Menuju konten utama

Ricuh Pemulangan Paksa Warga Air Bangis di Masjid Raya Sumbar

Polisi menangkap 18 orang yang terdiri dari pendamping hukum, mahasiswa, dan masyarakat Air Bangis di Masjid Raya Sumbar.

Ricuh Pemulangan Paksa Warga Air Bangis di Masjid Raya Sumbar
Sejumlah masyarakat asal Air Bangis, Pasaman Barat, melakukan longmarch dari Masjid Raya Sumatera Barat di Padang, Selasa (1/8/2023). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra/aww.

tirto.id - Masyarakat Nagari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, dipulangkan oleh aparat kepolisian saat bertahan di Masjid Raya Sumatra Barat, Kota Padang, Sabtu (5/8/2023). Mereka sebelumnya menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur Sumatra Barat sejak 31 Juli hingga 5 Agustus 2023.

Demonstran menuntut Pemerintah Provinsi Sumatra Barat menghentikan intimidasi terhadap masyarakat Air Bangis yang tinggal di kawasan hutan, termasuk meminta kepolisian setempat membebaskan dua warga yang ditahan.

Kemudian, mereka menuntut Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi agar membatalkan rencana proyek strategis nasional dan menyelesaikan konflik agraria di Nagari Air Bangis.

Masyarakat Air Bangis meminta pemerintah agar memberikan rasa aman untuk tinggal di wilayahnya. Saat ini mereka dibayang-bayangi dengan status hutan lindung yang baru disampaikan oleh pemerintah pada 2016.

Selama menggelar demo tersebut, masyarakat Air Bangis istirahat dan menginap di Masjid Raya Sumbar. Kemarin, kepolisian memulangkan paksa mereka ke kampung halamannya hingga berujung ricuh.

Polisi Tangkap Belasan Orang di Masjid Raya Sumbar

Lewat keterangan tertulis, pendamping hukum dari LBH Padang dan PBHI Sumatra Barat menyebutkan polisi melakukan tindakan represif dengan membubarkan secara paksa masyarakat yang berada di Masjid Raya Sumatra Barat. Padahal, dialog antara perwakilan masyarakt dan Pemprov Sumbar belum selesai. Sembari menunggu dialog berjalan, masyarakat Air Bangis berselawat di area masjid tersebut.

Tak hanya pembubaran paksa, polisi juga menangkap 18 orang yang terdiri dari mahasiswa, masyarakat, dan pendamping hukum dan dibawa ke Mapolda Sumbar.

"Alasan diamankan karena menggunakan kamera dan mencoba berdialog dengan polisi. Tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan pada Sabtu itu," kata Direktur LBH Padang, Indira Suryani kepada reporter Tirto, Minggu (6/8/2023).

Indira mengatakan Polda Sumbar saat ini masih memeriksa tujuh orang dari LBH Padang, satu orang dari PBHI Sumbar, enam warga, dan empat mahasiswa. LBH Padang terus berupaya agar mereka dibebaskan dari segala tuntutan.

"Status mereka masih diamankan, belum penangkapan. Diamankan itu tidak dikenal dalam KUHAP," ujarnya.

Ombudsman Menyayangkan Sikap Gubernur dan Polda Sumbar

Merespons kejadian tersebut, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat, Yefri Heriani menyayangkan sikap Gubernur Sumbar Mahyeldi yang enggan menemui masyarakat yang datang jauh-jauh dari Air Bangis guna menyampaikan aspirasi.

Sebagai pelayan masyarakat, kata Yefri, dengan pengamanan yang memadai seharusnya gubernur menemui rakyatnya.

"Terlepas apakah gubernur akan mengabulkan aspirasi masyarakat, namun sebagai kepala daerah seharusnya memperlihatkan sikap yang bijak dengan melayani dan menemui langsung masyarakatnya," ujar Yefri.

Gubernur hanya tampak sekali secara tak terduga datang ke masjid raya untuk salat subuh. Ia justru memperlihatkan sikap yang terkesan emosional saat ditemui masyarakat ketika keluar dari masjid pada pagi hari.

Yefri juga mempertanyakan penangkapan belasan orang termasuk jurnalis dan advokat yang mendampingi masyarakat Air Bangis.

"Apalagi menangkap tokoh masyarakat, juga ditahan tidak sedang demo. Justru sedang beristirahat di masjid. Kami meminta Kapolda memeriksa kembali perilaku dan prosedur aparatnya itu," kata Yefri dalam keterangan tertulis, Minggu.

Dia mengingatkan jangan sampai cara-cara polisi justru menyimpang dari tugas sebenarnya, yaitu melayani, mengayomi, dan melindungi masyarakat.

Dalam keterangan terpisah, Ketua YLBHI Muhammad Isnur menyatakan tindakan kepolisian merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran HAM. Ia menilai upaya paksa tersebut melanggar jaminan perlindungan dan penghormatan kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Deklarasi Universal HAM, Kovenan Hak Sipil dan Politik, UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dan UU HAM.

"Tindakan tersebut juga melanggar peraturan internal kepolisian yakni Perkap Nomor 9 Tahun 2008 dan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009. Secara khusus tindakan Polda Sumatra Barat yang juga melakukan upaya paksa secara sewenang-wenang terhadap pendamping hukum, juga merupakan bentuk pelanggaran nyata terhadap konstitusi, UU Bantuan Hukum, UU Advokat, UU HAM serta KUHAP," jelas Isnur.

Yefri juga menyangkan sikap Gubernur Sumbar Mahyeldi yang enggan menemui masyarakat yang datang jauh-jauh dari Air Bangis guna menyampaikan aspirasi.

Sebagai pelayan masyarakat, dengan pengamanan yang memadai seharusnya gubernur menemui rakyatnya.

"Terlepas apakah gubernur akan mengabulkan aspirasi masyarakat, namun sebagai kepala daerah seharusnya memperlihatkan sikap yang bijak dengan melayani dan menemui langsung masyarakatnya," ujar Yefri.

Gubernur hanya tampak sekali secara tak terduga datang ke masjid raya untuk salat subuh. Ia justru memperlihatkan sikap yang terkesan emosional saat ditemui masyarakat ketika keluar dari masjid pada pagi hari.

Klarifikasi Polda Sumbar soal Penangkapan dan Injak Area Salat

Sementara itu, kepolisian berencana memulangkan 18 orang yang ditangkap di Masjid Raya Sumatra Barat ketika proses pemulangan masyarakat Air Bangus. Tidak ada yang menjadi tersangka dalam perkara tersebut.

"Mereka hanya dimintai keterangan, dan rencananya siang ini dipulangkan," ujar Kabid Humas Polda Sumatra Barat Kombes Pol Dwi Sulistyawan, ketika dihubungi Tirto, Minggu (6/2023)

Polda Sumbar juga mengklarifiasi video viral personel kepolisian mengenakan sepatu merangsek masuk ke area masjid tersebut. Kapolda Sumbar, Irjen Pol Suharyono mengklaim anggotanya tidak menginjak area salat di Masjid Raya Sumatra Barat.

Suharyono telah meninjau tempat berkumpul dan istirahat pendemo asal Pigogah Pati Bubur, Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, Sabtu (5/8/2023).

"Terkait dengan injak-injak tempat ibadah, sudah saya jelaskan bahwa itu adalah lantai dasar dan bukan tempat ibadah," kata Suharyono dalam keterangan tertulis yang dikutip pada Minggu (6/8/2023).

Suharyono memastikan area yang digunakan oleh masyarakat untuk tidur bukan kawasan suci tempat salat.

"Melainkan aula yang memang digunakan sebagai tempat bertemunya atau pelaksanaan kegiatan oleh pemprov. Bahkan masyarakat yang masuk kesana juga dengan alas kaki," sambung dia.

Baca juga artikel terkait MASYARAKAT AIR BANGIS atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan