tirto.id - Hotel kini selain digunakan untuk menginap saat momen libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) juga diantaranya digunakan untuk karantina COVID-19. Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satuan Tugas COVID-19, Alexander K. Ginting menegaskan bahwa hotel yang digunakan sebagai fasilitas karantina COVID-19 dengan yang digunakan masyarakat untuk menginap saat liburan harus terpisah.
“Mereka yang karantina tidak boleh satu lokasi dengan yang bukan dikarantina. Tidak boleh satu pintu masuk,” kata Alexander dalam Dialog Produktif Kabar Kamis yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (23/12/2021).
Alexander mengatakan pemisahan tersebut harus dilakukan guna mencegah terjadinya penularan virus SARS-CoV-2 pada orang yang sehat, khususnya akibat varian baru Omicron.
Meskipun hotel memiliki kapasitas dan bangunan yang berbeda-beda, dia menyarankan apabila hotel tersebut hanya memiliki satu bangunan utama dan satu pintu untuk keluar dan masuk yang sama, lebih baik hotel tersebut benar-benar didedikasikan sebagai tempat masyarakat melakukan karantina.
“Kalau memang ini didedikasikan untuk karantina, harus dedikasi untuk karantina,” tegas dia.
Sebaliknya, apabila hotel tersebut terdiri atas beberapa bangunan seperti sayap kanan dan kiri, pihak hotel tetap harus memisahkan pengunjung walaupun dapat dikondisikan dengan menentukan bangunan mana yang akan digunakan karantina atau ruang penginapan biasa.
Hal yang sama juga diharapkan diterapkan pada hotel yang memiliki beberapa penginapan yang dikelola oleh satu pihak yang sama.
“Itu diperbolehkan meskipun masih sama-sama satu merek. Tapi tentunya ini berbeda, oleh karena itu harus dipahami oleh masyarakat. Jadi, jangan kita melihat bahwa hotel itu satu, kemudian pintu masuk dan pintu keluar hanya satu-satu,” kata dia.
Secara terpisah, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Penanganan COVID-19 Pemerintah Wiku Adisasmito mengatakan untuk mendukung pencegahan penularan dengan lebih optimal, pengelola fasilitas karantina untuk menyediakan fasilitas kesehatan yang sesuai dengan standar.
Standar kesehatan yang dimaksud adalah melakukan disinfeksi dan melakukan perawatan kebersihan sarana prasarana secara rutin.
Selain itu, bila tempat tersebut benar-benar bersedia menjadi tempat fasilitas karantina, diharapkan pihak pengelola juga melakukan pemeriksaan kesehatan, khususnya populasi berisiko secara berkala.
“Termasuk menyediakan hotline informasi dengan respons time yang tinggi dan melakukan pengawasan karantina secara ketat,” tegas dia.
Editor: Maya Saputri