Menuju konten utama

Menyoal Ukuran Kebahagiaan yang Masih Terus Dicari

Pelik ukuran kebahagiaan yang tidak linear, namun terus diperbandingkan.

Menyoal Ukuran Kebahagiaan yang Masih Terus Dicari
Ilustrasi bahagia. foto/istockphoto

tirto.id - Finlandia kembali dinobatkan sebagai negara paling bahagia di dunia tahun 2023 menurut World Happiness Report. Negara tersebut bahkan telah menempati posisi ini selama enam tahun berturut-turut.

Berdasarkan studi global itu ada sejumlah faktor yang membuat orang Finlandia lebih bahagia dibandingkan negara lain, termasuk di dalamnya adalah soal jarak atau ketimpangan pendapatan yang relatif kecil.

Sebuah studi yang dipublikasikan di PNAS Nexus menunjukkan, secara umum, ketika ketimpangan pendapatan lebih besar, uang menjadi lebih penting dan orang-orang menjadi kurang bahagia.

Namun tidak hanya berhenti soal urusan uang saja, survei mengulas pula bagaimana masyarakat Finladia memiliki dukungan sosial yang tinggi, kebebasan untuk mengambil keputusan serta tingkat korupsi yang rendah.

Belum lagi pelayanan publik yang bisa dikatakan mumpuni, mulai dari sistem perawatan kesehatan yang didanai pemerintah, transportasi umum yang dapat diandalkan dan terjangkau, juga kualitas pendidikan yang baik.

Tetapi bukan hanya faktor eksternal itu saja yang membuat orang Finlandia puas dengan hidupnya. E. Elisabet Lahti seorang filsuf dan peneliti psikologi Finlandia yang mempelajari dasar-dasar kebahagiaan menyebutkan ada sebuah cara hidup yang memengaruhi orang Finlandia dan memainkan peran penting terhadap kesejahteraan (well-being) serta kemampuan untuk mempertahankan pola pikir positif dan tangguh.

Konsep dan cara hidup yang telah menjadi bagian dalam budaya Finlandia selama lebih dari 500 tahun ini disebut dengan Sisu.

Tidak ada terjemahan langsung dari konsep tersebut, tetapi Lahti menjelaskan itu tentang ketabahan untuk maju dalam menghadapi kesulitan dan peluang yang hampir mustahil.

Bisa jadi penjelasan yang minim itu lantaran hanya sedikit penelitian yang mempelajari arti Sisu secara mendetail, meski sudah menjadi ciri khas dan bagian dari kehidupan Finlandia.

Survei serupa yang menyasar soal emosi manusia juga dilakukan oleh sebuah sebuah perusahaan riset yang berbasis di Amerika, Gallup.

Baru-baru ini mereka mengeluarkan laporan terbarunya, Global Emotions 2023. Laporan itu menurut Gallup terkait dengan energi positif yang dapat mendorong rasa percaya diri hingga produktivitas meningkat. Survei dilakukan terhadap 147.000 orang dewasa yang berasal dari 142 negara dan daerah di tahun 2022.

Hasil kali ini menunjukkan Indonesia (skor 85 dari 100) menempati peringkat pertama sebagai negara yang masyarakatnya memiliki pengalaman lebih positif dalam hidupnya.

Ukuran Kebahagiaan

Gallup menyebut, mengukur kesejahteraan menjadi hal yang penting karena dapat memberi wawasan, terutama bagi pemimpin sebuah negara, tentang kesehatan emosional masyarakat yang tidak ditangkap oleh indikator ekonomi tradisional.

Dengan demikan para pemimpin negara bisa berusaha menciptakan tempat kerja, institusi, komunitas, dan negara yang berkembang serta dapat dinikmati kembali oleh masyarakat.

Gallup sendiri mengukur berbagai dimensi kesejahteraan untuk menangkap keadaan emosional orang sehari-hari, seperti kebahagiaan, stres, kemarahan, serta kepuasan terhadap hidup mereka.

Sementara di tingkat individu, mengukur emosi, salah satunya kebahagiaan juga tidak kalah krusial.

Arthur C. Brooks, profesor di Harvard Kennedy School yang mengajar soal kepemimpinan dan kebahagiaan menyebutkan, jika ingin meningkatkan aspek kehidupan maka seseorang harus dapat menilai kemajuan menuju tujuan itu, dan ini artinya adalah dengan mengukurnya.

Sehingga menurutnya, dengan memahami ukuran kebahagian itu sendiri dapat membuat seseorang menjadi lebih baik dalam meningkatkan kesejahteraan serta juga menghindari beberapa kesalahan kritis.

Ada banyak tes mandiri untuk memahami dan mengelola kebahagiaan pribadi. Salah satunya yang diciptakan oleh Martin Seligman, profesor di University of Pennsylvania. Ia membuat tes diri mengenai emosi, ras syukur, optimisme, hubungan, dan banyak dimensi kebahagian lainnya.

Selain itu juga ada Positive and Negative Affect Schedule (PANAS) yang mengukur intensitas dan frekuensi suasana hati dan perasaan positif serta negatif.

Tidak hanya mengetahui kadar kebahagiaan, tes diri ini nantinya juga bisa sangat berguna sebagai sumber informasi untuk memahami diri sendiri dengan lebih baik, melakukan perubahan positif, dan mengelola kepribadian seseorang.

