidana Universitas Mulawarman (Unmul), Orin Gusta Andinia, melihat pengangguran dan kriminalitas sebagai dua hal yang berkorelasi erat. Pengangguran yang disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan merupakan salah satu faktor utama memicu meningkatnya angka kriminalitas.

“Sangat berkorelasi. Masalah utama pemberantasan kejahatan terutama tindak pidana konvensional (bukan extra ordinary crime) itu faktor utamanya adalah kemiskinan,” ujar Orin kepada Tirto,Jumat.

Orin menjelaskan kemiskinan dan ketidaksejahteraan berkaitan dengan minimnya lapangan kerja yang menyebabkan tingginya angka pengangguran. Di sisi lain, kebutuhan primer masyarakat tetap harus terpenuhi.

“Secara pembelajaran kriminologi juga mengatakan bahwa kejahatan muncul karena faktor primer si pelaku untuk pemenuhan kebutuhan bertahan hidup,” kata Orin.

Selain itu, Orin mencatat berbagai penelitian, terutama dari negara-negara maju, menunjukkan semakin maju dan sejahtera suatu negara, tingkat kriminalitasnya cenderung lebih rendah. Sebaliknya, semakin tidak sejahtera suatu negara, tingkat kriminalitasnya bisa dipastikan lebih tinggi.

“Bahkan banyak kejadian pembunuhan, KDRT(Kekerasan Dalam Rumah Tangga), perceraian, prostitusi anak dan perempuan dipicu karena persoalan ekonomi,” ujar Orin.

BEKUK KOMPLOTAN PERAMPOK RUKO

Kapolres Kediri AKBP Sumaryono (kiri) menunjukan barang bukti kejahatan perampokan beserta empat tersangka di Polres Kediri, Jawa Timur, Selasa (4/4). Berdasarkan penyelidikan polisi komplotan tersebut telah melakukan tindak kejahatan di sedikitnya 19 tempat kejadian perkara (TKP) dengan sasaran rumah toko (ruko) dan berhasil membawa kabur berbagai barang berharga dengan taksiran senilai ratusan juta rupiah. ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/kye/17

Sementara itu, Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, beberapa studi menunjukkan hasil yang beragam mengenai pengaruh pengangguran terhadap tingkat kriminalitas.

Tetapi, untuk beberapa studi yang dimaksud ada yang memperlihatkan hasil yang positif dalam melihat hubungan antara tingkat pengangguran dengan tingkat kriminal. Terutama ini yang terjadi ketika periode ekonomi sedang melambat atau terkontraksi.

“Ciri tersebut justru hanya melihat hubungan tingkat pengangguran dan peningkatan kriminalitas pada periode krisis ekonomi dan ketika kondisi ekonomi lebih stabil dampaknya hubungan itu tidak terlalu terlihat,” ujar Yusuf kepada Tirto, Jumat.

Lebih jauh, kata Yusuf, sebuah studi menunjukkan tingkat kriminalitas sangat dipengaruhi oleh kondisi struktur perekonomian. Ketika struktur perekonomian rentan dan memiliki banyak masalah seperti pengangguran dan kemiskinan, hal ini dapat berdampak pada peningkatan tingkat kriminalitas.

“Sehingga kalau kita berkaca dari beberapa studi tersebut, maka permasalahan struktural ekonomi merupakan salah satu faktor utama dalam melihat hubungan peningkatan tingkat kriminal terutama di negara emerging market seperti Indonesia,” ujar Yusuf.

Apa yang Perlu Dilakukan Pemerintah?

Lebih lanjut, Yusuf mengatakan, untuk menyelesaikan masalah kriminalitas, pemerintah perlu mencari akar permasalahannya, yaitu masalah sosial ekonomi yang mungkin terasa timpang antarkelas pendapatan. Selain itu, penting juga untuk menyediakan lapangan pekerjaan guna mengurangi angka pengangguran.

“Upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong mereka bisa hidup mandiri tanpa harus bergantung pada bantuan pemerintah merupakan hal-hal penting yang kemudian bisa dilakukan pemerintah dalam menyelesaikan masalah kriminalitas dan meminimalisir hal tersebut,” jelas Yusuf.

Sementara itu, Tadjudin mengatakan idealnya, untuk menekan angka kriminalitas, pemerintah harus meningkatkan penciptaan lapangan kerja. Dia menilai orang tidak melakukan kejahatan semata-mata karena keinginan tetapi karena adanya kesempatan atau kesulitan hidup.

Kasus Perampokan di Toko Jam

Konferensi pers pengungkapan kasus perampokan di toko jam di PIK oleh Polda Metro Jaya, Jumat (14/6/2024). (Tirto.id/Ayu Mumpuni)

“Tapi kalau dia masih mendapatkan penghasilan mendapatkan pekerjaan dia tidak akan melakukan itu. Tapi masih muda sulit mendapatkan pekerjaan, mendapatkan tekanan, dari masyarakat itu muncul [tindakan kriminal],” ujar Tadjudin.

Selain penciptaan lapangan kerja, Tadjudin menekankan perlunya peran kepolisian untuk menyadarkan kelompok-kelompok remaja. Kepolisian harus mendekati kelompok-kelompok muda dengan cara yang persuasif, bukan dengan kekerasan.

“Tugasnya adalah memahami kelompok tertentu di satu daerah didatangi bukan diancam. Tetapi dengan melakukan pendidikan yang sifatnya supaya mereka tidak berbuat kriminal,” ujar Tadjudin.

Tadjudin juga menilai tindakan kriminal sering kali dilakukan oleh anak-anak yang berasal dari keluarga broken home hingga memiliki keinginan yang belum tercapai. Pada akhirnya, mereka terlibat dalam tindakan kriminal karena faktor-faktor tersebut.

Baca juga artikel terkait KASUS KRIMINALITAS atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Hukum
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin