tirto.id - Per 12 Juni 2017, visa umrah milik Rizieq Shihab habis. Jika belum diperpanjang, mulai besok Rizieq tinggal secara ilegal di Arab Saudi. Perihal masa kadaluarsa visa ini sempat diungkap pengacara Rizieq, Eggi Sudjana saat menggelar jumpa pers awal Juni lalu. "Visanya, visa umrah, habis visanya 17 Ramadhan," ucap Eggi.
Rizieq Shihab memang sudah lama berada di Arab Saudi. Ia memilih bertahan di negara tersebut, setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus chat pornografi bersama Firza Husein. Rizieq menolak pulang ke Indonesia dengan dalih merasa dikriminalisasi.
Kapolda Metro Jaya, Irjen Polisi M Iriawan mengaku pihaknya akan bersabar karena yakin Rizieq akan pulang. "Saya yakin beliau kan home alone, pasti kangen kepada negaranya. Dia juga warga negara yang baik pasti pulang ke Indonesia," kata Irjen Polisi M Iriawan kepada Tirto, Selasa (6/6/2017).
Jauh-jauh hari, Kuasa Hukum Rizieq, Karpitra Ampera mengakui Rizieq mendapatkan visa khusus dari Saudi karena statusnya sebagai undangan raja. Dia pun mengklaim bahwa Rizieq akan tinggal lebih lama di Saudi. "Ada rencana kita long stay atau akan perpanjang visa. Nanti sedang ada yang mengurus visa yang setahun. Insya Allah tidak untuk saat ini (pulang ke Indonesia),” katanya.
Ucapan Karpitra ini tentu berlebihan. Jika menilik regulasi imigrasi yang dilakukan oleh Arab Saudi, amatlah memungkinkan jika Rizieq bisa memperpanjang masa tinggalnya di Arab sampai satu tahun ke depan.
Berdasarkan informasi sumber Tirto di Kedubes Arab Saudi, sebetulnya ada cara termudah agar Rizieq bisa tinggal lebih lama di Arab Saudi yakni dengan mengajukan Iqama.
Hal pertama yang mesti dilakukan Rizieq adalah mengkonversi visa umrahnya menjadi visa kerja, sehingga Rizieq bisa mendapatkan Iqama. Selain visa kerja, Iqama pun bisa didapat dengan visa pelajar, akan tetapi persyaratan visa kerja lebih mudah ketimbang visa pelajar karena tidak perlu instansi pendidikan dan keterlibatan lembaga negara asal.
Iqama adalah surat izin tinggal bagi para ekspatriat di Arab Saudi, bentuknya mirip semacam KTP. Iqama berlaku 1-2 tahun dan mesti diperpanjang jika masanya habis.
Syarat untuk mendapatkan Iqama ini tentu surat dari majikan/perusahaan yang menaunginya dan disertifikasi oleh Kamar Dagang dan Kementerian Luar Negeri Saudi. Tak lupa surat kontrak kerja juga mesti dilampirkan. Pemberian visa kerja otomatis membuat status Rizieq di Mekkah sebagai pekerja, bukan visitor.
Dan hal penting mendapatkan visa kerja adalah soal laporan medis. Syarat-syarat ini lalu kemudian diberikan kepada Direktorat Jenderal Departemen Paspor, yang merupakan bagian dari Departemen Dalam Negeri Saudi.
Iqama ini wajib dimiliki oleh seluruh ekspatriat yang tinggal di Arab Saudi, tak peduli dia bekerja di sektor informal seperti buruh, supir ataupun sektor formal macam karyawan, dosen atau profesor sekalipun.
Terkait dengan Iqama ini, hal yang perlu dicatat adalah Iqama jarang dikeluarkan saat seseorang sudah berada di negara tersebut dalam visa kunjungan singkat. Izin residensi biasanya dikeluarkan saat individu tersebut masih berada di negara asal mereka.
Lantas mungkinkah Rizieq mengkorversi visa umrah nya menjadi visa kerja hingga dia bisa mendapatkan Iqama? Soal polemik ini sempat dijawab oleh Kolonel Mohammed Al Hussain, juru bicara Departemen Paspor di Arab News pada 2014 silam. "Ya, ini mungkin," katanya. "Namun, permintaan semacam itu harus disetujui oleh Kementerian Dalam Negeri," ucapnya.
Itu artinya dalam beberapa kasus upaya untuk mendapatkan Iqama bisa mudah dilakukan. Perihal soal Iqama dan visa kerja ini dua kuasa hukum Rizieq, Karpitra Ampera dan Sugito enggan memberikan tanggapan kepada Tirto.
Jikapun tidak mengurusi izin tinggalnya ini, Rizieq tidak akan sendirian. Arab Saudi adalah satu negara yang menampung banyak ekspatriat. Data Al Jazeera 2015 lalu mencatat ada lebih dari 9 juta WNA tinggal di Saudi, hampir 40 persen di antaranya adalah pendatang gelap atau izin tinggalnya habis. Saudi baru-baru ini baru saja melakukan program.
Kondisi inilah yang membuat mereka gencar melegalkan status pendatang tidak berdokumen ini. Pada 2013 lalu, Kementerian Dalam Negeri Mayjen Mansour Al-Turki mengkalim program ini sukses memulangkan 2,5 juta overstayer di negaranya. Kesuksesan pada 2013 membuat Saudi melakukan kampanye serupa pada tahun ini, yang dimulai sejak sejak 29 Maret hingga 24 Juni 2017.
Kedubes RI di Saudi mencatat per hari ini sebanyak 11.226 WNI ikut serta dalam program amnesti. Dari jumlah tersebut 5.724 WNI telah dan sedang menunggu jadwal kepulangannya ke Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Luar Negeri, ada sebanyak 610.518 WNI yang kini tinggal di Arab Saudi.
Penulis: Aqwam Fiazmi Hanifan
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan