Menuju konten utama

Saudia Airlines dan Prosedur Penanganan Ancaman Bom di Pesawat

Belajar dari kejadian ancaman bom pada Saudia Airlines, bagaimana sebenarnya penanganannya? simak selengkapnya.

Saudia Airlines dan Prosedur Penanganan Ancaman Bom di Pesawat
Pesawat Saudi Airlines nomor penerbangan SV-5276 berada di landasan usai mendarat darurat di Bandara Internasional Kualanamu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Selasa (17/6/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar/bar

tirto.id - Pesawat Saudia Airlines SV 5276 yang seharusnya bertujuan ke Jakarta terpaksa harus mendarat di Bandara Kualanamu Internasional, Deli Serdang, Sumatra Utara (Sumut), pada Selasa (17/6/2025). Angkutan udara itu membawa 442 penumpang jemaah haji dari Jeddah, Arab Saudi. Pendaratan ini dilakukan lantaran maskapai mendapat ancaman teror bom lewat surat elektronik atau e-mail. Pesan dalam e-mailnya menyebut kalau pesawat akan diledakkan di Jakarta.

Menurut informasi dari otoritas bandara wilayah Medan, surel berisi ancaman tersebut dibuat dalam bahasa Inggris dan diduga dibuat oleh orang Bombay, India.

Dalam menangani dugaan ancaman bom terhadap penerbangan Saudia Airlines dengan nomor SV 5726 ini, PT Angkasa Pura Indonesia (InJourney Airports) menerapkan prosedur kontingensi Aviation Contingency Plan (ACP), alias rencana operasi cadangan, demi menjaga keamanan dan keselamatan penerbangan.

"Bandara terdekat saat Saudia SV-5726 melintas adalah Bandara Kualanamu. Pesawat tersebut kemudian melakukan pendaratan di Bandara Kualanamu sekitar pukul 10.44 WIB untuk menjalankan prosedur keamanan dan keselamatan," tutur PGS. Corporate Secretary Group Head InJourney Airports, Anak Agung Ngurah Pranajaya, menukil Antara, Selasa (17/6/2025).

Di saat bersamaan, Bandara Soekarno-Hatta dan Bandara Kualanamu juga mengaktifkan Emergency Operation Center (EOC), yang terdiri dari unsur Komite Keamanan Bandar Udara (Airport Security Committee), untuk memastikan prosedur ACP berjalan baik dan sesuai ketentuan.

Pengamat Penerbangan, Alvin Lie, mengatakan e-mail ancaman yang menyerang Saudia Airlines SV 5276 patut diduga baru terbaca beberapa jam setelah dikirimkan jam 07.30 WIB.

“Ketika itu pesawat sudah di atas Sumatra, mendekati Padang. Segera setelah itu ATC inform pilot kemudian mengaktifkan Squawk 7700 yang indikasikan pesawat dalam kondisi darurat umum. Sekitar jam 10.15 pesawat kemudian belok ke kiri putar arah ke arah utara untuk ke Bandara Kualanamu,” ungkap Alvin sambil menunjukkan tangkapan layar situs pelacak pesawat Flight Radar 24, kepada Tirto, Rabu (18/6/2025).

Divert, Bukan Pendaratan Darurat?

Istilah pendaratan darurat kerap dipakai ketika pesawat tidak mendarat sesuai rutenya. Padahal, dalam konteks Saudia Airlines SV 5276 yang memperoleh ancaman bom, pendaratan ini disebut sebagai divert atau diversion (dialihkan).

Mendaratnya Saudia Airlines ini tidak darurat, alias normal, tapi dialihkan ke bandara lain lantaran ada ancaman keamanan. Sementara pendaratan darurat terjadi saat pesawat mengalami gangguan terhadap operasinya, sehingga tidak dapat dioperasikan secara normal dan harus segera mendarat.

Alasannya bisa mencakup darurat teknis atau misal darurat kesehatan, dalam artian ketika ada penumpang yang tiba-tiba mengalami sakit keras, seperti serangan jantung. Dalam kondisi seperi itulah pesawat harus segera mendarat untuk menyelamatkan nyawa penumpang.

“Pendaratan darurat itu kalau memang ada kondisi yang menyangkut keselamatan, ini kan lebih ke keamanan,” tutur Alvin, menegaskan perbedaan antara keselamatan dan keamanan dalam dunia penerbangan.

Jamaah haji pesawat Saudi Airlines dipindahkan ke Hotel

Jamaah haji pesawat Saudi Airlines SV 5276 berjalan menuju bus untuk dipindahkan ke hotel di Bandara Internasional Kualanamu, Kabupeten Deli Serdang, Sumatera Utara, Selasa (17/6/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar/foc.

Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, Keamanan Penerbangan adalah suatu keadaan yang memberikan perlindungan kepada penerbangan dari tindakan melawan hukum melalui keterpaduan pemanfaatan sumber daya manusia, fasilitas, dan prosedur.

Sementara Keselamatan Penerbangan merupakan suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dalam pemanfaatan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya.

“Keamanan ini kalau menyangkut itu tadi, ada tindakan terorisme, ada tindakan misalnya di dalam pesawat itu ada yang berantem, kemudian mengganggu operasi, itu keamanan. Tapi kalau keselamatan, ini kalau pesawat misalnya mesin mati, pesawat mengalami kerusakan, itu keselamatan,” ungkap Alvin.

