Menuju konten utama

Indonesia Alami Resesi Ekonomi Awal COVID-19, Mungkinkah Terulang?

Bhima Yudhistira menilai, indikator ekonomi Indonesia saat ini cukup baik. Namun, perlu berjaga-jaga agar tidak mengulang tekanan ekonomi sedalam pandemi.

Indonesia Alami Resesi Ekonomi Awal COVID-19, Mungkinkah Terulang?
Bhima Yudhistira, ekonom INDEF membawakan presentasi di Top Finance 2019, Jakarta, (28/8/2019).

tirto.id - Indonesia pernah merasakan resesi ekonomi saat Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi minus 3,49 persen pada kuartal III 2020. Kontraksi juga terjadi pada kuartal II tahun yang sama dengan mencatatkan minus 5,39 persen.

Pertumbuhan negatif tersebut terjadi karena penyebaran COVID-19 yang cukup tinggi. Lalu, mungkinkah kondisi resesi tersebut terulang?

Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios), Bhima Yudhistira menilai, indikator ekonomi Indonesia saat ini cukup baik. Namun, perlu berjaga-jaga agar tidak mengulang kembali tekanan ekonomi sedalam pandemi COVID-19 di 2020.

"Perlu berjaga-jaga tapi harapannya tidak mengulang tekanan ekonomi sedalam pandemi," kata Bhima kepada Tirto, Jakarta, Kamis (14/7/2022).

Bhima mengatakan, kondisi saat ini juga sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan Taper Tantrum 2013 yang sempat membuat ekonomi di ambang resesi. Taper Tantrum membuat nilai tukar rupiah terpuruk cukup dalam.

"Transaksi berjalan sejauh ini lebih baik dari Taper Tantrum 2013 lalu," kata Bhima.

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melihat, Indonesia sangat kecil untuk bisa mengalami resesi saat ini. Hal ini setelah dia melihat berbagai indikator makro ekonomi, seperti neraca pembayaran dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ketahanan Indonesia menghadapi resesi saat ini lebih baik jika dibandingkan dengan negara lainnya. Termasuk juga dari sisi korporasi dan rumah tangga.

"Kita relatif dalam situasi yang tadi disebutkan risikonya 3 persen dibandingkan negara lain yang potensi untuk bisa mengalami resesi jauh di atas yaitu di atas 70 persen," kata Sri Mulyani di Sofitel Nusa Dua, Bali, Rabu (13/7/2022).

Meski begitu, dia tak ingin terlena oleh kondisi perekonomian yang lebih baik dari negara lain. Ancaman resesi di tengah ketidakpastian global tetap harus diwaspadai. Apalagi saat ini risiko global mengenai inflasi dan resesi, atau stagflasi ini akan berlangsung sampai tahun depan.

"Ini tidak berarti kita terlena. Kita tetap waspada namun message-nya adalah kita tetap akan menggunakan semua instrumen kebijakan kita," kata dia.

Baca juga artikel terkait RESESI EKONOMI atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Anggun P Situmorang