tirto.id -
"LC sudah menyerahkan diri, ia datang ke Bareskrim. Saat ini sedang dilakukan pemeriksaan," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Brigadir Jenderal Rudy Heriyanto ketika dihubungi Tirto, Jumat (28/9/2018).
Menurut Rudy, setelah menyerahkan diri, Leo langsung diperiksa dan ditahan. "Akan ditahan," katanya.
Polri sebelumnya telah mengirimkan surat cegah tangkal keluar negeri kepada pihak Imigrasi untuk Leo yang saat itu masih buron dan dua orang lainnya.
LC merupakan pemegang saham, membuat dan merencanakan piutang fiktif yang menjadi jaminan di 14 bank bersama LD dan SL. Dua nama terakhir masih menjadi buronan kepolisian dan mereka juga dicekal ke luar negeri.
Sebelum LC menyerahkan diri, sudah ada lima orang yang ditangkap dan dijadikan tersangka yakni DS selaku Direktur Utama PT SNP, AP selaku Direktur Operasional, RA menjabat Direktur Keuangan, CDS sebagai Manajer Akuntansi dan AS tercatat sebagai Asisten Manajer Keuangan.
Kelima pelaku dijerat Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat, dan/atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan/atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan/atau Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (PTPPU).
Pada Selasa (25/9/2018), kepolisian telah menggeledah kantor PT SNP yang kini berubah menjadi kantor pusat Columbia yang beralamat di Jalan KH. Mas Mansyur No. 15, Blok E-2, Duri Pulo, Gambir, Jakarta Pusat. Penggeledahan selama tiga jam itu menyita tiga unit komputer untuk dijadikan barang bukti pendalaman kasus.
Penyidik kini masih mengejar dua buronan lainnya yakni anak Leo Chandra yang berinisial LD dan karyawan bagian keuangan berinisial SL.
Dalam kasus ini, pembobolan bank dilakukan oleh lembaga pembiayaan kredit PT SNP yang merupakan induk perusahaan PT Cipta Prima Mandiri (Columbia) terhadap 14 bank.
Modusnya, PT SNP mengajukan pinjaman kepada bank dengan jaminan piutang fiktif dari para konsumen Columbia.
Awalnya PT SNP mengajukan pinjaman fasilitas kredit modal kerja dan fasilitas kredit rekening koran kepada Bank Panin periode Mei 2016-September 2017 dengan plafon sebesar Rp425 miliar dengan jaminan daftar piutang pembiayaan konsumen Columbia.
"Fasilitas kredit yang disetujui kemudian digunakan untuk keperluan para pemegang saham dan grup perusahaan," kata Wadirtipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol Daniel Tahi Monang Silitonga.
Kemudian pada Mei 2018, terjadi kredit macet sebesar Rp141 miliar.
"'List piutang pembiayaan itu fiktif sehingga tidak bisa ditagih dan para tersangka sampai saat ini tidak dapat menunjukkan dokumen kontrak pembiayaan yang dijadikan jaminan," tuturnya.
Tak hanya Bank Panin yang menjadi korban, PT SNP juga mengajukan kredit serupa kepada 13 bank lainnya yang terdiri dari beberapa bank BUMN dan swasta dengan total kerugian atas pengucuran fasilitas kredit tersebut mencapai Rp14 triliun.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Maya Saputri