tirto.id - Nama eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan makin terang untuk maju di Pilkada Jakarta. Anies sudah mendapatkan dukungan dari DPW Partai Kebangkitan Bangsa DKI Jakarta untuk maju Pilkada.
"PKB DKI Jakarta memutuskan Anies Baswedan menjadi calon tunggal untuk mencalonkan di Pilkada DKI 2024-2029," ujar Ketua DPW PKB Jakarta, Hasbiallah Ilyas, kepada awak media, Rabu (12/6/2024).
Hasbiallah pun mengatakan bahwa mereka membuka peluang untuk mengusung Anies dengan siapapun, termasuk Ketua Umum DPP PSI Kaesang Pangarep.
Usai pertemuan dengan Anies pada Kamis (13/6/2024), Hasbiallah memastikan kembali mereka membuka komunikasi dengan siapapun, baik dengan PDIP, PKS maupun PSI. Ia mengaku, rekomendasi pengusungan Anies oleh PKB sudah aman dan final.
"Sudah aman," kata Hasbiallah.
Di tempat yang sama, Anies mengatakan kedatangan ke DPW PKB Jakarta sebagai respons sikap partai pimpinan Muhaimin Iskandar itu yang ingin agar dirinya maju kembali di Pilkada Jakarta.
Mantan Rektor Universitas Paramadina ini mengatakan, komunikasi dengan semua partai terus berjalan, termasuk PDIP maupun PSI yang ingin mengawinkan Kaesang dengan dirinya. Ia pun lebih fokus proses pembentukan koalisi daripada memilih pasangan.
"Kalau partainya sudah cukup, baru nanti kita bicara pasangan," kata Anies di lokasi yang sama.
Saat ini, harus diakui beberapa partai lain memang ingin mengusung mantan Mendikbud itu untuk maju lagi di Jakarta. Selain PKB, ada PKS, Nasdem, PDIP hingga PSI. Niatan PKS untuk mengusung Anies kembali terungkap setelah DPW PKS DKI Jakarta mengunjungi Anies pada Mei 2024 lalu.
Sementara itu, PSI tertarik untuk mengusung Anies setelah PKB menyuarakan kemungkinan pengusungan Anies-Kaesang di Pilkada DKI Jakarta.
Di sisi lain, PDIP juga ikut melirik Anies dalam Pilkada Jakarta. DPD PDIP Jakarta pun disebut sudah mengajukan nama Anies sebagai salah satu kandidat cagub Jakarta selain nama Andika Perkasa dan nama lain ke DPP PDIP.
Akan tetapi, PDIP masih mempertimbangkan pengusungan nama Anies lantaran perbedaan akar rumput pemilih antara PDIP dengan Anies.
Peneliti dan pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Aisah Putri Budiarti, mengatakan proses politik Pilkada Jakarta masih cukup panjang hingga pendaftaran pada Agustus 2024 mendatang.
Partai-partai masih mencari kandidat potensial, salah satunya adalah kandidat yang pernah menjabat periode sebelumnya.
Akan tetapi, dalam konteks DKI Jakarta dan pencalonan Anies Baswedan, perempuan yang karib disapa Puput itu melihat pengalaman Anies di Pilpres 2024 lalu akan sangat mempengaruhi pembentukan koalisi Pilgub sehingga lebih spesial daripada partai lain.
Selain itu, Jakarta juga lebih spesial karena partai yang berkoalisi di Jakarta akan dilirik publik secara nasional dan ada citra partai yang dipertaruhkan.
"Oleh karena itu, saya duga, Anies yang sudah resmi didukung PKB pada Pilkada Jakarta 2024 akan lebih memungkinkan membangun koalisi dengan mereka yang berada di luar pendukung Prabowo-Gibran saat Pilpres lalu, artinya lebih mudah untuk terbangun koalisi dengan Nasdem, PKS, PDIP dan PPP dibandingkan dengan di luar itu," kata Puput kepada Tirto, Kamis (13/6/2024).
Puput melihat, faktor konsistensi bisa menjadi nilai jual politik bersatunya Koalisi Perubahan dengan koalisi PDIP-PPP. Selain itu, ada juga aspek komunikasi yang sudah terbangun saat Pilpres 2024 ketika Anies bersama PKS dan Nasdem.
Ia juga melihat dukungan kepada Anies oleh mantan koalisinya dan PDIP mungkin terjadi karena mantan Gubernur DKI Jakarta itu masih populer di Jakarta dan punya peluang menang besar.
Akan tetapi, Puput mengingatkan bahwa politik Indonesia sangat cair. Berkaca pada pengalaman politik Anies pada 2017 dan 2024 lalu, Anies adalah orang yang terbuka dalam berpolitik. Ia tidak saklek untuk membuka komunikasi dan berkoalisi dengan partai tertentu.
Oleh karena itu, opsi koalisi perubahan ditambah PDIP-PPP masih mungkin terjadi dengan dua hal yang menjadi perhatian. Pertama, mereka akan melihat konsistensi popularitas Anies dalam menjaga suara dan citra positif dari masa jelang pencalonan ke depan. Kedua adalah kemampuan Anies dan PKB membangun koalisi demi memenuhi syarat koalisi.
Sebagai catatan, PKB berada di peringkat ke-6 dalam perolehan suara nasional. Peringkat pertama diisi oleh PKS dengan total 1.012.028 suara. Kemudian disusul PDIP 850.174 suara, Gerindra 728.297 suara, Nasdem 545.235 suara, Golkar 517.819 suara, PKB 470.682 suara, PSI 465.936, PAN 455.906 suara, Demokrat 444.314 suara.
Puput menilai, dua hal tersebut akan mempengaruhi proses pengusungan Anies. Dua hal itu juga akan mempengaruhi kesempatan PDIP masuk bersama koalisi Nasdem, PKS dan PKB dalam Pilkada Jakarta 2024 walau masih sebatas kemungkinan. Ia menilai, makin cepat Anies mendapat koalisi, maka semakin mempengaruhi konstelasi pembentukan koalisi di Pilkada Jakarta.
"Semakin cepat Anies memenuhi syarat pencalonan, maka bargain politik untuk menggaet partai lain tentu akan semakin kuat, termasuk mereka dari kubu yang berbeda saat Pilpres," kata Puput.
"Tentu berlaku sebaliknya, jika partai politik dengan kandidat kompetitor justru bisa terbentuk lebih dulu dengan komposisi partai lebih kuat, maka bisa jadi Anies tidak mampu membangun koalisi kuat, bahkan bisa gagal, apalagi Pilkada DKI bisa jadi dipengaruhi lobi politik pembentukan pemerintahan ke depan," tambah Puput.
Di sisi lain, Puput juga menilai, partai non-koalisi Anies terus menyusun strategi, apalagi mereka yang sudah tergabung di Koalisi Indonesia Maju (KIM) pada Pilpres 2024 lalu. Ia melihat, KIM bisa saja memasukkan nama Kaesang Pangarep sebagai wagub untuk meningkatkan daya saing melawan Anies.
"Pasangannya bisa sangat terbuka dengan siapapun yang punya potensi menang dan dipilih warga Jakarta, termasuk RK (Ridwan Kamil), Riza Patria, dan lain-lain," kata Puput.
Anies akan Pegang Kendali Koalisi Pilkada Jakarta
Sementara itu, analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, mengatakan, situasi politik masih sangat dinamis setelah DPW PKB Jakarta memberikan rekomendasi. Ia mengatakan, dinamika politik sangat cair sehingga situasi politik bisa berubah sewaktu-waktu.
Akan tetapi, Kunto mengingatkan bahwa Anies saat ini memiliki magnet politik yang berpotensi memegang kendali partai dan koalisi ke depan.
"Harus diingat, Anies hari ini jadi magnet, magnet perbincangan politik. Pemberitaan tentang Anies banyak banget. Lalu yang kedua juga magnet untuk partai-partai politik untuk menjalin koalisi. Jadi bisa jadi pemersatu politik. Nanti pada akhirnya adalah Anies lah yang bisa memegang kendali dia mau berkoalisi dengan siapa saja," kata Kunto, Kamis (13/6/2024).
