tirto.id - Pada Kamis (14/11/2019) sore, Bali diguncang gempa bumi tektonik dengan magnitudo 5,1. Mekanisme gempa bumi yang dinyatakan tidak berpotensi tsunami ini disebut-sebut mirip dengan kejadian serupa di Pulau Dewata tahun 1976 silam atau yang dikenal dengan nama Gempa Seririt.
Hal tersebut dikatakan oleh Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono di Jakarta. “Mekanismenya mirip, sama-sama sesar naik dan dilihat dari lokasinya juga dekat," ungkapnya dikutip dari Antara.
Berdasarkan data dari BMKG, pusat gempa Bali hari ini berada di laut dengan jarak 21 kilometer arah barat daya Buleleng. Adapun kedalaman pusat gempa adalah 10 kilometer. Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa ini merupakan gempa dangkal akibat aktivitas sesar aktif.
Guncangan gempa bumi di Bali sore tadi cukup kuat dirasakan di Buleleng yang membuat warga berhamburan ke luar rumah. Sementara di Denpasar, Mataram, Jembrana, Jimbaran, Mengwi, Dalung, Kuta, Banyuwangi, hingga Lombok Barat, guncangan dirasakan tidak terlalu kuat.
Meskipun dinyatakan tidak berpotensi tsunami, namun masyarakat diharapkan tetap waspada, juga mengingat gempa ini nyaris mirip dengan Gempa Seririt yang mengakibatkan dampak cukup serius.
"Gempa ini mengingatkan kita pada peristiwa Gempa Seririt tanggal 14 Juli 1976. Gempa Seririt saat itu berkekuatan M 6,5 yang berdampak sangat merusak menyebabkan sebanyak 573 orang meninggal dunia," ungkap Daryono.
Seperti dikutip dari laporan Associated Press (16 Juli 1976), Gempa Seririt terjadi pada jarak 5 kilometer sebelah selatan pesisir Laut Bali di Kabupaten Buleleng, dan sekira 65 kilometer barat laut Kota Denpasar.
Gempa ini mengakibatkan kehancuran total terutama di Kecamatan Seririt. Sekitar 90 persen rumah dan bangunan Kabupaten Buleleng mengalami kerusakan parah, termasuk gedung sekolah yang runtuh dan membuat 200 orang siswa terjebak.
S.L. Leimena dalam Disaster in Bali: Caused by Earthquake 1976 (1979) menyebutkan bahwa setidaknya 573 orang diyakini menjadi korban tewas dalam bencana ini. Buleleng mencatatkan korban jiwa terbesar sebanyak 544 orang, sementara 24 orang lainnya di Jembrana dan 5 orang di Tabanan.
Adapun korban luka-luka, dilansir dari pemberitaan Canberra Times (17 Juli 1976), tercatat tidak kurang dari 4.000 orang. Dampak Gempa Seriri juga mengakibatkan sekitar 450.000 orang kehilangan rumah dan menjadi tunawisma.
Gempa bumi tahun 1976 yang meluluhlantakkan Buleleng serta menimbulkan kerugian kurang lebih 195 juta dolar AS ini disebut-sebut telah memicu tsunami meskipun dalam skala kecil di pantai utara Bali.
Editor: Agung DH