Menurut Alvin, ancaman bom masuk dalam kategori ancaman keamanan, di mana hal ini bisa terjadi saat pesawat berada di darat, maupun saat pesawat sedang terbang. Dalam hal ancaman terjadi saat pesawat terbang, maka ia akan diarahkan ke bandara terdekat yang mampu didarati pesawat tersebut.

“Kalau sedang di darat, ya, pesawat langsung berhenti, tidak melanjutkan proses untuk terbang, kalau itu biasanya ketika akan terbang ya. Kalau setelah mendarat ya akan langsung pesawat itu dibawa ke tempat yang aman, jadi tidak mendekati gedung terminal, tapi di remote area yang mana jika benar terjadi ledakan itu tidak berdampak kepada yang lain,” tutur Alvin.

Pengamat penerbangan, Gatot Rahardjo, satu suara. Ia menyebut bahwa kasus pendaratan Saudia Airlines SV 5276 di Kualanamu merupakan pengalihan.

Jamaah haji penumpang Saudi Airlines dipulangkan ke Jakarta

Jamaah haji bersiap memasuki pesawat Saudi Airlines di Bandara Internasional Kualanamu, Kabupeten Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (18/6/2025). ANTARA FOTO/Yudi Manar/nym.

Gatot bilang, umumnya sejak awal pilot sudah membuat rencana penerbangan (flight plan), misalnya dari Jeddah ke Soekarno-Hatta itu dia melewati ruang udara mana saja atau bandara mana saja. Rencana penerbangan itu kemudian dikirim ke setiap bandara yang akan dilewati.

“Nah jadi begitu dia ada apa-apa, dia tinggal calling aja. Yang bandara terdekat, AirNav terdekat itu dia tinggal calling. Nanti disitu sudah disiapkan. Tergantung bandaranya kesiapannya. Bandara kan macam-macam ya, bandara kelas kecil, bandara besar. Yang penting bandara yang mau dipakai divert, kalau divert itu sudah pasti bandaranya harus sesuai dengan pesawatnya,” kata Gatot saat dihubungi Tirto, Rabu (18/6/2025).

Dengan begitu, apa yang dilakukan Saudia Airlines dalam menghadapi ancaman keamanan disebut Gatot sudah sesuai. Maskapai ini memilih mendarat sementara di bandara yang dilewati, yakni Kualanamu.

“Iya (bandara) yang dekat, yang dilewati. Dia langsung call, kan dia selama penerbangan kan dipandu sama AirNav ya. Bukan cuma AirNav Indonesia aja, tapi AirNav berbagai negara yang dilewati. Nah kalau ada kondisi-kondisi seperti itu, dia tinggal bilang aja, oh ini mau divert gitu. Ada kondisi seperti ini, dia mau divert ke bandara terdekat gitu, nanti akan diarahkan,” tuturnya.

Prosedur soal Divert Pesawat

Menurut pengamat transportasi udara, Gerry Soejatman, pedoman prosedur penanganan manual maskapai diatur dalam Civil Aviation Safety Regulation (CASR) atau peraturan keselamatan penerbangan sipil. Hal ini situasional berdasarkan keputusan kru, mempertimbangkan risiko dan dampak keputusan.

“Jika ancaman terhadap pesawat tersebut diterima di dalam pesawat, maka informasi tersebut akan di-relay ke perusahaan maskapai, dan/atau ke crew pesawat via ATC,” kata Gerry kepada Tirto, Rabu (18/6/2025).

Setelah itu, ada prosedur keamanan yang berbeda-beda antar maskapai atau negara, dan juga tergantung keputusan crew. Usai mendarat, pesawat akan parkir jauh dari terminal, penumpang dan bagasi diturunkan, lalu pesawat diperiksa secara menyeluruh. Begitu pula dengan bagasi dan penumpang yang juga turut diperiksa. Setelah itu baru diambil keputusan lanjut terbangnya seperti apa.

Pemberangkatan kloter pertama JCH embarkasi Palembang

Jamaah calon haji kelompok terbang (kloter) pertama embarkasi Palembang berjalan menaiki tangga pesawat di Bandara Internasional Sultan Mahmud Baddarudin (SMB) II Palembang, Sumatera Selatan, Sabtu (27/5/2023). Sebanyak 354 jamaah calon haji asal Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur tiba di Asrama Haji Palembang diberangkatkan ke Madinah, Arab Saudi. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/foc.

Menukil situs Skybrary yang diinisiasi oleh EUROCONTROL (organisasi antarpemerintah yang beranggotakan 41 negara anggota dan 2 negara dengan status pengamat), diversion atau pengalihan sendiri merupakan penerbangan yang harus mendarat di tempat selain tujuan awal karena alasan di luar kendali pilot/perusahaan.

Dengan kata lain, situasi saat pilot memutuskan untuk mendaratkan pesawat di bandar udara yang berbeda dari yang direncanakan semula. Pengalihan ini terbagi menjadi tiga, di antaranya pengalihan udara (air turnbacks), pengalihan dalam perjalanan (en-route diversions) dan pengalihan tujuan (destination diversions). Air turnback merupakan situasi saat pesawat kembali ke bandar udara keberangkatan.

Sementara en-route diversions adalah situasi saat pesawat berbelok ke alternatif sebelum mencapai sekitar bandar udara tujuan yang direncanakan. Selain ancaman bom, faktor lain yang juga bisa menjadi alasan pengalihan penerbangan adalah cuaca buruk, seperti badai atau petir, atau adanya situasi darurat/tidak normal di dalam pesawat.

Baca juga artikel terkait ANCAMAN BOM atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - News
Reporter: Fina Nailur Rohmah
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Anggun P Situmorang