Menuju konten utama

Sebelum Kain Kafan Membungkus Affan

Bagi keluarganya, Affan bukan sekedar nama dalam daftar panjang korban represi polisi di negara ini.

Sebelum Kain Kafan Membungkus Affan
Seorang kerabat menangis saat pemakaman jenazah Affan Kurniawan di TPU Karet Bivak, Jakarta, Jumat (29/8/2025).ANTARA FOTO/Fauzan/nz

tirto.id - Affan Kurniawan baru hendak bersiap untuk berangkat bekerja, Kamis (28/8/2025), pada jam makan siang. Zulkifli, ayahnya yang juga merupakan pengemudi ojek online (ojol), pulang ke indekos mereka untuk istirahat sejenak.

“Makan apa, Dek?” kata Zulkifli kala itu, mengecek santapan yang dapat dinikmati siang itu. “Coba dilihat,” pinta Zulkifli kepada anak keduanya itu.

Entah tak menemukan makanan yang dicari atau hanya tampak cukup untuk seorang, Affan langsung berangkat bekerja sebagai pengemudi ojol siang itu. “Dia tak ngomong apa-apa, ia nggak banyak tuntutan [orangnya], langsung dia keluar, mungkin cari makan sendiri.”

Affan Kurniawan

Affan Kurniawan. foto/istimewa

Namun itulah momen terakhir Zulkifli berjumpa dengan putra keduanya. Setidaknya, dalam keadaan hidup. Beberapa jam kemudian, ketika hari gelap dan maut sudah menemukan mangsanya, Affan dikabarkan meninggal dunia.

Kamis malam itu, Affan dilindas Kendaraan Taktis (rantis) Brimob Polri di kawasan Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Pekan terakhir Agustus ini Jakarta memang terasa berkobar. Sejak Senin (25/8/2025), aksi protes yang dilakukan masyarakat, buruh, mahasiswa, pelajar, hingga elemen ojol pecah di pelbagai titik. Kamis (28/8/2025), hari nahas tewasnya Affan, protes massa kian meluas usai demonstrasi sebelumnya tak digubris serius oleh DPR sebagai sasaran protes.

Aksi unjuk rasa di Kwitang

Pengunjuk rasa berada di samping halte Transjakarta yang dibakar saat aksi menuntut pengusutan kasus penabrakan pengemudi ojek daring oleh mobil rantis Brimob di depan Markas Komando Brimob Polda Metro Jaya, Kwitang, Jakarta, Jumat (29/8/2025). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.

Terlebih, aksi demi aksi demonstrasi selalu ditanggapi hadiah klasik: tindakan represif aparat kepolisian yang memukul massa secara harfiah, dengan tinju dan rotan, hingga melontarkan lusinan gas air mata ke peserta aksi. Protes yang dipicu oleh kebijakan kenaikan tunjangan DPR ini akhirnya meluas, menciptakan kaos lebih besar sebab tanggapan pihak berwenang yang gagap.

Aksi buruh di depan Kompleks Parlemen Senayan

Sejumlah buruh melakukan aksi di depan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/8/2025). Dalam aksi tersebut mereka menuntut agar RUU Perampasan Aset dan berantas korupsi segera disahkan. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc.

Kamis malam itu, aksi pecah di berbagai titik, hari mulai gelap namun api berkobar membuat Jakarta menolak pulas. Ribuan massa bentrok di berbagai lokasi dengan polisi yang tak lagi segan bertindak kasar kepada massa aksi yang didominasi orang-orang muda. Instruksi dari para petinggi Polri agak anak buahnya mengamankan aksi dengan ‘humanisme’ seakan tak digubris polisi di lapangan.

Hujan mempererat kelam di Kamis malam itu. Basah kuyup, Zulkifli pulang ke indekosnya di Jalan Tayu, Menteng, Jakarta Pusat sekitar jam 8.30 WIB. Dari dalam bangunan yang tidak seberapa luas itu, anak sulungnya Adam Al Rasyid dan anak ketiganya, Wulantika, berteriak histeris. “Pak, Abang meninggal. Pak, Abang meninggal,” raung kedua anaknya.

Zulkifli belum sempat masuk ke dalam indekosnya langsung dihantam kebingungan. Sejurus kemudian barulah ia paham. Adam dan Wulantika keluar ke depan kost dengan tangis yang menjadi. Di belakang keduanya, Herlina istri Zulkifli, terhuyung lemah sambil menangis.

“Ya Allah mungkin Affan ini, yang menjadi tulang punggung saya,” kata Zulkifli berpikir dalam hati saat momen tersebut. Kesaksian keluarga Affan diceritakan saat menggelar konferensi pers di posko rumah duka di Menteng, Jakarta pusat, Jumat (29/8/2025) sore.

Konpers Keluarga Affan di Posko Rumah Duka

Keluarga Affan ketika Konferensi Pers di posko rumah duka, Manggarai, Jakarta Pusat, Jumat (29/8/2025). Tirto.id/Mochamad Fajar Nur

Affan Kurniawan baru saja menginjak usia 21 tahun pada 18 Juli lalu. Pria kelahiran Tanjung Karang, Lampung, itu kehilangan nyawanya usai Rantis Brimob menabrak dan melindasnya di tengah kerusuhan demonstrasi di Jakarta.

Pemuda itu dikenal sebagai orang yang bertanggung jawab dan tak banyak tingkah. Ibu kost tempat keluarga Affan, bernama Lela, menuturkan bahwa mendiang memang pemuda yang rajin. Affan biasa pergi pagi untuk bekerja sebagai driver ojol, lalu pulang di siang hari untuk beristirahat. Ia akan meluncur lagi hingga malam setelah merehatkan badan di indekos.

“Baik banget pendiam, biasanya nyapa, pas pergi kerja. Syok banget sedih, nggak nyangka itu [yang meninggal] Affan,” kata Lela saat ditemui Tirto, di kediamannya yang bersebelahan dengan indekos keluarga Affan, pada Jumat (29/8/2025).

Ibu Kost Affan Kurniawan

Ibu Kost Affan Kurniawan. tirto.id/Fajar Nur

Menurut Lela, keluarga Affan sudah hampir 20 tahun tinggal di daerah Menteng itu. Rumah indekos yang ditinggali mereka tak begitu luas. Bentuknya memanjang bagai lorong dengan ruang tengah yang tak seberapa. Suasananya remang, di sebuah gang sempit di belakang gedung-gedung megah kawasan Menteng dan Sudirman.

Ketika wartawan Tirto berkunjung ke indekos keluarga Affan, Jumat pagi, Lela saat itu menunjukkan barang-barang terakhir yang dikenakan Affan saat dilindas Rantis Brimob. Ada jaket ojol berwarna hijau, kaos hitam, helm rombeng berwarna biru laut, dan sepatu abu-abu yang cuma sebelah saja. Kondisinya seakan menggambarkan kejadian nahas malam itu.

Jaketnya koyak di bagian punggung seperti tercabik-cabik. Noda darah mengering terlihat di beberapa bagian jaket. Bajunya juga robek dengan koyakan seperti bekas terseret. Seperti itu tampak pakaian yang terlindas kendaraan dengan bobot sekitar 14 ton dengan bodi lapis baja. Tak terbayang apa yang terjadi pada tubuh manusia yang dilindas tanpa ampun.

Humas komunitas Ojek Online (Ojol) Unit Reaksi Cepat (URC), Erna, merupakan salah satu orang pertama yang mengonfirmasi Affan tewas dilindas Rantis Brimob, Kamis malam itu. Ia datang ke RS Cipto Mangunkusumo tak lama setelah Affan dilarikan ke rumah sakit. Ketika tiba di rumah sakit pada jam 20.00 lewat, Erna melihat Affan masih bernyawa namun tak lagi mampu berbicara.

Kondisi luka di bagian kepalanya cukup parah karena mengeluarkan banyak darah. Namun bagian tubuhnya tampak tak terlihat banyak luka. Tetapi justru itulah yang sebetulnya paling ditakutkan Erna dan rekan-rekan Affan yang mengantar ke rumah sakit.

“Ya gimana coba bagian dalemnya [tubuh] dilindas mobil sebesar itu, mungkin sudah anu ya rusak tapi nggak ketahuan,” kata Erna ditemui Tirto, di rumah duka, Jumat (29/8/2025) sore.

Menurut penuturan Erna, saat kejadian itu Affan sedang tidak ikut berdemonstrasi. Pemuda itu justru sedang bekerja mengantarkan orderan di daerah Bendungan Hilir. Namun karena kondisi jalanan yang kaos, Affan terpaksa memarkir motor di pinggir trotoar dan melanjutkan mengantar orderan dengan berjalan kaki.

Selesai mengantar pesanan, Affan berada di antara kerumunan massa yang dikejar Rantis Brimob secara ugal-ugalan. Saat hendak menyeberang ke arah pinggir jalan, Affan tertabrak kendaraan baja itu hingga terseret. Rantis Brimob lantas terus melaju hingga melindas tubuh Affan.

Ada beberapa video yang menunjukkan kejadian brutal ini. Sebuah video amatir dari sudut jalan memperlihatkan Affan tampak terjatuh di tengah jalan lalu ditabrak Rantis Brimob. Tapi alih-alih memundurkan kendaraan besar tersebut, polisi justru maju lagi melindas Affan yang terkapar di bawah mobil.

“Kita sudah cek di aplikasinya memang ada orderan, saat itu Affan bukan ikut demo tapi lagi kerja antar orderan,” ujar Erna.

Reza, salah satu tetangga Affan, mengaku tidak mendapatkan informasi Affan punya niatan untuk ikut berdemonstrasi. Justru, kata dia, informasi yang didapatkan dari rekan-rekan ojol Affan hari itu memang sedang berangkat bekerja seperti biasanya.

Reza sendiri menyebut Affan sosok yang rajin bekerja. Sebagaimana pemuda yang tak lahir dari keluarga berada, Affan langsung mencari pekerjaan usai lulus sekolah. Menurut Reza, Affan sempat bekerja menjadi penjaga lingkungan sekitar dengan tugas menjaga portal jalan di daerah tersebut.

Setelah melakoni pekerjaan itu hampir empat tahun, Affan menjadi pengemudi ojol seperti bapaknya sekitar dua tahun belakangan. Menurut Reza, semua dilakoni Affan sebagai salah satu tulang punggung keluarga.

“Anaknya nggak pernah kasus atau macem-macem, dia narik [ojol] pulang malem, malah yang saya dengar duit kerjanya ya sebagian buat keluarganya,” kata Reza ditemui wartawan Tirto, Jumat (29/8/2025).

Meski dikenal sosok yang pendiam, Ketua Karang Taruna setempat, Kiki, menyatakan sosok Affan sebetulnya tidak jauh berbeda pada remaja pada umumnya. Sebelum jadi pengemudi ojol, Affan dituturkan masih sering nongkrong dan ikut dalam kegiatan karang taruna seperti acara perayaan kemerdekaan.

Namun setelah Affan menjadi pengemudi ojol, kata Kiki, memang dia jadi jarang terlihat. Tak heran, Kiki memandang hal tersebut lumrah terjadi bagi pemuda yang tumbuh di sekitar situ. Mereka mesti bekerja untuk membiayai hidup dan membantu keadaan ekonomi keluarga.

“Karena sibuk ngojol ya wajar jadi jarang kelihatan, kan pergi balik malam, mana ada waktu lagi kan mungkin istirahat [setelah kerja],” ungkap Kiki kepada wartawan Tirto di rumah duka, Jumat (29/8/2025).

Namun, pemuda rajin yang menjadi tulang punggung keluarga itu saat ini tinggal nama. Usai deru mesin berlapis baja milik polisi melindas tubuhnya yang tengah mencari nafkah. Affan menjadi salah satu bagian dari cerita klasik yang panjang.

Tentang korban-korban tindakan represif polisi yang biasanya akan mulai terlupakan setelah sorotan yang megah. Setelah para pelaku biasa diadili dengan vonis rendah. Setelah hukum lagi-lagi mampu menjadi harapan bagi orang-orang yang kalah.

Tragedi Kanjuruhan Malang, Gamma Rizkynata Oktafandy, Afif Maulana, sampai Affan. Tak dipisahkan oleh jurang waktu yang jauh. Namun institusi Polri lagi-lagi belum mampu untuk berbenah. Janji reformasi kepolisian kita masih jauh panggang dari api.

Unjuk rasa kasus tewasnya Affan Kurniaawan di Surabaya

Massa pengunjuk rasa membakar sejumlah barang di Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (29/8/2025). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/rwa.

Di rumah duka Affan, Jumat siang, bahkan hingga malam, orang berbondong-bondong datang. Dari masyarakat umum yang simpatis terhadap kejadian ini, sampai pejabat publik dan pesohor yang datang dengan buah tangan. Di antaranya termasuk Presiden RI, Prabowo Subianto.

Prabowo Subianto

Presiden Prabowo Subianto Mengunjungi rumah korban tabrak mobil polisi, Alm. Affan Kurniawan, Jumat (29/8/25). insatgram/presidenrepublikindonesia

“Dia mau membelikan tanah buat di kampung buat nanti pulang terus bangun rumah,” ujar ibunda Affan, Herlina, sambil terisak ketika ditemui Tirto.

Bagi keluarganya, Affan bukan sekedar nama dalam daftar panjang korban represi polisi di negara ini. Bukan sekadar target dalam daftar santunan serta objek konten untuk disiarkan.

Affan tak tergantikan: bagi ibu yang hancur kehilangan buah hatinya, ayah yang kehilangan putranya, abang yang kehilangan teman sekamarnya, dan adik yang kehilangan sosok yang memberinya uang jajan tambahan ke sekolah. Ada keluarga yang tak pernah lagi sama.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN POLISI atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - News Plus
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Farida Susanty