Menuju konten utama
Round Up

Omnibus Law Elektronik ala Mahfud MD: Solusi atau Masalah Baru?

Wahyudi Djafar khawatir omnibus law elektronik justru memicu masalah, lebih-lebuh saat Mahfud MD merujuk pada paparan BIN.

Omnibus Law Elektronik ala Mahfud MD: Solusi atau Masalah Baru?
Menko Polhukam Mahfud MD menjadi pembicara kunci saat seminar nasional untuk memperingati HUT Ke-6 Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Jakarta, Selasa (15/12/2020). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.

tirto.id - Pemerintah kembali mewacanakan membuat undang-undang sapu jagat alias omnibus law. Gagasan yang dilontarkan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam konferens pers, Selasa (8/6/2021) adalah pelaksanaan omnibus law di bidang elektronik.

Mahfud mengatakan, gagasan omibus law bidang elektronik sebagai upaya pemerintah mengakomodir permasalahan dunia digital seperti masalah perlindungan data konsumen, perlindungan data pribadi, hingga undang-undang transaksi elektronik sendiri. Mahfud sebut, ide omnibus law di bidang elektronik menjadi penting setelah mendengarkan paparan Badan Intelijen Negara (BIN) soal bahaya dunia digital.

“Berdasar temuan-temuan kasus yang dipaparkan oleh BIN, lalu kami memutuskan untuk membuat semacam omnibus law di bidang elektronik," kata Mahfud di kantor Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta Pusat.

Akan tetapi, gagasan omnibus law di bidang elektronik ini belum bisa berjalan karena masih banyak regulasi yang tengah dibahas. Ia mencontohkan, ada beberapa UU sektoral seperti RUU Keamanan Siber, RUU Perlindungan Data Pribadi hingga RUU Pencucian Uang yang akan menjadi bagian pembahasan omnibus law bidang elektronik itu.

Selain itu, Mahfud beranggapan, pembahasan rancangan undang-undang omnibus law bidang elektronik perlu waktu khusus dengan pembahasan komprehensif.

“Ini nanti mau diintegrasikan di dalam sebuah aturan sambil menunggu diundang-undangkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru karena di situ induknya nanti baru kita membuat undang-undang yang lebih teknis," kata Mahfud.

Pro dan Kontra Omnibus Law Elektronik

Pernyataan Mahfud MD soal pembentukan omnibus law di bidang elektronik pun menimbulkan pro-kontra. Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengaku mendukung gagasan omnibus law elektronik selama pemerintah membuat aturan tidak saling berbenturan dengan regulasi lain.

“Saya dapat menyepakati rencana pemerintah untuk membuat seperti omnibus law gitu, ya terkait dengan dunia elektronik, dunia digital, tapi sepanjang ini untuk menjawab persoalan tumpang tindihnya regulasi," kata Heru kepada reporter Tirto, Rabu (9/6/2021).

Heru mengatakan, Indonesia memiliki sejumlah regulasi di bidang elektronik seperti UU Penyiaran, UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan Undang-Undang Telekomunikasi yang ingin direvisi demi menjawab kebutuhan zaman. Sebagai contoh, pemerintah kini ingin mengatur soal tayangan streaming Youtube atau medsos lain secara live sebagai bagian penyiaran yang dikontrol Komisi Penyiaran Indonesia atau tidak.

Selain itu, pemerintah juga tengah menggagas RUU Perlindungan Data Pribadi, RUU Pertahanan dan Keamanan Siber dan undang-undang lain. Namun Heru melihat masih ada potensi benturan regulasi. Sebagai contoh, perlindungan data pribadi dan gagasan keamanan dan pertahanan siber sudah sebagian diatur dalam UU ITE.

Oleh karena itu, perlu ada harmonisasi agar aturan yang diterbitkan tidak saling berbenturan. Heru melihat omnibus Law bisa menjadi solusi karena bisa membahas semua undang-undang secara bersamaan.

"Saya pikir omnibus law ini menjadi satu bagian ketika kita bisa melihat semua undang-undang dalam waktu bersamaan mana yang perlu diperkuat, mana yang perlu dibenahi sehingga memang bisa bermanfaat dan tidak terjadi salah tafsir ke depannya," kata Heru.

Sebaliknya, Direktur Eksekutif ELSAM Wahyudi Djafar justru khawatir omnibus law elektronik ini akan memicu masalah. Ia mengacu kepada pernyataan Mahfud yang bilang bahwa omnibus law ini berdasarkan hasil pemaparan BIN. Ia khawatir, regulasi ini akan mengarah pada kepentingan negara atau state centric sehingga lebih mengedepankan upaya pembatasan daripada hubungan sinergi pengguna internet dengan pemerintah dan publik.

“Ketika misalnya tadi perspektif yang digunakan, perspektif ancaman terhadap negara, maka pasti legislasi atau pengaturan yang diciptakan sifatnya akan menekankan pada aspek-aspek pembatasan atau kontrol dari negara terhadap pemanfaatan teknologi internet yang ini identik dengan model-model di negara-negara yang totalitarian yang otoritarian dan tidak tepat bagi indonesia," kata Wahyudi kepada reporter Tirto.

Wahyudi mengingatkan fungsi internet tidak mengganggu atau mengancam negara. Internet hadir untuk memudahkan komunikasi dan memberikan peluang untuk masyarakat berkembang.

Berdasarkan prinsip tersebut, Wahyudi beranggapan, Indonesia sebaiknya melakukan pengembangan internet dengan pendekatan co-regulation. Ia mengatakan, co-regulation menekankan kolaborasi antara pemerintah dan stakeholder terkait termasuk swasta dalam penggunaan internet. Konsep ini sudah digunakan di Uni Eropa.

Oleh karena itu, Wahyudi menyarankan pemerintah tidak gegabah dengan menggagas omnibus law bidang elektronik. Ia beralasan, tidak sedikit regulasi pemerintah soal internet hanya berlaku sebentar karena regulasi yang ada terlalu lampau, tua atau tidak sesuai lagi dengan kondisi zaman.

“Menurut saya jangan sporadis karena selama ini begini, pemerintah itu seringkali ketika merespons perkembangan baru dari pemanfaatan teknologi informasi dan telekomunikasi itu sporadik sifatnya. [...] ketika responsnya sifatnya sporadis, maka kemudian baru berlaku misal 1-2 tahun sudah tidak responsif lagi, tidak lagi kompatibel dengan perkembangan teknologinya," kata Wahyudi.

“Ini yang perlu dipikirkan lebih baik, lebih menyeluruh, lebih mendalam sebenarnya model legislasi dan hukum seperti apa sih yang bisa dikembangkan dalam merespons perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi dengan tetap menekankan pada pendekatan human centric atau pendekatan berpusat pada manusia atau state centric," kata Wahyudi.

Indonesia juga harus mengingat insiden omnibus law UU Cipta Kerja yang ternyata masih menimbulkan konflik saat ini, kata Wahyudi. Apalagi banyak sektor yang perlu dibahas secara khusus seperti sektor keuangan digital, sektor kependudukan, sektor komunikasi hingga perdagangan digital.

Ia memandang, pemerintah lebih baik menyusun peta jalan pengembangan internet dan telekomunikasi Indonesia sebelum menyusun regulasi lebih lanjut.

Baca juga artikel terkait OMNIBUS LAW atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Teknologi
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz