Menuju konten utama

Retno Marsudi: Hanya 17 Persen Target SDGs yang Tercapai

Pandemi Covid-19, konflik yang meningkat, ketegangan geopolitik, dan kekacauan iklim yang terus bertambah sebagai pukulan telak bagi kemajuan SDGs.

Retno Marsudi: Hanya 17 Persen Target SDGs yang Tercapai
Utusan Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Air, Retno Marsudi, mengisi sesi one on one interview di World Public Relations Forum 2024, Nusa Dua, Bali, Rabu (20/11/2024). tirto.id/Sandra Gisela

tirto.id - Utusan Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Air, Retno Marsudi, mengungkapkan pencapaian target Sustainable Development Goals (SDGs) baru mencapai 17 persen. Hampir setengah indikatornya menunjukkan kemajuan minimum atau sedang, bahkan sepertiganya stagnan atau mundur.

"Kita tahu, bahwa kita hanya memiliki 6 tahun lagi hingga tahun 2030, di mana kita bertujuan memenuhi target SDGs. Pertanyaannya adalah, di mana posisi kita sekarang? Berdasarkan data PBB, pencapaian SDGs sebagian besar masih tertinggal, hanya 17 persen target SDGs yang berada di jalur yang benar," beber Retno Marsudi dalam pidatonya di World Public Relations Forum 2024, Nusa Dua, Rabu (20/11/2024).

Menurutnya, pandemi Covid-19, konflik yang meningkat, ketegangan geopolitik, dan kekacauan iklim yang terus bertambah sebagai pukulan telak bagi kemajuan SDGs. Mantan Menteri Luar Negeri itu juga turut menyebut perang di Gaza, Lebanon, dan Ukraina yang masih berlangsung.

"Inilah dunia yang sedang kita hadapi sekarang, di mana kehidupan manusia berada di bawah ancaman yang sangat serius. Tantangan ke depan, diperkirakan akan semakin sulit," ucapnya.

Sang diplomat juga menyebut tentang perubahan iklim yang berlangsung di berbagai belahan dunia. Retno mengeklaim, ketika menghadiri Conference of the Parties (COP) Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim di Baku, Azerbaijan, Sekretaris Jenderal PBB menyatakan hampir pasti tahun ini menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat.

"Dampak perubahan iklim terhadap kehidupan manusia juga sangat nyata. Keluarga-keluarga melarikan diri demi menyelamatkan diri sebelum badai berikutnya melanda. Para pekerja dan pengembara pingsan akibat panas yang tidak tertahankan. Banjir menghancurkan komunitas dan merobohkan infrastruktur. Anak-anak tidur dalam keadaan lapar karena kekeringan menghancurkan tanaman pangan. Semua bencana ini, dan masih banyak lagi, diperburuk oleh perubahan iklim buatan manusia," jelas Retno.

Di ranah rantai pasok global (global supply chain), Retno menyebutkan terdapat guncangan yang menaikkan biaya di mana-mana. Hal tersebut diperparah dengan panen yang hancur akibat iklim dan rusaknya rumah-rumah akibat perang.

"Jadi, jika kita tidak berupaya lebih keras, kehidupan generasi mendatang akan berada dalam bahaya," imbuhnya.

Baca juga artikel terkait PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN atau tulisan lainnya dari Sandra Gisela

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Sandra Gisela
Penulis: Sandra Gisela
Editor: Irfan Teguh Pribadi