tirto.id - Satuan Tugas (Satgas) Monkeypox Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) merekomendasikan Indonesia untuk melakukan pengadaan vaksin jenis Modified Vaccinia Ankaria-Bavarian Nordic (MVA-BN) untuk penyakit cacar monyet (monkeypox).
“Pengadaan vaksin yang kami rekomendasikan adalah yang jenis Modified Vaccinia Ankaria-Bavarian Nordic, yaitu MVA-BN. Ini adalah generasi ketiga yang lebih diutamakan, dengan mempertimbangkan efikasi dan keamanannya,” ujar Ketua Satgas Monkeypox PB IDI Hanny Nilasari via Zoom bertajuk “PB IDI Update on Monkeypox” pada Rabu (21/9/2022).
Menurut dia, mekanisme pemberian vaksin jenis MVA-BN ini perlu dibagi dalam kelompok prioritas untuk penerimanya. Pertama, tenaga kesehatan (nakes), terutama nakes yang melakukan pemeriksaan secara dekat dengan cacar monyet.
“Kan ada 15 laboratorium seluruh Indonesia yang mendapatkan tugas untuk melakukan pemeriksaan untuk identifikasi virus monkeypox ini. Jadi, terutama untuk tenaga-tenaga kesehatan di lokasi-lokasi tersebut,” kata Hanny.
Kedua, lanjut dia, adalah kelompok-kelompok yang melakukan kontak erat dari pasien terkonfirmasi cacar monyet. Misalnya keluarga terdekat atau orang-orang yang melakukan kontak dengan pasien.
Hanny pun melanjutkan, bahwa ketiga adalah orang-orang yang melakukan kontak seksual berganti-ganti pasangan (multi partner) serta kelompok biseksual atau gay. Dia menerangkan bahwa pemberian vaksin ini diindikasikan untuk periode tertentu, yaitu dalam waktu 4-10 hari setelah seseorang berkontak erat dengan pasien cacar monyet.
“Dia masih punya efektifitas yang bagus apabila mendapatkan vaksinasi ya. Vaksinasi ini tidak menghilangkan 100 persen infeksinya, tetapi paling tidak bisa meminimalkan resiko terjadinya komplikasi,” ungkap Hanny.
Dia juga menyebut bahwa pemberian vaksin jenis MVA-BN tidak direkomendasikan digunakan secara luas oleh masyarakat, tetapi atas indikasi atau hanya pada kelompok prioritas untuk penerimanya. Hal ini karena adanya pertimbangan efikasi.
“Artinya, bahwa vaksin ini bisa digunakan oleh pasien-pasien yang immunocompromised (orang yang memiliki masalah sistem imun), pasien-pasien yang usianya lebih dari 18 tahun, bahkan untuk anak-anak dan wanita hamil pun ini aman. Jadi efektif dan kemudian aman untuk digunakan untuk pasien-pasien yang dengan berbagai macam usia, kemudian dengan berbagai macam kondisi,” imbuh Hanny.
Penulis: Farid Nurhakim
Editor: Restu Diantina Putri