tirto.id - Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Rifqinizamy, mengatakan komisinya berencana merevisi UU Pemilu, UU Partai Politik, dan UU Pilkada lewat metode omnibus law. Menurut Rifqinizamy, revisi ini bertujuan agar sistem pemilu di Indonesia memiliki kepastian hukum.
"Satu objek yang sama, dibawa ke Bawaslu putusannya A, dibawa ke peradilan perdata putusannya jadi B, dibawa ke MK putusannya jadi C menimbulkan ketidakpastian hukum dan itu tentu dalam konteks sistem politik dan pemilu kita merugikan banyak pihak," kata Rifqinizamy saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Ia berkata revisi dilakukan untuk mengantisipasi adanya pemungutan suara ulang (PSU) bila ada putusan Mahkamah Konstitusi ihwal sengketa Pilkada Serentak 2024. Menurut Rifqinizamy, memakan waktu lama bila dilakukan PSU, sehingga ada kekosongan kepala daerah terpilih di daerah tersebut.
"Rakyat yang rugi karena itu mari kita jaga betul agar hal-hal seperti ini tidak terjadi," tutur Rifqinizamy.
Lebih lanjut, Rifqinizamy mengatakan Komisi II telah menyepakati dengan pimpinan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI untuk merevisi tiga aturan itu lewat mekanisme omnibus law. Kendati demikian, ia berkata pihaknya lebih dulu fokus membahas RUU Nomor 29 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, yang masuk Prolegnas Prioritas 2025.
"Kita selesaikan itu [UU ASN] Itu selesai. Masa sidang berikutnya pada pembahasan omnibus law. Karena saya yakin kalau UU Omnibus Law itu tidak akan selesai satu, dua masa sidang," pungkas Rifqinizamy.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengamini semua anggota Baleg sepakat dengan Perludem menyebut Pemilu 2019 paling kompleksitas.
"Bahkan ada yang mengatakan pemilu ini sangat brutal. Wah saya bilang tuh bahaya kalau kemudian itu dilontarkan terus, kemudian jadi common sense. Ya ini, kan, jadi nanti bisa dilegitimasi buat kita semua begitu," kata Doli usai rapat bersama Perludem bersama Baleg DPR RI, Rabu (30/10/2024).
DPR, kata Doli, mempertimbangkan penggunaan metode omnibus law untuk merevisi delapan undang-undang (UU) terkait sistem politik dan pemilu.
"Makanya saya mengusulkan, sudah kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law. Jadi, karena itu saling terkait semua," tutur Doli.
Delapan UU yang bakal direvisi dengan metode omnibus law antara lain UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, dan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Kemudian, UU Pemerintah Daerah, UU DPRD, UU Pemerintah Desa, dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
"Nah, makanya mungkin perlu dibuat di metodologi omnibus law," kata Doli.
Pemerintah juga telah menyambut baik rencana revisi UU Pemilu lewat omnibus law. Namun, mereka masih perlu didiskusikan antara DPR dengan pemerintah.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Bayu Septianto