tirto.id - Kemenangan tim nasional sepak bola Malaysia atas Vietnam dalam pertandingan Grup F babak ketiga Kualifikasi Piala Asia 2027 membawa euforia di negeri jiran. Skuad Harimau Malaya berhasil menaklukkan Vietnam lewat empat gol tanpa balas di Stadion Bukit Jalil Malaysia pada 10 Juni lalu. Kemenangan terbesar Malaysia atas kesebelasan Golden Star Warrior itu turut mengundang diskursus soal kebijakan pemain naturalisasi di kancah sepak bola Asia Tenggara.
Bukan tanpa sebab, topik ini menghangat seiring kabar bahwa penggemar timnas Malaysia tak sepenuhnya “bergembira” dengan hasil yang membuat tim itu menduduki posisi puncak Grup F. Pasalnya, gol-gol kemenangan itu diraih para pemain berstatus naturalisasi.
Gol kemenangan Malaysia dicetak Joao Figueiredo dari Brasil, Rodrigo Holgado (Argentina), La'Vere Corbin-Ong (Inggris), dan Dion Cools (Belgia). Pertandingan ini memicu perdebatan di dalam dan luar negeri soal penggunaan pemain naturalisasi di timnas. Pasalnya, keempat pemain yang memiliki keturunan Malaysia atau memenuhi persyaratan naturalisasi itu, tidak dibesarkan di dalam negeri.
Dilansir media Vietnam VnExpress, di media sosial Reddit, dua komunitas sepak bola utama Malaysia, yakni r/Malaysia dan r/BolehLand, dengan jumlah pengikut sekitar 1,5 juta, riuh dengan diskusi terkait isu pemain naturalisasi timnas Malaysia. Lusinan utas dibentuk untuk mempertanyakan apakah identitas Malaysia dalam sepak bola sedang dilemahkan.
Komentar-komentar bernada sarkastik terpantau muncul dilontarkan warganet Malaysia. Hal ini menyoroti fakta bahwa kemenangan atas Vietnam terasa seperti ‘curang’ karena seakan tim Harimau Malaya terlalu mengandalkan pemain naturalisasi.
Figueiredo dan Holgado misalnya, memang tak pernah tinggal di Malaysia sebelum direkrut ke timnas. Mereka merupakan bagian dari gelombang baru pemain yang dinaturalisasi pada 2024, termasuk Jon Irazabal, Facundo Garces, Nooa Laine, Hector Hevel dan Imanol Machuca. Sebagian besar dari mereka bermain dalam pertandingan melawan Vietnam.
Seiring dengan kesuksesan itu, Asosiasi Sepak Bola Malaysia (FAM) dilaporkan berencana akan menaturalisasi lebih banyak pemain. VnExpress menilai langkah tersebut berpotensi membentuk tim tanpa pemain yang dibesarkan dalam tradisi sepak bola atau kultur lokal.
Tak mau disudutkan, media Malaysia ikut ramai mewartakan kesuksesan tim Harimau Malaya menggulung timnas Vietnam. Kemenangan pertama atas Vietnam sejak Piala AFF 2014 itu tak ditampik memang didongkrak oleh jajaran pemain-pemain naturalisasi. Namun, Malaysia tak merasa langkah tersebut keliru. Di sinilah mereka melongok ke Indonesia.
Media Malaysia myMetro menulis dalam laporannya, bahwa: “Naturalisasi bukan lagi isu tabu namun satu strategi modern dalam mengejar kejayaan bola sepak antarabangsa.” Dalam laporan yang membahas kemenangan Malaysia atas Vietnam itu, mereka menilai strategi pemain naturalisasi dan keturunan mampu membawa perubahan besar dalam tim nasional.
Terlebih, argumen diperkuat, Malaysia tak seorang diri yang getol-getolan merekrut pemain naturalisasi. Masih ada Indonesia, Thailand, bahkan Vietnam sendiri yang memiliki metode masing-masing dalam kebijakan naturalisasi pemain. Namun, myMetro turut mengajukan pertanyaan yang semakin menarik, siapa yang punya kebijakan yang lebih bijak?
Malaysia dinilai menggabungkan dua pendekatan utama: merekrut para pemain berdarah campuran atau menerima pemain asing atau naturalisasi yang telah beraksi lama pada kompetisi Liga Malaysia. Sementara Thailand disebut lebih selektif karena hanya merekrut para pemain jebolan liga Eropa seperti Tristan Do, Charyl Chappuis dan Nicholas Mickelson.
Kebijakan Thailand itu dinilai menciptakan dampak tanpa memantik kontroversi para fans mereka. Sementara Vietnam, dinilai masih konsisten pada strategi tradisional yang lebih berminat membangunkan bakat lokal melalui akademi dan liga domestik. Hasilnya, skuad Vietnam memiliki keserasian tinggi dan identitas sepak bola yang khas, meskipun minim diisi pemain naturalisasi.
Untuk Indonesia, myMetro menyebut: “... jika dilihat ke Indonesia, negara itu dilabel sebagai paling agresif dalam projek naturalisasi.” Pasalnya, dua tahun terakhir gelombang pemain naturalisasi yang masuk Timnas Garuda dinilai meningkat pesat. Bahkan, disertai aksi para pemburu bakat yang melawat ke Belanda dan Eropa untuk meninjau para pemain keturunan Indonesia.
Strategi Naturalisasi Indonesia
Jika mengacu secara statistik, memang sudah lebih dari selusin pemain naturalisasi yang merapat ke kubu timnas senior Indonesia. Menurut catatan Tirto, sudah lebih dari 22 pemain diaspora yang resmi menjadi WNI antara 2022-2025. Angka itu sudah termasuk tiga pemain diaspora terakhir yang bergabung ke Tim Garuda tahun ini, yakni Dean James, Emil Audero, dan Joey Pelupessy.
Total pemain hasil naturalisasi tersebut hampir memenuhi jumlah untuk membentuk satu skuad penuh, yakni 23 pemain. Sebelumnya, juga terdapat pemain naturalisasi lain yang masih aktif maupun sudah di penghujung karier seperti Marc Klok, Ilija Spasojevic, Alberto ‘Beto’ Goncalves, hingga Fabiano Beltrame.
Sebelum era pelatih Shin Tae-yong yang bergabung pada 2020, timnas Indonesia juga sudah mulai merekrut pemain naturalisasi meskipun tidak memiliki garis keturunan Indonesia, dimulai pada 2010 dengan masuknya Cristian ‘El loco’ Gonzales (Uruguay). Lalu ada Greg Nwokolo (Nigeria), Bio Paulin (Kamerun), Victor Igbonefo (Nigeria), hingga Osas Saha (Nigeria). Rerata mendapatkan kewarganegaraan lewat izin tinggal jangka panjang minimal selama lima tahun.
Di bawah kepemimpinan Erick Thohir di Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), timnas Indonesia memang tampak fokus menjaring pemain keturunan Indonesia, terutama diaspora Belanda-Indonesia. Era kepelatihan Shin Tae-yong di Indonesia, memang tidak bisa diragukan lesatan prestasi Timnas Indonesia yang mulai didominasi pemain naturalisasi di kesebelasan pertandingan.
Dari sisi peringkat Indonesia di FIFA, pada era kepelatihan STY, peringkat skuad Garuda Indonesia melesat secara signifikan sebanyak 46 peringkat, dari peringkat 173 per Februari 2020, menjadi 127 per Desember 2024. Angka kenaikan itu merupakan yang tertinggi dibanding pelatih timnas lain dalam kurun waktu 15 tahun terakhir. STY juga berhasil mengantarkan timnas mencapai peringkat FIFA terbaik dalam periode 15 tahun terakhir, di posisi 125, pada November 2024 lalu.
Secara pencapaian, timnas mulai berbicara banyak di level Asia. Pada tahun 2023, STY berhasil membawa Tim Garuda kembali berkompetisi di Piala Asia, untuk pertama kalinya dalam 16 tahun terakhir. Dalam kompetisi tersebut, timnas bahkan berhasil lolos hingga babak 16 besar sebelum dihentikan oleh Australia dengan skor 0-4. Indonesia juga otomatis lolos ke Piala Asia 2027 mendatang karena keberhasilan melaju ke babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Di kancah dunia, pertama kalinya dalam sejarah, Timnas Indonesia berhasil menembus putaran ketiga kualifikasi piala dunia zona Asia, sekaligus mencatatkan diri sebagai satu-satunya negara Asia Tenggara yang lolos hingga fase tersebut. Dengan masih tersisa secercah harapan, capaian saat ini diharapkan akan terus dilanjutkan di era kepemimpinan pelatih Timnas Indonesia asal Belanda saat ini, Patrick Kluivert.
Dengan terus mengandalkan para pemain naturalisasi dalam kesebelasan, Kluivert memang mengawali langkah kepemimpinannya di timnas Indonesia dengan menjanjikan. Meskipun Indonesia gagal lolos otomatis, skuad Garuda berhasil memastikan diri lolos ke Babak Keempat di mana dua tempat terakhir untuk lolos otomatis diperebutkan.
Dua dari tiga kemenangan Indonesia di musim ini diraih di bawah asuhan Kluivert, sepasang kemenangan kandang 1-0 atas Bahrain dan Cina yang turut memastikan tempat Indonesia di Babak Keempat Kualifikasi Asia. Hal ini juga menjaga mimpi Indonesia untuk bisa lolos ke Piala Dunia 2026 untuk pertama kalinya sejak kemerdekaan.
Namun, harus dikatakan dua kemenangan tersebut diraih ketika Indonesia menghadapi dua tim terbawah Grup C. Tantangan sebenarnya, tampak ketika pertandingan melawan Jepang dan Australia sebagai tim peringkat pertama dan kedua grup. Alhasil, timnas menerima dua kekalahan terberat di musim ini; dengan takluk 5-1 di tangan Australia dan digulung 6-0 oleh Jepang.
Pemerhati olahraga sekaligus dosen ilmu komunikasi, Rosnindar Prio Eko Rahardjo, menilai bahwa program naturalisasi pemain oleh PSSI di Erick Thohir terbukti efektif untuk prospek jangka pendek. Ada dampak positif dari sistem naturalisasi, yakni peningkatan kualitas tim nasional sehingga, mampu bersaing di tingkat regional dan internasional.
“Namun di sisi lain naturalisasi juga membawa kekhawatiran tentang identitas tim nasional dan peran pemain lokal. Indonesia dan Malaysia menjadi bukti banyak pemain lokal yang tersisih dari skuad utama tim nasionalnya,” kata Rosnindar kepada wartawan Tirto, Selasa (17/6/2025).
Menurutnya, Peringkat FIFA Indonesia memang naik signifikan serta lolos babak Keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia berkat dukungan para pemain naturalisasi. Hanya saja, kata dia, kekalahan atas Jepang dan Australia mencerminkan pemain-pemain yang dinaturalisasi masih dalam kategori Grade B.
Tak seperti Timnas Maroko, dia mencontohkan, pemain yang dinaturalisasi bisa membawa ke semifinal Piala Dunia 2022 karena tergolong pemain Grade A. Dengan begitu, ia melihat bahwa keberlangsungan prestasi timnas Indonesia tak melulu harus disandarkan kepada strategi naturalisasi yang massif.
PSSI perlu memperbaiki sistem kompetisi Liga Indonesia agar ke depannya pemain-pemain lokal yang bermain di liga domestik bisa bersaing dan memiliki kemampuan berkompetisi dengan pemain dari negara lain. Sehingga naturalisasi tidak menjadi sebuah candu yang berkepanjangan.
Jepang menjadi contoh bagaimana mereka membangun sistem persepakbolaan di negara dengan baik sehingga sejak 1998 rutin menjadi peserta Piala Dunia hingga 2026. Hal ini juga didukung dengan strategi naturalisasi pemain untuk skuad tim Samurai Biru yang dilakukan secara matang dan jelas.
Jepang merupakan salah satu negara Asia yang awal-awal menerapkan naturalisasi untuk kesebelasan timnas mereka. Pemain naturalisasi pertama dalam sepak bola Jepang adalah Daishiro Yoshimura (lahir bernama Nelson Yoshimura), pemain Brasil keturunan Jepang yang mewakili Jepang di Asian Games 1974 dan kualifikasi Piala Dunia 1974.
Seiring waktu, pemain keturunan Brasil lain seperti Wagner Lopes dan Alessandro Santos, juga sempat menjadi andalan Jepang. Pendekatan dual-track Jepang mencakup naturalisasi keturunan dan non-keturunan. Bedanya, Jepang menekankan naturalisasi dengan proses asimilasi budaya, akuisisi bahasa, dan pendidikan lewat sistem sepak bola sekolah lokal.
Santos, misalnya, pindah ke Jepang pada usia 16 tahun. Ia mengenyam pendidikan sekolah sepak bola di Jepang dan berintegrasi sepenuhnya ke dalam masyarakat sebelum mewakili tim nasional. Dengan begini, membantu para pemain naturalisasi memiliki budaya, pola pikir serta gaya hidup yang sama dengan para pemain lokal.
“Sejak usia muda pemain-pemain Jepang dididik cara mengolah bola dengan baik dan benar. Kompetisi berjenjang membuat sepak bola Jepang tangguh dan bisa bersaing di peta sepak bola dunia,” kata Rosnindar.
Sementara itu, penulis sepak bola partikelir dari media The Asian Game, Paul Williams, menilai memang ada perbedaan pendekatan strategi penggunaan para pemain naturalisasi yang diimplementasikan oleh STY era awal dan Kluivert. Pada masa-masa awal di bawah asuhan Shin, ada identitas yang jelas dalam tim Garuda: “generasi emas dari bakat-bakat lokal yang datang bersama-sama, dengan sekelompok kecil pemain naturalisasi yang mengisi kekosongan dan menambah kekuatan dan kedalaman,” kata Paul.
Paul menilai, era itu tampak kekompakan yang membuat pemain lokal tidak terganggu oleh masuknya pemain-pemain naturalisasi. Namun seiring waktu, pemain reguler timnas seperti Asnawi Mangkualam, Pratama Arhan, Witan Sulaeman hingga Ernando Ari sebagian besar dibangkucadangkan seiring berjalannya kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Hal ini, bagi Paul, menimbulkan pertanyaan: apakah para pemain naturalisasi yang menggantikan peran mereka telah meningkatkan performa tim secara substansial?
“Namun, ketika PSSI mempercepat proses naturalisasi, menambahkan puluhan nama baru, dengan pemain yang keluar-masuk di setiap periode, apakah tim ini telah kehilangan sedikit jiwanya?” tanya Paul dengan reflektif.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang