Menuju konten utama

Sejarah Letusan Merapi, Perbedaan Erupsi pada 2006 dan 2010

Merapi punya sejarah geologi yang panjang. Dalam dua dekade terakhir, tercatat pernah meletus pada 2006 dan 2010. Kini Merapi berstatus Siaga 3.

Sejarah Letusan Merapi, Perbedaan Erupsi pada 2006 dan 2010
Situasi merapi pagi 6 November 2020. tirto.id/Sapto Anggoro

tirto.id - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) telah menetapkan status gunung Merapi dari level "Waspada" menjadi "Siaga 3" sejak 5 November 2020 pukul 12.00 WIB.

"Potensi ancaman bahaya saat ini berupa luncuran awan panas dari runtuhnya kubah lava dan jatuhan material vulkanik dari letusan eksplosif," kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida dalam keterangan tertulis, diterima Tirto, Kamis (5/11/2020).

Gunung Merapi dengan ketinggian sekitar 2986 mdpl sekaligus menjadi pembatas Kabupaten Sleman, Magelang, Boyolali dan Klaten dikenal sebagai salah satu gunung yang sangat aktif di Pulau Jawa. Gunung yang berada di wilayah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta ini memiliki sejarah panjang.

Menurut Kementerian ESDM, sejarah geologi gunung Merapi terbagi menjadi 4 periode, yaitu Pra Merapi, Merapi Tua, Merapi Muda dan Merapi Baru. Sedangkan catatan sejarah letusannya yang terperinci mulai sejak abad ke-17.

Pada 3000 sampai 250 tahun yang lalu, letusan yang terjadi tercatat setidaknya 33 kali letusan dan terjadi letusan besar setiap 150 hingga 500 tahun sekali. Kemudian berdasarkan data yang tercatat sejak tahun 1600-an, setidaknya Gunung Merapi telah meletus setidaknya lebih dari 80 kali hingga saat ini dengan rata-rata letusan 4 tahun sekali.

Menurut data dari Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi, Merapi memiliki periode letusan yang cukup pendek, yaitu antara dua sampai tujuh tahun sekali. Di abad-20 ini Merapi telah beberapa kali memuntahkan lahar panasnya. Letusan terbesar di antaranya pada t2006 dan 2010. Namun, ada beberapa perbedaan dari letusan di kedua tahun tersebut.

Letusan Tahun 2006

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) DIY menjelaskan, letusan awal Gunung Merapi di tahun 2006 terjadi pada tanggal 13 Mei dan berstatus awas hingga 9 Juni 2006. Letusan pada tahun 2006 erupsi diawali dengan pertumbuhan kubah lava dengan jarak luncur awan panas mencapai 7 KM dan menghanguskan sebagian besar hutan di kawasan Kaliadem Kabupaten Sleman.

Munculnya kubah lava pada 26 April kemudian disusul luncuran awan panas mengarah ke Kali Krasak dan Boyong serta Kali Gendol pada 14 Mei hingga 9 Juni 2006 dengan jarak luncur 4,5 sampai 5 KM. Sempat pula terjadi gempa dengan kekuatan 6,2 skala richter pada 27 Mei 2006.

Letusan Merapi tahun 2006 ini juga mengingatkan kita pada peristiwa “Geger Boyo” yang turun. Yaitu runtuhnya kubah lava yang menempel di dinding puncak. Dari letusan Merapi di tahun 2006 ini menelan korban jiwa setidaknya 151 orang

Letusan tahun 2010

Sedangkan pada 26 Oktober 2010 Gunung Merapi kembali meletus dengan status "Awas" hingga 5 November 2010. Letusan besar terakhir terjadi pada 5 November dan radius bahaya diperbesar hingga 20 KM dari puncak.

Akibat hal tersebut, terjadi peningkatan aktivitas semburan lava panas dan awan panas sejak 3 November. Erupsi ini diawali dengan letusan explosive dan dicirikan dengan letusan awan panas dan menimbulkan lontaran material vulkanik setinggi 6,5 KM dari puncak Merapi serta luncuran awan panas sejauh 14 KM ke arah selatan melalui jalur lembah Kali Gendol.

Menurut data BNPB jumlah kerugian kerusakan yang diakibatkan letusan Merapi tahun 2010 mencapai Rp3,56 triliun dari empat kabupaten yaitu Magelang, Boyolali, Klaten dan Sleman. Debu vulkanik akibat letusan ini pun melanda hingga ke kota dan kabupaten lain seperti Cilacap, Purwokerto bahkan mencapai Bogor dan Bandung.

Sementara jumlah korban jiwa yang meninggal pada tahun 2010 setidaknya mencapai 277 korban jiwa, menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.

Baca juga artikel terkait STATUS GUNUNG MERAPI atau tulisan lainnya dari Zena Rera Anjani

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Zena Rera Anjani
Penulis: Zena Rera Anjani
Editor: Agung DH