Menuju konten utama

Sekolah Kena PPN, Komisi X DPR: Biaya Pendidikan akan Tambah Mahal

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai rencana pemerintah untuk mengenakan PPN terhadap jasa pendidikan akan membuat biaya pendidikan semakin mahal.

Sekolah Kena PPN, Komisi X DPR: Biaya Pendidikan akan Tambah Mahal
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/6/2021). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nz

tirto.id - Pemerintah akan mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sejumlah jasa. Hal itu tertuang dalam RUU KUP yang diajukan pemerintah dan akan segera dibahas dengan DPR. Dari 17 jasa yang sebelumnya tidak terkena PPN, ada jasa pendidikan ternyata masuk ke dalam daftar dan akan dikenakan tarif PPN.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menilai rencana pemerintah untuk mengenakan PPN terhadap jasa pendidikan akan membuat biaya pendidikan semakin mahal.

“Pengenaan PPN ini berpotensi berimbas serius terhadap jasa pendidikan, karena pajak ini oleh lembaga pendidikan akan dibebankan kepada wali murid. Biaya pendidikan akan menjadi tinggi,” ujar Syaiful Huda, Kamis (10/6/2021).

Huda mengatakan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia memang sebagian dilakukan oleh kalangan swasta. Bahkan ada sebagian dari penyelenggara pendidikan sudah memasang tarif mahal karena kualitas kurikulum maupun sarana prasarana penunjangnya.

Namun, secara umum sektor pendidikan masih membutuhkan uluran tangan pemerintah karena keterbatasan sarana prasarana maupun lemahnya potensi ekonomi.

“Kami belum mengukur secara presisi dampak dari kebijakan tersebut, namun saat ini hal tersebut membuat kami mengkhawatirkan implikasinya,” katanya.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini memahami jika pemerintah berusaha memperluas basis objek pajak di tanah air. Langkah ini sebagian dari upaya meningkatkan pendapatan negara, namun sebaiknya jasa pendidikan tak masuk sektor yang jadi objek PPN.

“Kami memahami jika 85% pendapatan negara tergantung pada sektor pajak. Kendati demikian pemerintah harusnya berhati-hati untuk memasukan sektor pendidikan sebagai objek pajak,” katanya.

Ia menilai kebijakan soal sektor pendidikan yang nantinya akan terkena PPN tidak tepat untuk jadi objek pajak. Menurutnya sistem Universal Service Obligation (USO) akan lebih tepat digunakan untuk memeratakan akses pendidikan. Dengan sistem ini sekolah-sekolah yang dipandang mapan akan membantu sekolah yang kurang mapan.

“Dengan demikian kalaupun ada potensi pendapatan negara yang didapatkan dari sektor Pendidikan maka outputnya juga untuk pendidikan. Istilahnya dari pendidikan untuk pendidikan juga,” katanya.

Lebih lanjut ia berharap, agar pemerintah duduk bersama Komisi X DPR RI untuk membahas persoalan tersebut agar usulan tersebut menjadi jelas. Kementerian Keuangan kata dia bisa datang ke Komisi X untuk memberikan alasan, rasionalisasi, dan dampak jika PPN jasa Pendidikan benar-benar dilaksanakan.

“Agar tidak menjadi polemik dan kontra produktif, kita mengharapkan penjelasan pemerintah atas isu ini,” jelasnya.

Dalam rancangan RUU KUP, disebutkan pemerintah menghapuskan jasa pendidikan dari kategori jasa yang tidak dikenai PPN, sebagaimana tertuang dalam revisi Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Saat ini, jasa pendidikan yang bebas PPN di antaranya yaitu pendidikan sekolah seperti PAUD, SD-SMA, perguruan tinggi; dan pendidikan luar sekolah.

Baca juga artikel terkait RUU KUP atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Bayu Septianto