Menuju konten utama
Sejarah Dunia

Sejarah Vietnam Selatan: Riwayat Kemunculan Hingga Keruntuhan

Berikut ini sejarah singkat Vietnam selatan, mulai dari awal kemunculan hingga keruntuhannya.

Sejarah Vietnam Selatan: Riwayat Kemunculan Hingga Keruntuhan
Bendera Vietnam. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945 dibarengi dengan ekskalasi gelombang kebangkitan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Gerakan antikolonialisme tumbuh pesat serta memicu kelahiran sejumlah negara baru yang melepaskan diri dari penjajahan negara-negara barat.

Di Asia Tenggara, gerakan antikolonialisme dan nasionalisme itu mendorong kemunculan sejumlah negara baru bekas jajahan negara Eropa, seperti Indonesia, Vietnam, dan Burma (Myanmar).

Sebelum Burma merdeka dari Inggris pada 1948, Indonesia dan Vietnam lebih dahulu menyatakan kemerdekaannya, yakni tahun 1945. Indonesia dan Vietnam pun mengalami nasib yang mirip. Dua negara baru ini harus menghadapi kekuatan kolonial lama yang ingin kembali berkuasa.

Jika Indonesia harus menghadapi invasi Belanda saat revolusi kemerdekaan, Vietnam berhadapan dengan Prancis yang berambisi terus menancapkan pengaruh di negara Indochina tersebut. Dalam konteks inilah, negara Vietnam selatan muncul.

Sejarah Kemerdekaan Vietnam dan Penjajahan Prancis

Sebelum merdeka sebagai negara republik, Vietnam merupakan jajahan Prancis. Selama hampir 1 abad, kekuasaan Prancis bercokol di Vietnam. Kolonisasi ini diawali oleh sejumlah episode serbuan militer sejak pertengahan abad 19 hingga tahun 1883.

Prancis sebenarnya telah menanam pengaruh di Indochina sejak tahun 1600-an, tapi hanya untuk kepentingan misionaris, dagang, atau campur tangan di pertikaian kerajaan lokal. Invasi Prancis ke Vietnam pada abad 19 pun mulanya dipantik kebijakan anti-misionaris yang diterapkan raja Dinasti Nguyen.

Keseriusan Prancis mencaplok Vietnam baru terlihat pada 1957, ketika Napoleon III memutuskan untuk menyerbu kota Da Nang (Tourane), dan kemudian Saigon. Kerajaan Dinasti Nguyen akhirnya terpaksa sepakat menerima perjanjian pada 1862 serta menyerahkan wilayahnya yang ditaklukkan Prancis. Aneksasi terus berlanjut hingga pada 1867, Raja Tu Duc (kaisar keempat Dinasti Nguyen) harus merelakan Vietnam Selatan kepada Prancis. Koloni baru ini lantas disebut Cochinchina.

Invasi Prancis mencapai puncaknya saat Raja Tu Duc menyerah dan tak lama kemudian meninggal pada 19 Juli 1883. Tahun itu, seluruh Vietnam Utara (Tonkin) dan Vietnam Tengah (Annam) jatuh ke tangan Prancis. Empat tahun berselang, Kamboja dan Laos pun menyusul. Namun, butuh waktu satu dekade sebelum pemerintahan kolonial Prancis di Indochina berjalan penuh pada 1897, yakni saat Paul Doumer menjabat gubernur jenderal.

Meski muncul sejumlah pemberontakan, terutama pada paruh awal abad 20, kekuasaan Prancis di Vietnam tidak tergoyahkan setidaknya hingga Perang Dunia II. Joseph Buttinger dalam Vietnam A Political History (1968:179) mencatat tahun 1930-31 memang terjadi aksi besar perlawanan pada pemerintahan kolonial Prancis. Namun, aksi-aksi kekerasan yang dimotori para aktivis komunis itu berhasil dilindas dengan represi militer yang melenyapkan sekitar 50.000-an jiwa.

Prancis mulai kedodoran saat bala tentara Jepang merangsek ke kawasan Asia Tenggara. Pasukan Dai Nippon dengan mudah memasuki Vietnam karena penguasa kolonial Prancis mengizinkannya. Puluhan ribu tentara Jepang segera menyebar di Vietnam sejak Agustus 1940, sementara otoritas Prancis di Indochina memilih berdamai.

Momentum melemahnya pemerintahan kolonial Prancis selama Perang Dunia II dimanfaatkan oleh aktivis pergerakan di Vietnam untuk mempersiapkan kemerdekaan. Salah satu pentolan komunis Vietnam, Ho Chi Minh yang sempat bersembunyi di Cina dan Rusia kembali dari pelarian. Bersama kawan-kawannya di Partai Komunis Indochina, Ho Chi Minh mendirikan Viet Minh pada 1941.

Viet Minh (Liga Revolusioner untuk Kemerdekaan Vietnam) segera meroket pengaruhnya. Mereka juga berhasil menghimpun ribuan milisi yang aktif bergerilya di Vietnam sejak 1943.

Peluang kebangkitan Viet Minh terbuka pada Maret 1945, ketika tentara Jepang secara mendadak melumpuhkan seluruh garnisun militer Prancis di Vietnam. Empat bulan berselang, petinggi Viet Minh segera menyadari bahwa kekuatan Jepang di Asia Pasifik sudah lumpuh.

Memasuki bulan Agustus 1945, revolusi kemerdekaan Vietnam meletup. Viet Minh secara terbuka menyatakan perang melawan Jepang per tanggal 10 Agustus.