Pendapat Kunto bukan tanpa alasan. Ia mengatakan, Pilkada lebih menitikberatkan pada tokoh atau calon gubernur yang diusung daripada koalisi partai. Keuntungan itu menjadi ruang bagi Anies menjadi dirigen koalisi yang bisa dibentuk di Jakarta.
Kunto pun memberikan catatan sebelum membahas kemungkinan koalisi Anies antara PKB-PKS-Nasdem bersama PSI atau PDIP atau menggandeng PSI bersama PDIP. Pertama, Ia mengatakan, strategi Kaesang yang mau dengan Anies harus dilihat sebagai kemungkinan upaya anak bungsu Presiden Jokowi itu untuk menjaga tetap masuk bursa di Pilkada DKI.
Di sisi lain, PDIP sendiri punya banyak kader berkualitas, salah satunya Andika Perkasa untuk menjadi cagub di Jakarta. Kedua, PDIP dan PSI tidak mungkin jadi satu karena ada Kaesang yang notabene anak Presiden Jokowi, yang kini tengah menjadi musuh di tubuh PDIP.
Jika Anies mampu menggaet Koalisi Perubahan ditambah PSI, maka keuntungan Anies adalah akan minim dicurangi dalam pemilu. Selain itu, Anies mungkin akan mendapat bantuan 'bagi-bagi bansos' sesuai rumus Pilpres 2024 lalu yang berhasil memenangkan Prabowo-Gibran dengan pengusungan Anies-Kaesang.
Namun, Anies akan mampu memiliki kekuatan lebih besar jika merapat dengan PDIP bersama dukungan Koalisi Perubahan.
"Kalau pak Anies mau nyari menang ya mungkin dengan mas Kaesang lebih cocok gitu, tapi kalau pak Anies kemudian ingin tetap di berada di garis perubahan ya mungkin bisa gabung dengan PDIP gitu karena posisinya yang berhadap-hadapan secara politik dengan pemerintahan yang ada maupun nanti pemerintahan Prabowo," kata Kunto.
Akan tetapi, Koalisi Perubahan dengan PDIP tentu akan membawa tantangan di internal dalam pemilihan nama wakil gubernur. PDIP tentu akan menyodorkan nama Andika Perkasa, Tri Rismaharini maupun Basuki Hadimuljono sebagai wakil Anies.
Sementara itu, partai di Koalisi Perubahan, jika merapat dengan Anies, akan mengusung nama pendamping Anies masing-masing. Ia mencontohkan PKS tentu akan mengusung eks Presiden PKS Sohibul Iman atau Presiden PKS Ahmad Syaikhu; Nasdem akan mendorong Ahmad Sahroni; sementara PKB mungkin dengan Ida Fauziyah.
Di sisi lain, Koalisi Indonesia Maju mungkin akan menarik Kaesang untuk maju di Pilkada DKI Jakarta sebagai wagub. Ia tidak memungkiri Ridwan Kamil akan didorong untuk menjadi lawan Anies di Pilkada DKI Jakarta.
Terlepas dari berbagai opsi yang ada, Kunto menekankan situasi saat ini Koalisi Perubahan belum sepenuhnya di tangan Anies. Saat ini, baru PKB yang menyatakan terbuka untuk mendukung Anies di Pilkada DKI Jakarta. PKB berkoalisi dengan PDIP dengan membawa Anies masih mungkin terjadi. Sementara itu, PKS dan Nasdem ada kemungkinan tidak satu jalur dengan Anies.
Namun, opsi tersebut masih belum tentu terjadi karena Nasdem dan PKS sudah sama-sama paham karakter partai.
Selain itu, KIM juga mungkin akan mendorong PSI untuk memajukan Kaesang sebagai wakil gubernur. Akan tetapi PSI belum memberikan rekomendasi kepada Kaesang sehingga opsi tersebut belum tentu terjadi.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto