tirto.id - “Tujuan kami adalah menciptakan satu peta dunia yang sempurna,” tegas John Hanke, Vice President Geospatial Division Google, pada 2011 silam.
Soal peta digital, Google memang tidak main-main. Selepas Lars Eilstrup Rasmussen dan Jens Eilstrup Rasmussen menawarkan ide tentang peta digital yang “searchable, scrollable, dan zoomable” pada Google di 2003, dan dilanjutkan dengan implementasi bernama Google Maps, raksasa internet itu tancap gas membuat peta digital yang sempurna, tidak sebatas menampilkan garis-garis khayal pada sebuah peta.
Pada awal Maret 2019, Google terpergok menggunakan “gerobak” memetakan area Mal Pacific Place, Jakarta. Gerobak yang memiliki dua roda kecil di bagian depan dan dua roda besar di bagian belakang itu, sebagaimana diwartakan CNBC, dilengkapi komputer dan juga kamera khusus yang dapat berotasi 360 derajat. Google, melalui gerobak itu, nampaknya tengah memetakan secara visual penampakan dalam ruang salah satu mal elite di Jakarta ini.
Kerja Google pada mal Pacific Place tersebut merupakan bagian dari fitur Maps bernama indoor mapping. Sebagaimana dilansir laman resmi Google, kerja tersebut dilakukan untuk memudahkan pengguna Maps tatkala “berencana mengunjungi sebuah mal.” Untuk melihatnya lebih dekat secara virtual terlebih dahulu.
Pacific Place bukanlah yang pertama. Sebagaimana dilansir BBC, Google telah melakukan hal serupa pada 17 museum di dunia dalam agenda “Google Art Project.” Beberapa gedung ikonik, restoran, hingga kantor pemerintahan di Inggris, Perancis, Jepang, Australia, Selandia Baru, dan tentu saja Amerika Serikat juga mereka pindai.
Pada 2012, newsroom sebuah media pun dipindai oleh Google. Kala itu, ruang redaksi Wired, media teknologi ternama Amerika Serikat, jadi yang pertama dipindai Google.
Menurut Google, langkah mereka memindai bagian dalam gedung-gedung untuk “membantu entitas yang dipindai hadir secara online.”
Evan Rapoport, Product Manager Google Street View, mengatakan bahwa pemindaian bagian dalam suatu gedung ditujukan untuk memberi kesempatan masyarakat luas berkunjung secara virtual ke tempat-tempat yang sukar mereka kunjungi.
Menurut Rapoport, “saya ingin membuat dua perbandingan di sini, satu Antartika dan satunya lagi Gedung Putih.” Katanya, Gedung Putih memang terbuka untuk publik, tetapi jarang sekali masyarakat bisa memiliki kesempatan untuk pergi ke sana. Apalagi, Antartika. Yang perlu biasa besar dan waktu tak sebentar untuk dikunjungi.
“Begitupun ruang redaksi Wired,” tegas Rapoport. Suatu tempat yang sukar dimasuki masyarakat.
Penampakan dalam ruang suatu tempat merupakan salah satu fitur kunci dalam sub-layanan Google Street View, layanan yang termaktub dalam Google Maps. Meski layanan pendukung Maps, embrio teknologi Street View hadir sebelum Google Maps meluncur.
Saat itu, pihak Stanford University menginisiasi proyek penelitian peta virtual 360 derajat bernama “The Stanford CityBlock Project.” Tertarik dengan proyek itu, Google mendukung pendanaan proyek dari almamater kedua pendirinya, Larry Page dan Sergey Brin.
Google Street View merupakan salah satu penyempurnaan Google Maps. Ia merupakan fitur peta virtual yang memungkinkan pengguna melihat langsung penampakan lingkungan, bukan sebatas garis-garis khayal peta.
Street View tidak dikerjakan Google. Untuk merealisasikan peta visual 360 derajat, Google membutuhkan bantuan yang datang dari Immersive Media Company (IMC), sebuah perGoogle Street View merupakan salah satu penyempurnaan Google Maps.usahaan yang fokus pada citra digital 360 derajat. Mereka menyediakan kamera-kamera khusus, yang membantu menciptakan ruang maya 360 derajat.
Setidaknya Google telah menggunakan tiga kamera khusus dari IMC, itu ialah R2, kamera beresolusi 11 megapiksel dengan sensor CCD dan kamera sudut lebar, R5, unit kamera yang memiliki delapan sensor 5 megapiksel CMOS, dan R7, kamera khusus dengan 15 sensor.
Pada 2017, Google tak hanya bekerjasama dengan IMC guna menyempurnakan peta digitalnya. Sebagaimana diwartakan Techcrunch, Google bekerjasama dengan Matterport, perusahaan pemindaian 3D. Melalui kerja sama itu, Google Street View tak hanya bisa dilihat dengan cara konvensional, tetapi juga bisa dilihat menggunakan perangkat VR (virtual reality).
Secara umum, untuk memindai suatu wilayah yang akan ditampilkan pada Street View, Google menggunakan mobil khusus, yang di bagian atasnya dipasangi kamera khusus. Sayangnya, beberapa tempat tidak bisa dijelajahi oleh mobil. Gerobak yang melakukan pemindaian di Pacific Place merupakan cara Google memindai lokasi-lokasi tak terjamah kendaraan roda empat.
Selain gerobak, Google juga menggunakan sepeda. Namun, yang paling terkenal ialah sebuah alat bernama “Trekker”. Trekker merupakan tas ransel (backpack) yang dipasangi kamera khusus. Petugas Google menggunakannya dengan cara berjalan kaki, menjelajahi wilayah-wilayah yang sukar dilewati mobil, sepeda, atau gerobak. Petugas perlu stamina ekstra ketika memindai menggunakan Trekker. Alasannya, tas ransel ini memiliki berat sekitar 20 kilogram, jadi beban tersendiri bagi petugas.
Alat tersebut, sebagaimana diwartakan Wired, mengusung sistem kamera 15 lensa, yang ketika “menjepret” menghasilkan gambar dengan resolusi sebesar 46 megapiksel. Untuk mengoperasikan Trekker, disediakan ponsel Android khusus.
Google Street View masuk ke dalam bangunan sejak Oktober 2011. Kini, layanan tersebut telah memindai berbagai tempat di 62 negara. “Kami berusaha menciptakan suatu hal yang ajaib,” tegas Peter Birch, Product Manager Google Earth.
Setelah ini, bangunan-bangunan terkenal di kota besar seperti Jakarta suatu keniscayaan akan terekam dalamannya oleh Google, hanya soal waktu.
Editor: Suhendra