tirto.id - Hikayat Panji Semirang bercerita tentang ketabahan seorang puteri raja yang diusir dari kerajaan. Puteri tersebut memutuskan untuk meninggalkan istana dan menyamar sebagai laki-laki bernama Panji Semirang.
Dalam perjalanannya, Sang Puteri menghadapi sejumlah rintangan sebelum akhirnya berhasil bersatu kembali dengan keluarganya. Selain itu, setelah melewati berbagai rintangan, Sang Puteri akhirnya dapat bertemu kembali dengan kekasihnya.
Kisah Hikayat Panji Semirang merupakan bagian dari Cerita Panji yang berasal dari Jawa Timur pada abad ke-14 Masehi. Lantas, siapa penulis Hikayat Panji Semirang? Meski diyakini berasal dari Jawa Timur, penulis Panji Semirang tidak secara pasti diketahui.
Hikayat ini mengandung nilai-nilai moral seperti ketabahan, kesetiaan, dan semangat perjuangan, yang menjadikannya sebagai sumber penting dalam penelitian bahasa Melayu. Lalu apa isi Hikayat Panji Semirang? Untuk memahaminya simak rangkuman cerita Hikayat Panji Semirang.
Rangkuman Cerita Hikayat Panji Semirang
Hikayat Panji Semirang bermula dari empat bersaudara yang menjadi raja di Kuripan, Daha, Gegelang, dan Singasari di Tanah Jawa. Raja Daha memiliki dua putri, Galuh Candra Kirana yang cantik dan lemah lembut, serta Galuh Ajeng yang penuh iri hati terhadap kakak tirinya.
Dikisahkan Raja Kahuripan, saudara Raja Daha, ingin menikahkan putranya, Raden Inu Kertapati, dengan Galuh Candra Kirana. Di sisi lain, Paduka Liku, selir Raja Daha, merencanakan kejahatan untuk menggantikan Galuh Candra Kirana sebagai menantu raja.
Dia mengirimkan tapai beracun kepada permaisuri, menyusun rencana jahat dengan bantuan seorang petapa. Dia pun mencoba menggantikan hadiah pernikahan dengan boneka emas yang dimiliki Candra Kirana.
Konflik bermunculan ketika Candra Kirana menolak menukarkan bonekanya. Sementara itu, akibat kejahatan Paduka Liku, permaisuri Daha meninggal karena tapai beracun. Candra Kirana yang difitnah sebagai pelakunya lantas diusir dari istana.
Keluar dari istana, Candra Kirana dan pengikutnya kemudian membangun kerajaan kecil dengan menyamar sebagai pria dan menggunakan nama Panji Semirang. Mereka melakukan perampokan untuk memperkuat kerajaan mereka.
Kabar tentang kerajaan Panji Semirang sampai ke Kahuripan dan Raden Inu Kertapati dikirim untuk membayar uang jujuran kepada Panji Semirang. Raden Inu Kertapati terkesan dengan kecantikan dan kelembutan suara Panji Semirang.
Di lain waktu, ketika melihat Candra Kirana, yang menyamar sebagai pemain gambuh, dia menyadari bahwa itu adalah kekasihnya yang sebenarnya. Mereka bertemu kembali dan Candra Kirana membawa Raden Inu Kertapati ke istana Kahuripan untuk menjelaskan kebenaran.
Paduka Liku kehilangan dukungan dan Raja Daha menolak memperhatikannya. Adiknya yang mencoba mencari guna-guna meninggal dalam perjalanan.
Paduka Liku putus asa dan bunuh diri setelah mendengar berita pernikahan Raden Inu Kertapati dan Galuh Candra Kirana. Dengan demikian, Hikayat Panji Semirang berakhir dengan kebahagiaan setelah melewati berbagai konflik dan intrik.
Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Hikayat Panji Semirang
Unsur intrinsik dalam Hikayat Panji Semirang mencakup tema, alur, penokohan, setting, sudut pandang, dan amanat. Tema utama cerita ini adalah kedengkian yang membutakan hati seseorang yang menggambarkan bahaya sikap iri hati.
Alur cerita Hikayat Panji Semirang berlangsung maju, dimulai dari peristiwa awal hingga akhir, memberikan pengalaman membaca yang kronologis. Cerita dimulai dengan pengenalan tiap tokoh terkait sifat dan latar belakangnya secara singkat.
Selanjutnya cerita berlanjut pada konflik yang mengakibatkan Galuh Candra Kirana diusir dari kerajaan dan terpisah dengan kekasihnya. Cerita kemudian ditutup dengan penyelesaian konflik.
Adapun karakter-karakter dalam Hikayat Panji Semirang terdiri dari Galuh Ajeng, Candra Kirana, Raden Inu Kertapati, Paduka Liku, Sang Ratu, Sang Raja, dan Mentri. Para tokoh memainkan peran penting dalam penokohan, menampilkan konflik dan perkembangan karakter yang menarik.
Sementara itu setting tempat berlangsungnya cerita melibatkan Kerajaan Negeri Daha dan hutan, menciptakan suasana yang bervariasi antara kebahagiaan dan ketegangan. Sudut pandang orang ketiga digunakan untuk memberikan pandangan objektif sebagai pengamat.
Amanat yang terkandung menyoroti pentingnya sifat baik, lemah lembut, dan perilaku santun, serta peringatan agar tidak menjadi individu yang penuh dendam dan mudah iri hati.
Di sisi lain, unsur ekstrinsik Hikayat Panji Semirang mencakup nilai-nilai sosial dan budaya yang tercermin dalam cerita. Kasus pembunuhan yang diselesaikan oleh pihak berwajib mencerminkan nilai sosial dan keadilan dalam masyarakat.
Nilai budaya juga tergambar melalui tindakan yang tidak berprikemanusiaan dalam cerita. Aspek religi, kesabaran, dan ketekunan tercermin dalam pemujaan dewa serta sikap Sang Raja dan Permaisuri, menambah dimensi spiritual dan moral dalam kisah.
Dengan demikian, unsur intrinsik dan ekstrinsikHikayat Panji Semirang saling melengkapi satu sama lain. Hal tersebut berfungsi untuk memberikan pemahaman yang menyeluruh tentang nilai-nilai, tema, dan karakteristik dalam cerita Hikayat Panji Semirang.
Kesimpulan Cerita Hikayat Panji Semirang
Hikayat Panji Semirang memberikan kesimpulan yang kuat mengenai pentingnya ketabahan, kesetiaan, dan nilai hubungan keluarga dalam menghadapi berbagai rintangan kehidupan.
Pertama, kisah ini menyoroti bahwa ketabahan adalah kunci utama untuk mengatasi tantangan yang dihadapi oleh tokoh utama, Galuh Candra Kirana. Melalui perjalanan yang penuh rintangan, ia mampu mempertahankan tekadnya dan mengatasi setiap cobaan yang datang.
Kedua, kesetiaan juga menjadi tema sentral dalam hikayat ini. Galuh Candra Kirana, yang menyamar sebagai Panji Semirang, menunjukkan kesetiaan pada nilai-nilai dan prinsip-prinsipnya, bahkan dalam kondisi sulit.
Hal ini memberikan pembaca pesan kuat bahwa kesetiaan pada diri sendiri dan pada orang-orang terdekat adalah kunci keberhasilan dalam menghadapi perjalanan hidup.
Selain itu, nilai hubungan keluarga menjadi fokus penting dalam kesimpulan cerita ini. Meskipun Galuh Candra Kirana mengalami kesulitan dan terpisah dari keluarganya, akhir cerita menunjukkan pentingnya persatuan keluarga. Pertemuan kembali dengan keluarga memberikan dimensi kebahagiaan dan keutuhan hidup.
Keseluruhan Hikayat Panji Semirang memberikan pembaca pelajaran mendalam mengenai nilai-nilai moral seperti ketabahan, kesetiaan, dan pentingnya hubungan keluarga.
Kesimpulan ini memberi pemahaman bahwa dalam menghadapi cobaan kehidupan, kekuatan karakter dan dukungan keluarga memainkan peran krusial dalam memandu seseorang menuju keberhasilan dan kebahagiaan.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Dhita Koesno