Gerilyawan Viet Minh cepat bergerak sehingga berhasil merebut Hanoi pada 19 Agustus 1945. Tak butuh waktu lama, tepatnya tanggal 2 September 1945, Ho Chi Minh memproklamasikan Republik Demokratik Vietnam (DRV).

Negara baru ini berpusat di Hanoi dengan Ho Chi Minh sebagai presiden, dan belakangan disebut sebagai Vietnam Utara. Deklarasi DRV tercatat dihadiri 500-an ribu massa yang menyambut pidato kemerdekaan Vietnam oleh Ho Chi Minh.

Sejarah Munculnya Vietnam Selatan dan Keruntuhannya

Deklarasi DRV dan proklamasi kemerdekaan Vietnam pada 2 September 1945 faktanya tidak diakui oleh Prancis. Pemerintah kolonial Prancis juga berani lebih agresif saat pasukan gurkha dikerahkan oleh Inggris untuk melucuti senjata tentara Jepang di Vietnam.

Bentrok senjata antara milisi Viet Minh dengan tentara Prancis pun tak terhindarkan. Perundingan sempat berkali-kali digelar, tetapi kedua kubu tetap berseteru.

Tidak ada titik temu karena Viet Minh menghendaki penyatuan Vietnam di bawah DRV, sedangkan Prancis bersikeras Cochincina (Vietnam Selatan) menjadi negara tersendiri. Prancis yang kembali merebut sebagian Vietnam, Laos, dan Kamboja juga meminta DRV berada di bawah Uni Prancis.

Situasi semakin mendidih ketika Viet Minh resmi mengobarkan perang melawan Prancis. Deklarasi perang pada 19 Desember 1946 oleh kedua pihak lantas mengawali bentrok senjata panjang yang dikenal sebagai Perang Indochina 1.

Puncak ketegangan terjadi di tahun 1949. Tahun itu, Prancis membentuk negara boneka bernama Vietnam (States of Vietnam) dengan ibu kota di Saigon. Prancis menunjuk kaisar terakhir Dinasti Nguyen, Bao Dai untuk menjadi kepala negara tersebut.

Memasuki dekade 1950-an situasi semakin pelik karena dukungan militer dan politik dari Amerika Serikat datang untuk menyokong Prancis. Berdasarkan catatan New York Times, militer AS mulai memasuki Vietnam pada Juli 1950. Sebaliknya, dukungan dari China dan Uni Soviet mengalir buat Viet Minh. Soviet dan China resmi mengakui kemerdekaan DRV pada Januari 1950.

Perang Indochina 1 yang tidak kunjung berakhir mendorong Menlu Uni Soviet Vyacheslav Molotov menggulirkan wacana perdamaian di Vietnam. Molotov menyampaikan usulan itu dalam pertemuan resmi dengan Menteri Luar Negeri Inggris, AS, dan Prancis.

Wacana tersebut berujung dengan pertemuan menlu Uni Soviet, AS, Inggris, Prancis, dan China di Jenewa, Swiss, pada April 1954. Namun, rentetan diskusi diplomatik itu sempat buntu.

Titik terang mulai terlihat setelah tentara Prancis tumbang dalam perang besar melawan pasukan Viet Minh di Dien Bhien Phu yang berlangsung pada Maret-Mei 1954. Kemenangan Viet Minh dalam perang Dien Bhien Phu membuka jalan bagi lahirnya kesepakatan dalam Konferensi Jenewa.

Tepatnya pada 20-21 Juli 1954, Konferensi Jenewa melahirkan beberapa keputusan. Adapun yang paling pokok di antaranya sebagai berikut:

1. Pemisahan Vietnam menjadi dua bagian, Vietnam Utara dan Vietnam Selatan, berdasarkan garis lintang utara 17 derajat. Selain itu, memberikan kemerdekaan kepada Kamboja dan Laos.

2. Mengadakan pemilu pada Juli 1956 untuk unifikasi Vietnam. Pemilu tersebut bakal berlangsung di bawah supervisi komisi internasional (Kanada, India, Polandia).

3. Memerintahkan militer kedua kubu kembali ke tempat asal masing-masing. Kedua kubu juga dilarang bergabung dengan aliansi militer.

Keputusan Konferensi Jenewa tersebut memicu kemunculan negara Vietnam Selatan atau Republic of Vietnam (Republique du Viet Nam atau RVN). Cikal bakal republik ini adalah States of Vietnam yang berdiri pada 1949.

Referendum pada 1955 berujung pada penggulingan Bao Dai oleh eks perdana menteri Ngo Dinh Diem. Nama terakhir lantas mendeklarasikan dirinya sebagai presiden RVN pada 26 Oktober 1955.

Namun, pemerintah Vietnam Selatan justru tidak mengakui kesepakatan dalam Konferensi Jenewa sehingga menolak agenda pemilu pada Juli 1956. Penolakan itu membuat konflik Vietnam Selatan vs Vietnam Utara menjadi tidak terelakkan dan pada akhirnya membangkitkan Perang Indochina II (Konrad G. Buhler: 71).

Perang Indochina II (Perang Vietnam) yang melibatkan Cina-Soviet dan AS itu berlangsung lama. Kemenangan kubu komunis (Vietnam Utara) pada 1975 dalam perang tersebut sekaligus menutup riwayat negara Vietnam Selatan.

Baca juga artikel terkait PENDIDIKAN atau tulisan lainnya dari Alhidayath Parinduri

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Alhidayath Parinduri
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Addi M Idhom