Namun Arthur mengingatkan itu semua akan sia-sia jika seseorang melakukan perbandingan sosial.

Para peneliti telah lama menemukan bahwa perbandingan sosial adalah pembunuh kegembiraan.

Bahkan pujangga terkenal Shakespeare juga pernah mengungkapkannya dalam karyanya, Soneta 29. Singkatnya begini: "Jika Anda membandingkan kebahagian Anda dengan orang lain, dan mengingini kebahagian mereka, Anda akan kehilangan kebahagiaan yang memang Anda miliki."

Sebagai gambaran, coba saja luangkan beberapa waktu untuk menjelajahi media sosial dan biasanya seseorang segera akan berhadapan dengan perasaan yang buruk atau negatif mengenai dirinya.

Itu semua karena ada perbandingan kebahagian pribadi dengan persepsi terhadap kebahagiaan orang lain.

Pencarian Kebahagian

Tanpa disadari perbandingan-perbandingan tersebut terkadang malah melahirkan obsesi seseorang untuk mencari lebih banyak kebahagian-kebahagiaan lainnya yang akhirnya dapat merugikan individu itu sendiri.

Sebuah studi ini dipublikasikan di PLOS Computational Biology menyebutkan seorang individu bisa terjebak dalam siklus keinginan yang tidak ada habisnya dan dapat berujung pada depresi, materialisme, dan konsumsi berlebih.

Hal serupa juga diungkapkan oleh duo peneliti dari RCSI University of Medicine and Health Sciences, Christian van Nieweburgh dan Jolanta Burke.

Dalam artikel yang ditulis di The Conversation, mereka memaparkan pengejaran kebahagiaan secara aktif dapat memperburuk kecenderungan individualistis untuk mencari kesenangan dengan mengorbankan orang lain, masyarakat, atau lingkungan. Egoisme itu juga membuat seseorang yang mengejar kebahagian semakin kesepian.

Salah satu tawaran untuk mengatasi pencarian yang tidak kunjung usai itu adalah dengan cara memahami diri sendiri.

Niia Nikolova, peneliti psikologi di University of Strathclyde menjelaskan mengenal diri menurut psikologi berarti memiliki pemahaman tentang perasaan, motivasi, pola pikir, dan kecenderungan pribadi. Hal tersebut memberikan pemahaman yang stabil mengenai harga diri, nilai, serta motivasi individu.

Tetapi tanpa pemahaman tersebut, seseorang tidak dapat mengukur nilainya sendiri. Akibatnya, seseorang akan rentan untuk menerima opini orang lain tentang diri sendiri sebagai sebuah kebenaran dan berpengaruh pada kebagiaan seseorang.

Ambil contoh begini, saat rekan kerja berpendapat dan bertindak seolah-olah kita tidak berharga, kita mungkin menelan mentah-mentah opini mereka sebagai suatu kebenaran dan membuat tidak bahagia.

Padahal dengan mengenali emosi dapat membantu seseorang melakukan intervensi setelah merasakan perasaan tertentu misalnya mencegah untuk melakukan tindakan yang reaktif atau memungkinkan untuk mengambil keputusan yang lebih baik.

Infografik Aku Bahagia

Infografik Aku Bahagia. tirto.id/Mojo

Jadi bagaimana caranya untuk mengenali perasaan?

Nikolova menyarankan untuk membahasakan perasaan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan lanjutan untuk memahami siapa diri kita, termasuk membaca cara-cara berpikir yang baik untuk membantu menavigasi kehidupan menjadi lebih baik.

Pilihan lain adalah dengan berbicara dengan orang yang lebih berwawasan atau terapis terlatih. Ini sangat penting dalam kasus saat kurangnya pengetahuan diri telah menganggu kesehatan mental seseorang.

Selain itu terdapat beberapa tradisi dalam sejarah yang telah mempelajari cara-cara mengenal diri yang saat ini mulai populer dilakukan, yaitu meditasi.

Mindfulness medititation - latihan mental yang melibatkan pemusatan pikiran pada pengalaman seperti emosi, pikiran, dan sensasi atas diri, tubuh dan dunia sekitar yang sedang dirasakan ini disebut dapat mengurangi perasaan negatif dan kecemasan.

Pelatihan ini juga dapat meningkatkan emosi positif, menambah kemampuan mengenali emosi orang lain, serta melindungi kita dari tekanan sosial. Terapi yang mengintegrasikan perhatian penuh atas diri tersebut telah terbukti andal dalam membantu meningkatkan kesehatan mental, khususnya dalam kasus depresi, stres, dan kecemasan.

Hampir 2.500 tahun yang lalu filsuf Yunani Socrartes merenungkan ungkapan 'Kenali Dirimu Sendiri', sebuah pepatah yang tertulis di kuil Apollo di Deplhi.

Hari ini ungkapan itu masih sama pentingnya dan menjadi sebuah nasihat yang manjur untuk memperoleh arti kebahagiaan yang sesungguhnya.

Baca juga artikel terkait TIPS GAYA HIDUP atau tulisan lainnya dari MN Yunita

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: MN Yunita
Penulis: MN Yunita
Editor: Lilin Rosa Santi