tirto.id - Sejarah Gunung Rinjani akan membahas profil gunung tertinggi kedua di Indonesia yang berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat ini.
Rinjani memiliki tinggi 3.726 di atas permukaan laut, merupakan salah satu gunung berapi aktif di Indonesia yang masuk ke dalam rangkaian ring of fire. Sejarah meleutsnya Rinjani terakhir terjadi pada 2009.
Di kalangan pendaki dan pecinta alam, Rinjani terkenal sebagai salah satu gunung yang menyuguhkan keindahan alam luar biasa, menjadikannya sebagai destinasi dambaan.
Aktifitas Rinjani secara garis besar dibagi menjadi tiga masa kegiatan yaitu sebelum terbentuknya kaldera, masa pembentukan kaldera, dan sesudah kaldera.
Asal Usul Gunung Rinjani
Pendaki Gunung Rinjani yang sempat terjebak longsor akibat gempa bumi tiba di Pos Bawaknao, Sembalun, Lombok Timur, NTB, Senin (30/7/2018). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Rinjani diyakini berasal dari nama Rara Anjani yang kemudian berubah menjadi Renjani dan selanjutnya bermetamorfosa menjadi Rinjani. Sehubungan dengan kata Rara Anjani, di daerah Lombok Timur dapat ditemui Desa yang bernama Desa Anjani.
Demikian pula gedung pertemuan di Mataram yang diberi nama Gedung Dewi Anjani. Hal itu tentunya menunjukkan bagaimana masyarakat sangat menghormati dan menghargai nama tersebut meskipun sudah tidak sepenuhnya mempercayai mitos tersebut, demikian menurut Herman dkk, 1990/1991:48 dalam laman Badan Pegembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud.
Geologi Gunung Rinjani
Mengutip laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral morfologi utama Rinjani adalah morfologi kaldera dan kerucut gunungapi. Morfologi kaldera berbentuk elip, dengan kemiringan lereng 60 - 80 derajat. Batuan dasarnya adalah lava dan jatuhan piroklastik.
Morfologi kerucut gunungapi menempati bagian dalam kaldera serta tebing dinding kaldera, yaitu kerucut G. Barujari, G. Rombongan, Rinjani, serta kerucut G. Manuk. Kemiringan lereng berkisar antara 30 - 70 derajat, dengan pola aliran sungai radial, sedangkan batuan dasarnya adalah jatuhan piroklastik.
Sementara morfologi perbukitan tinggi dan morfologi punggungan rendah-bergelombang masing-masing terletak di timur, barat serta bagian lereng puncak komplek Rinjani dan lereng bawah komplek Rinjani.
Masing-masing morfologi kedua terakhir dicirikan dengan memiliki tebing yang terjal dengan sudut lereng 30 - 80 dan sudut lereng kurang dari 30 derajat.
Sejarah Letusan Gunung Rinjani
Sejarah meletusnya Rinjani diketahui sejak tahun 1847 hingga 2009. Dalam rentang waktu tersebut, tercatat telah terjadi 11 kali letusan. Letusan umumnya menghasilkan lava dan jatuhan piroklastik.
Kaldera Rinjani sangat besar, namun proses dan kapan terbentuknya tidak diketahui dengan jelas. Namun demikian, mengingat ukurannya tersebut, diperkirakan proses pembentukannya disebabkan oleh ledakan yang sangat dahsyat.
Melansir laman Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada tahun 1846, Zollinger mengatakan, bahwa dalam tahun 1846 kegiatan G. Rinjani dalam stadia fumarola, selanjutnya letusan yang terjadi berlangsung di dalam Kaldera Rinjani
Selanjutnya, letusan terjadi pada awal bulan Agustus 1884, kejadian tersebut tercantum dalam Natuurkunding Tijdschrift voor Nederl. Indie, v. 45. Pada saat kejadian nampak asap dan nyala api.
Kemudian, pada 1 Juni 1901 pukul 21.15 terdengar suara ledakan. Lima tahun kemudian atau pada April 1906 pukul 21.15 kembali terdengar suara ledakan. Pada 4 November 1915 tampak tiang asap.
Setelah beristirahat sekitar 29 tahun, Rinjani kembali beraktifitas pada 1944. Pada periode ini terdengar suara gemuruh yang disusul dengan hembusan asap tebal. Pada malam hari tampak sinar api dan kilat sambung-menyambung, juga disertai gempa bumi.
Rinjani kembali menghentikan aktifitasnya sekitar 22 tahun, pada tahun 1966 terdengar suara dentuman, ini menyusul goncangan gempa bumi yang telah terjadi sebelumnya. Pada periode ini Rinjani mengeluarkan pasir dan kepulan asap.
Pada tahun 1994, Rinjani yang berdiam selama 28 tahun, kembali menunjukkan aktifitasnya dengan mengeluarkan ledakan sangat kuat dari dalam kaldera. Ledakan tersebut menghasilkan kepulan asap hitam di udara.
Pada Oktober 2004 Rinjani kembali mengeluarkan letusan abu. Selanjutnya, pada tahun 2009 terjadi letusan asap pada berwarna coklat pekat mencapai ketinggian 1000 meter di atas titik letusan di G. Barujari disertai suara dentuman lemah. Aliran lava mengalir dari titik letusan masuk ke dalam Danau Segara Anak.
Editor: Yulaika Ramadhani