tirto.id - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 mengatakan bahwa bed occupancy ratio (BOR) atau angka keterisian tempat tidur bagi pasien COVID-19 cenderung rendah dan stabil di 34 provinsi di Indonesia per kemarin, Rabu, (27/7/2022).
Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara atau Jubir Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito dalam konferensi pers daring bertajuk “Perkembangan Penanganan COVID-19 di Indonesia Per 28 Juli 2022”, yang disiarkan langsung via kanal YouTube BNPB Indonesia pada Kamis, (28/7/2022) sore.
“Angka keterisian tempat tidur atau BOR cenderung stabil rendah di 34 provinsi di Indonesia. Yakni di bawah 15 persen,” kata Wiku.
Meskipun begitu, dia menyebut bahwa angka BOR meningkat dibandingkan dengan awal bulan Juli 2022 yang masih 8 persen. Sementara, dia menuturkan bahwa Bali menjadi provinsi dengan BOR tertinggi yaitu sebesar 14,76 persen.
Diikuti oleh Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta 12,53 persen, Kalimatan Selatan (Kalsel) 11,23 persen, Banten 9,82 persen, Jawa Barat (Jabar) 6,15 persen, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 5,93 persen.
“Persentase BOR yang lebih tinggi dibanding provinsi lainnya ini dapat disebabkan karena terjadinya kenaikan kasus positif,” jelas Wiku.
Nyatanya, lanjut dia, empat dari lima provinsi ini menyumbangkan kenaikan kasus COVID-19 tertinggi pada pekan terakhir, yaitu DKI Jakarta 17 ribu kasus, Jawa Barat 5 ribu kasus, Banten 4 ribu kasus, serta Bali seribu kasus.
Adapun Wiku mengatakan jika melihat BOR Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta dalam satu bulan terakhir, terjadi kenaikan jumlah pasien hingga mencapai 1,90 persen. Dari 2,76 persen menjadi 4,66 persen.
“Tidak lelah saya ingatkan bahwa meskipun saat ini BOR masih terkendali, namun kita tidak hanya wajib melindungi diri sendiri, namun juga orang lain terutama kelompok rentan. Mungkin gejala COVID-19 saat ini ringan atau bahkan tidak ada gejala, namun bisa saja keadaan tersebut berbeda pada kelompok rentan seperti lansia [lanjut usia] yang mungkin tertular dari kita,” ucap dia.
Wiku menambahkan, dengan kembali normalnya kegiatan sosial ekonomi masyarakat, hal ini perlu diperkuat dengan penerapan dan pengawasan kedisiplinan protokol kesehatan (prokes) yang baik dan benar. Tujuannya, agar keadaan normal ini tidak memicu kembali lonjakan kasus di kemudian hari.
Contohnya, ujar dia, yaitu memakai masker dengan benar serta tidak melepaskannya saat berbicara, menggunakan hand sanitizer setelah bersentuhan dengan orang lain, dan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Editor: Restu Diantina Putri