tirto.id - Setiap tahunnya pada tanggal 2 April, dunia internasional akan memperingati hari peduli autisme sedunia atau biasa dikenal dengan sebutan World Autism Awareness Day.
Peringatan hari peduli autisme ini sebagai bentuk dukungan dari masyarakat terhadap hak-hak orang autis untuk dapat hidup sebagaimana orang pada umumnya. Mereka juga berhak mendapatkan penghormatan, perlindungan, pendidikan, dan kehidupan yang layak.
Autis merupakan sebuah gangguan perilaku yang dialami oleh seseorang, biasanya gangguan tersebut berkaitan dengan tingkah laku, sosial, dan komunikasi. Orang autis biasanya tidak mendengar atau memandang mata saat diajak berkomunikasi. Bukan berarti, hal tersebut membuat orang autis harus dihindari atau dikucilkan.
Sejarah Hari Peduli Autisme Sedunia
Pada mulanya, negara yang pertama kali mengusulkan penetapan hari peduli autisme sedunia adalah Qatar. Mereka melihat, penyandang autisme kerap kali mengalami hinaan maupun pengucilan dari masyarakat.
Hari peduli autisme sedunia pertama kali ditetapkan dalam majelis umum PBB pada 18 Desember 2007. Saat itu, mayoritas negara-negara anggota PBB sepakat bahwa tanggal 2 April ditetapkan sebagai hari peduli autisme sedunia.
Keputusan tersebut disahkan berdasarkan surat nomor A/RES/62/139, yang didalamnya menjelaskan bahwa penetapan hari autisme sedunia ditujukan untuk membantu meningkatkan kualitas hidup penyandang autisme, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan yang bermakna.
Tema Hari Peduli Autisme Sedunia
Peringatan hari peduli autisme sedunia yang diperingati 2 April 2022 kali ini akan mengusung temainclusive education in the context of SDG 4 atau "pendidikan inklusif dalam konteks Substainable Development Goals 4".
Tema tersebut tidak terlepas dari tema peringatan hari peduli autisme tahun lalu. Saat itu, tema pendidikan inklusif berfokus pada inklusif di tempat kerja. Para penyandang autisme diharapkan mampu untuk terus mendapat pendidikan yang berkualitas agar mereka dapat meraih kesuksesan
Di tahun ini, pendidikan inklusif pun semakin ditekankan, karena pendidikan inklusif merupakan kunci dari tujuan pembangunan berkelanjutan. Sehingga, diharapkan di tahun ini para penyandang autisme akan semakin berkembang pendidikannya demi mendukung pembangunan berkelanjutan di masa mendatang.
Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Dipna Videlia Putsanra