Menuju konten utama

Pembobolan Bank Rp14 Triliun: Bagaimana Dampaknya Bagi Perbankan?

OJK mengklaim nilai pembobolan dana yang dilakukan SNP hanya Rp2,4 triliun, bukan Rp14 triliun seperti yang dirilis Bareskrim.

Pembobolan Bank Rp14 Triliun: Bagaimana Dampaknya Bagi Perbankan?
Lima orang tersangka dan barang bukti dihadirkan saat rilis kasus kejahatan di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (24/9/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Bareskrim Polri baru-baru ini berhasil mengungkap kasus pembobolan 14 bank oleh lembaga pembiayaan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP). Dalam kasus ini, aparat menangkap lima tersangka dan kerugian ditaksir mencapai Rp14 triliun.

Wakil Direktur Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri, Kombes Pol Daniel Tahi Monang Silitonga mengatakan, para pelaku dalam menjalankan aksinya dengan mengajukan kredit ke bank beserta jaminan berupa daftar piutang yang telah dimanipulasi, sehingga mendapatkan jumlah uang yang lebih besar saat pencairan kredit.

Total kerugian dari fasilitas kredit itu ditaksir mencapai Rp14 triliun dari 14 bank, baik swasta maupun bank BUMN. Hingga saat ini, baru Bank Panin yang melapor ke kepolisian. Bank Panin mengaku telah ditipu hingga Rp400-an miliar.

Sementara 13 bank lainnya hingga saat ini belum melaporkan. Namun demikian, sejumlah bank, seperti Bank Mandiri dan Bank BCA telah mengkonfirmasi bila pihaknya termasuk salah satu dari 14 bank yang disebut polisi menjadi korban pembobolan SNP.

Corporate Secretary Bank Mandiri, Rohan Hafas mengatakan, nominal uang pinjaman yang dirugikan mencapai angka Rp1,2 triliun. “Dulu Rp1,4 triliun, ada pembayaran menjadi Rp1,2 triliun,” kata Rohan kepada reporter Tirto, Selasa (25/9/2018).

Kerugian tersebut tentu memberikan dampak kepada keuangan perbankan. Akan tetapi, Rohan mengatakan dampak kerugian dari kasus ini cenderung kecil. “[Bank] Mandiri total kreditnya Rp800 triliun, itu [kerugian] Rp1,2 triliun, dampaknya kecil,” kata Rohan.

Sementara itu, Corporate Secretary BCA, Jan Hendra tidak menyebutkan nominal penipuan kredit yang dialami BCA. Hanya saja, berdasarkan informasi yang beredar nominal kerugian BCA mencapai Rp210 miliar.

“BCA memang menjadi salah kreditur bagi SNP Finance yang dikenal Columbia, yang merupakan salah satu pelaku bisnis yang lama di bidang pembiayaan,” kata Hendra saat dikonfirmasi Tirto.

Hendra menuturkan, nominal kerugian yang dialami BCA relatif kecil. Menilik laporan keuangan BCA pada Mei 2018, total kredit BCA mencapai Rp486,5 triliun. Capaian ini masih tumbuh 13,37 persen dari posisi periode yang sama tahun lalu sebesar Rp429,12 triliun.

“Secara nominal dampaknya kecil sekali, dibandingkan dengan total kredit yang telah disalurkan. Jadi, tidak ada dampaknya,” kata Hendra.

Meski demikian, Pengamat Perbankan, Paul Sutaryono mengatakan dalam kasus ini yang perlu dilihat sebetulnya bukan hanya besar kecil kerugian bank, tapi lebih menitikberatkan kepada kehati-hatian dari perbankan dalam memberikan pinjaman kepada perusahaan multifinance.

“Bank harus lebih prudent. OJK [Otoritas Jasa Keuangan] harus meningkatkan pengawasan dengan lebih dini, sehingga tidak terjadi kasus ini,” kata Paul kepada Tirto.

Paul menilai pengawasan OJK saat ini belum optimal. “OJK perlu meningkatkan pengawasan terutama yang bersifat lebih awal. Hal ini merupakan upaya pencegahan supaya tidak terjadi kasus besar. Akan tetapi, saya kira OJK tidak berusaha menutupi kasus ya,” kata Paul.

Dalam konteks ini, Paul mengatakan bahwa penting bagi OJK mendorong perbankan yang menjadi korban untuk melaporkan penipuan yang dilakukan SNP ke polisi. Hal ini penting dilakukan agar kasus yang ditaksir mencapai Rp14 triliun ini dapat diusut tuntas.

Respons OJK

Deputi Komisioner Pengawas Perbankan OJK, Slamet Edi Purnomo mengklaim nilai pembobolan dana yang dilakukan PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP) hanya sebesar Rp2,4 triliun. Angka ini berbeda jauh dengan nominal yang dirilis Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal (Dittipideksus Bareskrim) Mabes Polri sebesar Rp14 triliun.

“Berdasarkan hitung-hitungan kami, kalau yang dari kredit saja itu Rp2,4 triliun. Itu yang dari kredit saja ya. Itu outstanding-nya segitu,” kata Slamet saat dihubungi Tirto, Selasa (25/9/2018).

Nominal kerugian yang dirilis Dittipideksus Bareskrim Rp14 triliun terungkap setelah Bank Panin, satu dari 14 bank yang memberikan kredit ke NSP Finance melaporkan kasus ini ke polisi. Hal ini terkuak lantaran kredit SNP Finance ke Bank Panin macet pada Mei 2018.

Saat itu, kredit SNP Finance di bank milik Mukmin Ali Gunawan ini tersisa sebesar Rp141 miliar. Dari sana diketahui bahwa jaminan piutang yang diberikan NSP fiktif. Modus yang dilakukan pengurus SNP Finance adalah dengan mengajukan kredit modal kerja dan fasilitas kredit rekening koran ke Bank Panin dari Mei 2016 hingga September 2017 senilai Rp425 miliar.

Slamet mengaku heran dengan angka yang disebut Dittipideksus Bareskrim Polri. Ia memperkirakan, hitungan yang dilakukan Bareskrim Polri didasarkan pada transaksi pada tahun-tahun sebelumnya.

Oleh karena itu, ia meminta tim penyidik OJK memverifikasi data atas angka pembobolan dana di SNP Finance. “Itu saya enggak tahu angkanya dari mana, angkanya enggak jelas itu. Tadi saya minta sama tim penyidik OJK. Untuk klarifikasi angkanya. Kok versinya beda,” kata dia.

Baca juga artikel terkait PEMBOBOLAN BANK atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana & Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Abdul Aziz