tirto.id - Masjid Al Safar sedang menjadi perbincangan dan viral. Gara-garanya, ada yang mengait-ngaitkan desain masjid karya Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, ini dengan iluminati karena memakai beberapa ornamen berbentuk segitiga. Lantas, bagaimana sejarah pembangunan dan arsitektur masjid yang terletak di Jalan Tol Purbaleunyi, Purwakarta, ini?
Tudingan illuminati bermula dari rekaman video yang mengulas rancang bangun Masjid Al Safar. “Ini pintu masuknya, dan lihat ini segitiga semua. Nyaris segitiga semua,” demikian suara lelaki yang terdengar dalam video tersebut.
“Bahkan ketika masuk ke dalam, ini segitiga, satu mata. Maka, ketika kita salat, sebetulnya kita menghadap siapa? Menghadap Allah atau segitiga satu mata?" lanjut pria itu.
Ridwan Kamil pun merespons tudingan tak berdasar tersebut. Melalui akun Twitter-nya, mantan Wali Kota Bandung yang akrab disapa Emil ini menepis anggapan desain masjid karyanya bernuansa illuminati.
“Masjid Al Safar adalah eksperimentasi teori lipat folding architecture. Jika eksperimentasi bentuk itu ditafsir, ya tentu tidak bisa dihindari. Tapi jika disimpulkan bahwa bentuk-bentuknya adalah menerjemahkan simbol illuminati dkk., saya kira itu tidak betul,” cuit Emil, Jumat (31/5/2019).
Illuminati sendiri dikenal sebagai suatu kelompok rahasia, baik historis maupun fiktif, yang dibentuk pada Zaman Pencerahan (Aufklarung) di Eropa, tepatnya di Ingolstadt, Bavaria (sekarang Jerman), pada 1 Mei 1776.
Desain Unik Masjid Al Safar
Disebutkan dalam website Jasa Marga, pembangunan Masjid Al Safar dimulai sejak 11 Maret 2014. PT Jasa Marga melalui anak usahanya, PT Jasa Layanan Pemeliharaan, mendukung pendirian masjid ini, khususnya dalam penyediaan sarana penunjang masjid seperti tempat wudhu, toilet, dan lainnya.
Masjid Al Safar berdiri di area dengan total luas 6.687 meter persegi. Bangunan masjid sendiri didirikan di atas lahan seluas 1.411 meter persegi. Tanah sisanya, yakni seluas 5.276 meter persegi, dijadikan sebagai taman, kolam, tempat wudhu, dan toilet.
Berlokasi di Rest Area Kilometer 88 Jalur B Jalan Tol Purbaleunyi arah Jakarta, Masjid Al Safar merupakan masjid di rest area jalan tol terbesar se-Indonesia yang dapat menampung lebih dari 1.200 jamaah.
Masjid ini diresmikan langsung oleh Ridwan Kamil –yang saat itu masih menjabat Wali Kota Bandung– dan Direktur Utama Jasa Marga, Desi Arryani, pada Jumat tanggal 19 Mei 2017.
Wujud utama Masjid Al Safar mengadaptasi bentuk topi adat yakni iket Sunda. Ridwan Kamil dan timnya memakai konsep sculpture atau pahatan. Maka, Masjid Al Safar pun terlihat seperti batu besar yang dipahat.
Masjid Al Safar berbentuk asimetris dengan gaya arsitektur dekonstruksi, Sebenarnya tidak hanya bentuk segitiga yang terdapat dalam desain masjid ini, melainkan juga bentuk-bentuk geometri lainnya, seperti segiempat dan sebagainya.
Dalam konsep interior, misalnya, diterapkan bukaan kaca berbentuk segiempat dengan pola tertentu dan pemasangan lampu dinding pada garis lipatan di antara dua bidang sebagai pencahayaan di malam hari. Motif segitiga dipakai untuk mezzanine, yakni lantai yang berada di tengah-tengah antara lantai utama dan plafon, juga beberapa ornamen lainnya.
Kiprah Emil Merancang Masjid
Ridwan Kamil sendiri merupakan ahli di bidang arsitektur sebelum menjadi pejabat publik. Robert Powell dalam buku New Indonesian House (2012) menuliskan, Emil adalah lulusan University of California, Berkeley. Ia mengambil program Magister of Urban Design di salah satu perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat itu.
Setelah lulus S2 dari University of California pada 2001, Emil sempat melakoni profesi sebagai arsitek profesional di berbagai firma di negeri Paman Sam. Bahkan, saat masih kuliah, ia pernah bekerja paruh waktu di Departemen Perencanaan Kota Berkeley.
Urusan rancang bangun memang menjadi minat Emil sejak lama. Sebelum melanjutkan studi ke Amerika Serikat pun, ia telah mengantongi ijazah S1 Teknik Arsitektur dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Tahun 2002, Emil pulang ke tanah air. Dua tahun kemudian, ia mendirikan perusahaan jasa konsultan perencanaan, arsitektur, dan desain bernama Urbane. Tim Urbane inilah yang merancang desain Masjid Al Safar dan masjid-masjid lainnya, serta banyak bangunan lain di Bandung dan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Museum Tsunami di Aceh.
Emil juga tercatat sebagai dosen Jurusan Teknik Arsitektur di ITB, serta Senior Urban Design Consultant di perusahaan yang berbasis di Hong Kong, Amerika Serikat, dan Singapura.
Tampilnya Emil di kancah politik setelah terpilih sebagai Wali Kota Bandung pada 2013 dan kemudian menjadi Gubernur Jawa Barat sejak 2018 tidak membuat gairah merancangnya berhenti.
Desain masjid memang menjadi salah satu favorit Emil. Ada kisah di balik alasan ini, yakni hubungannya dengan sang ayah yang kerap mengurusi pembangunan masjid saat Emil masih kecil dulu.
“Basic saya seorang arsitek. Baik saya kebetulan jadi gubernur, wali kota, atau apapun, saya akan terus mendesain masjid,” kata Emil di Bandung pada 27 Januari 2019 lalu, dikutip dari Kompas.
“Itu karena personal story antara saya dan ayah saya. Dari kecil sudah digigiwing [dibawa-bawa] ayah buat ngurusin pembangunan masjid, seperti beli pasir, semen, apa saja,” tambahnya.
Hingga saat ini, sudah lebih dari 30 masjid yang menggunakan karya desain Emil dan timnya. Tidak hanya di Indonesia, namun juga masjid di luar negeri, termasuk di Amerika Serikat dan Palestina.
Maka, Emil tentunya paham dengan pilihan desainnya saat merancang arsitektur masjid agar tidak bertentangan dengan ajaran atau aturan dalam Islam, termasuk dalam pembangunan Masjid Al Safar.
"Seni dalam Islam tidak memperlihatkan makhluk hidup, tapi bereksperimentasi dengan rumus geometri. Teori lipat Folding Architecture adalah metode mencari kekayaan geometri baru yang digunakan di Masjid Al Safar," tandas Emil.
Editor: Agung DH