tirto.id - HUT DKI Jakarta tahun ini menjadi momentum mendorong pemulihan ekonomi pasca pandemi. Perhelatan Formula E, dan mulai dibuka kembali gelaran Pekan Raya Jakarta setelah dua tahun absen akibat pandemi, menjadi momentum baru. Namun sejumlah pekerjaan rumah masih membayangi untuk dibenahi.
Pengamat Kebijakan Publik Narasi Institute Achmad Nur Hidayat menilai, secara umum sejak dikomandoi Anies Baswedan, Pemprov DKI Jakarta telah memberikan dampak positif terhadap warganya di berbagai aspek. Misalnya, menggelar operasi pasar murah bagi warga Jakarta, mengoptimalkan PT Food Station Tjipinang Jaya untuk mendistribusikan bahan pokok dengan harga terkendali, hingga mengintegrasikan transportasi di DKI Jakarta.
Dalam dua tahun terakhir, Achmad menambahkan, Pemda DKI juga mulai fokus membangun sejumlah infrastruktur publik seperti taman-taman, penataan wilayah kumuh, dan pelebaran trotoar. Termasuk juga membangun infrastruktur bertaraf internasional seperti Jakarta International E-prix Circuit (JIEC) dan Jakarta International Stadium (JIS) yang juga memiliki dampak ekonomi besar terhadap ekonomi ibu kota.
“Gelaran-gelaran internasional jelas memberikan efek positif terhadap ekonomi Jakarta, karena bisa menarik wisatawan internasional. Serta mendorong kesan bahwa Jakarta sebagai kota modern, internasional, yang pada akhirnya juga bisa mendorong pertumbuhan ekonomi,” jelasnya dalam pernyataan resmi, Kamis (14/7/2022).
Achmad menambahkan, gelaran-gelaran internasional ini juga memberi dampak positif terhadap pelaku-pelaku UMKM, mengingat Pemda DKI Jakarta misalnya dalam gelaran Formula E lalu juga aktif melibatkan pelaku UMKM. Sebagai catatan, Formula E disebut Gubernur Anies Baswedan memberikan dampak ekonomi sampai Rp 2,6 triliun dan berhasil mengerek PDRB DKI Jakarta hingga 0,1 persen.
Meski demikian, catatan kinerja Pemda DKI Jakarta tak selamanya manis. Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahdiansyah mencatat program-program unggulan justru banyak yang tidak terealisasi. Menurutnya, hal tersebut mengindikasikan inkonsistensi dari kepemimpinan Anies di DKI Jakarta.
“Beberapa program yang jadi andalan saat kampanye gubernur seperti rumah DP 0 persen, Ok Oce, penataan kampung kumuh juga hanya kampung akuarium yang berhasil. Sementara program-program unggulan yang berhasil seperti Formula E itu tidak pernah dibicarakan dalam kampanye, pembangunan JIS pun sebenarnya idenya sudah sejak Gubernur Sutiyoso, kepemimpinan Anies yang memfinalisasikannya,” jelas Trubus.
Trubus menganalisis sejak awal sosok Anies memang cenderung populis makanya dinamika kebijakannya kerap menghadapi kendala yang besar. Ia mencontohkan bagaimana cita-cita melarang reklamasi yang digaungkan saat kampanye kini tidak terealisasi dengan baik karena terhadang tekanan ekonomi politik yang kuat.
Pengamat Hukum Universitas Trisakti Ali Ridho pun sepakat, regulasi-regulasi Pemda DKI dalam kepemimpinan Anies sangat populis. Ia misalnya mencontohkan saat September 2021, Anies menerbitkan Seruan Gubernur yang melarang ritel modern memajang rokok dagangannya.
Ali menilai Seruan Gubernur tersebut sejatinya tidak bisa membatasi orang atau badan hukum yang telah taat melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai perundang-undangan. Apalagi sampai menjadi dasar Satpol PP untuk melakukan penindakan terhadap ritel-ritel modern yang masih memajang rokok.
“Adanya tindakan represif Satpol PP yang melakukan sweeping pada minimarket yang memajang rokok dengan karena adanya Surat Seruan Gubernur tersebut tidak dapat dibenarkan secara hukum. Jika diperhatikan, kebijakan-kebijakan yang diambil Pemda DKI Jakarta satu tahun terakhir terkesan pada pengambilan kebijakan-kebijakan populis,” ujarnya.
Adapula persoalan soal pencabutan izin Holywings yang baru dilakukan setelah hal tersebut mengemuka. Dia mempertanyakan kenapa Pemda bergerak menunggu momentum kontroversi ramai. Pemda DKI Jakarta, kata dia, seharusnya bisa lebih responsif melakukan pengawasan terhadap badan usaha yang ada di Jakarta.
"Sehingga dapat dengan cepat diambil tindakan hukum terukur terhadap usaha yang teridentifikasi tidak memiliki Sertifikat Standar KBLI 56301,” papar Ali.
Tirto telah berupaya meminta pendapat kepada Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria dan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Marullah Matali terkait pekerjaan rumah dan PR besar ekonomi belum selesai selama kepemimpinan Anies. Namun hingga berita ini diterbitkan, Riza tidak merespon pertanyaan baik melalui aplikasi WhatSapp maupun telepon.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang